1. TEORI HIRARKI BELAJAR DARI ROBERT M.
GAGNE
a.
Belajar
Menurut
Gagne dalam Warsita mendefinisikan belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus oleh proses pertumbuhan
saja.
Gagne
berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh dua faktor dari luar
diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. belajar memberi
kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses logis,
sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil efek dari belajar
yang kumulatif serta belajar itu bukan proses tunggal.
b.
Definisi Hirarki Belajar
Menurut kamus ilmiah
populer (2006:179) hirarki berarti berurutan-urutan, peringkat, tingkat.
Hirarki belajar merupakan struktur belajar yang terdiri dari
tingkatan-tingkatan belajar.
Gagne memberikan
pemecahan dan pengurutan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan
pertanyaan ini: “Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia
berhasil mempelajari suatu pengetahuan tertentu?”. Setelah mendapat jawabannya, ia harus bertanya lagi seperti
pertanyaan yang di atas tadi untuk mendapatkan prasyarat yang harus dikuasai
dan dipelajari siswa sebelum ia mempelajari pengetahuan tersebut. Begitu
seterusnya sampai didapatkan urut-urutan pengetahuan dan yang paling sederhana
sampai yang paling kompleks. Dengan cara seperti itu akan didapsatkan hirarki
belajar. Gagne menekankan kajiannya pada aspek penataan urutan dengan
memunculkan gagasan mengenai prasyarat belajar yang dituangkan dalam suatu
struktur yang disebutnya hirarki belajar. Keterkaitan diantara bagian-bagian
yang dituangkan dalam bentuk prasyarat belajar berarti bahwa pengetahuan
tertentu harus dikuasai lebih dulu sebelum pengetahuan lainnya dapat
dipelajari.
c.
Hirarki Belajar Gagne
Robert M. Gagne
merupakan salah seorang penganut aliran psikologi tingkah laku. Gagne memiliki pandangan
bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang kegiatannya mengikuti suatu
hirarki kemampuan yang dapat diobservasi atau diukur. Oleh karena itu, teori
belajar yang dikemukakan Gagne dikenal sebagai Teori Hirarki Belajar (Siroj,
2006 dalam Firdaus, 2010).
Teori
hirarki belajar ditemukan oleh Rober M. Gagne (mardhiyanti, 2010) yang
didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses
belajar manusia. Penelitiannya dimaksudkan untuk menemukan teori pembelajaran
yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar,
yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik)
agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.
Orton dalam
Warsita Hirarki belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah
atau top down. Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun
keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran dipuncak
hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, keterampilan atau pengetahuan
prasyarat yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil
mempelajari keterampilan atau pengetahuan diatasnya. Hirarki ini juga
memungkinkan prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula.
d.
Tipe Belajar
Gagne
membedakan delapan tipe belajar yang terurut secara hirarki, mulai dari tipe
belajar yang sederhana sampai dengan tipe belajar yang
lebih kompleks. Kemampuan belajar pada tingkat tertentu ditentukan oleh
kemampuan belajar di tingkat sebelumya. Kedelapan tipe belajar di atas
dikemukakan berikut ini (Siroj, 2006 dalam Firdaus 2010).
1)
Belajar
isyarat (signal
learning)
Belajar isyarat
adalah belajar sesuatu dengan tidak sengaja yaitu sebagai akibat dari suatu
rangsangan yang dapat menimbulkan reaksi tertentu. Dari signal yang dilihat
atau didengarnya, anak akan memberi respon tertentu. Belajar isyarat ini mirip
dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah sejumlah
pengalaman tertentu. Respons yang timbul bersifat umum, kabur, dan emosional.
Misalnya, siswa menjadi senang belajar matematika karena gurunya bersikap ramah
dan humoris.
2)
Belajar stimulus-respons (stimulus-response
learning)
Belajar
stimulus-respons adalah belajar yang disengaja dan responsnya seringkali secara
fisik (motoris). Respons atau kemampuan yang timbul tidak diperoleh dengan
tiba-tiba melainkan melalui pelatihan-pelatihan. Respons itu dapat diatur dan
dikuasai. Misalnya, seorang siswa dapat menyelesaikan suatu soal setelah
memperhatikan contoh penyelesaian soal yang serupa oleh gurunya.
3)
Rantai atau rangkaian (chaining)
Belajar rantai
atau rangkaian (gerak, tingkah laku) adalah belajar yang menunjukkan kemampuan
anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus–respon secara
berurutan. Chaining terbatas hanya pada serangkaian gerak, bukan
serangkaian produk bahasa lisan. Misalnya, siswa belajar melukis garis melalui
dua titik melalui rangkaian gerak: mengambil pensil, membuat dua titik
sembarang, memegang penggaris, meletakkan penggaris tepat di samping kedua
titik, kemudian menarik ruas garis melalui kedua titik itu.
4)
Asosiasi verbal (verbal
association)
Belajar
asosiasi verbal adalah tipe belajar yang menggabungkan hasil belajar yang
melibatkan unit bahasa (lisan) seperti memberi nama sebuah objek/benda. Sebagai
contoh, bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, seorang siswa dapat
mengatakan bentuknya adalah ’persegi’. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan
bentuk-bentuk geometris agar dapat mengenal ’persegi’ sebagai salah satu bentuk
geometris. Hubungan itu terbentuk bila unsur-unsur itu terdapat dalam urutn
tertentu, yang satu segera mengikuti yang satu lagi (contiguity).
5)
Belajar diskriminasi (discrimination
learning)
Belajar
diskriminasi atau memperbedakan adalah belajar untuk membedakan hubungan
stimulus-respons agar dapat memahami berbagai objek fisik dan konsep. Ada dua
macam belajar diskriminasi, yaitu belajar disriminasi tunggal dan belajar
diskriminasi jamak. Sebagai contoh belajar diskriminasi tunggal, siswa dapat
membedakan lambang ∩ dan U dalam operasi himpunan. Belajar diskriminasi jamak,
misalnya siswa dapat membedakan sudut dan sisi pada segitiga lancip, siku-siku,
dan tumpul, atau pada segitiga sama sisi, sama kaki, dan sembarang.
6)
Belajar konsep (concept
learning)
Belajar konsep
adalah belajar memahami sifat-sifat bersama dari benda-benda konkrit atau
peristiwa-peristiwa untuk dikelompokkan menjadi satu jenis. Untuk mempelajari
suatu konsep, anak harus mengalami berbagai situasi dan stimulus tertentu. Pada
tipe belajar ini, mereka dapat mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa
yang termasuk atau tidak termasuk dalam suatu konsep. Melalui pemahaman konsep
siswa mampu mengidentifikasikan benda lain yang berbeda ukuran, warna, maupun
materinya, namun masih memiliki kararkteristik dari objek itu sendiri. Sebagai
contoh, seorang siswa dikatakan telah belajar konsep himpunan jika ia telah
dapat menunjukkan kumpulan objek yang merupakan contoh himpunan atau bukan
contoh himpunan.
7)
Belajar aturan (rule
learning)
Belajar aturan
adalah tipe belajar yang memungkinkan peserta didik dapat menghubungkan dua
konsep atau lebih untuk membentuk suatu aturan. Harus diingat, mengenal aturan
tanpa memahaminya akan merupakan verbal-chain saja, dan hal ini
merupakan cara pembelajaran yang keliru. Seorang siswa dikatakan telah belajar
aturan jika ia telah mampu mengaplikasikan aturan itu Misalnya, dalam
matematika siswa dapat memahami bahwa (a + b)(a – b) = a2 – b2
berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, seperti perkalian dua bilangan, perkalian
berulang, perkalian dua bilangan berbeda tanda, dan penjumlahan/pengurangan dua
bilangan.
8)
Memecahkan masalah (problem
solving)
Belajar
memecahkan masalah merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dan lebih kompleks
dibandingkan dengan tipe belajar yang lain. Dalam belajar pemecahan masalah,
ada empat langkah penting dalam proses pemecahan masalah menurut Polya (dalam
Pirdaus, 2007), yaitu (1) memahami masalahnya, dalam arti menentukan apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan, (2) merencanakan cara penyelesaiannya, (3)
melaksanakan rencana; dan (4) menafsirkan atau mengecek hasilnya. Dalam belajar
pemecahan masalah, siswa harus memiliki pemahaman sejumlah konsep dan aturan.
Selain itu, siswa juga harus memiliki strategi yang dapat memberikan arah pada
pemikirannya untuk memecahkan masalah itu.
Selain
delapan jenis belajar, Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar.
Menurutnya sistematika tersebut mengelompokkan hasil-hasil belajar yang
mempunyai ciri-ciri sama dalam satu katagori. Kelima hal tersebut adalah:
1) Keterampilan
intelektual: kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan
lingkungannya dengan menggunakan symbol huruf, angka, kata atau gambar.
2) Informasi
verbal: seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau suatu
peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dengan cara menggambar.
3) Strategi kognitif:
kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri, mengingat dan
berfikir.
4) Keterampilan
motorik: seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam urutan
tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah otomatisme yaitu gerakan
berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes.
5) Sikap keadaan
mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan dalam
bertindak
e.
Fase Belajar
Menurut
Gagne belajar melalui empat fase utama yaitu:
1) Fase
pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini siswa memperhatikan
stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut
untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. ini berarti bahwa
belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya
setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang unik yang
dia terima pada situasi belajar.
2) Fase
perolehan (acqusition phase). Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan
baru dengan menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan
sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi
antara informasi baru dan informasi lama.
3) Fase
penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase
penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang
dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek
dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
4) Fase
pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase
mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.
Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan
hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu
informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan
baik atas pengelompokan.
2.
PEMBENTUKAN KONSEP TABA
Mengikut Taba, konsep boleh dibentuk dengan tepat melalui penyusunan banan-bahan pengajaran
dalam suatu sistem yang sesuai. Penyusunan maklumat dalam proses pengajaran dan
pembelajaran adalah diutamakan dalam model ini. Model ini menerangkan bahawa
seseorang pelajar melakukan operasi kognitif ke atas bahan pengajaran atau
pemilihan sesuatu konsep haruslah dilakukan. Rumusannya, dengan merujuk kepada
model ini, guru dapat merancang pengajaran dengan membahagikan topik kepada
generalisasi, konsep dan fakta-fakta yang berguna untuk menentukan kaedah
pengajaran yang sesuai.
Model Pengajaran Taba mengaitkan stuktur pengetahuan
dengan proses perancangan dan pembelajaran. Semasa proses perancangan
pelajaran, perkara-perkara yang hendak dipertimbangkan ialah penyusunan data,
pembentukan konsep dan membuat generalisasi atau prinsip dari konkrit kepada
abstrak. Di dalam proses pembelajaran, teknik meningkatkan daya pemikiran
pelajar adalah penting untuk memperoleh dan menguasai generalisasi atau prinsip
yang abstrak, pembentukan sesuatu konsep haruslah
dilakukan melalui empat peringkat utama. Empat Peringkat
Utama
1.
Peringkat Penyusunan Data. Menyusun
fakta-fakta dengan memerhatikan ciri-ciri persamaan dan perbezaannya.
2.
Peringkat
Pembentukan Konsep. Menggolongkan dan mengelaskan
fakta-fakta berdasarkan ciri-ciri persamaan supaya menjadi kategori tertentu.
3.
Peringkat
Membentuk Hukum. Membuat
kesimpulan atau generalisasi berdasarkan hubungan-hubungan di antara
kategori-kategori yang dibuat dalam peringkat sebelumnya.
4.
Peringkat
Aplikasi.
o
Penggunaan
generalisasi atau kesimpulan baru Model Pengajaran Taba mengaitkan stuktur
pengetahuan dengan proses perancangan dan pembelajaran.
o
Semasa
proses perancangan pelajaran, perkara-perkara yang hendak dipertimbangkan ialah
penyusunan data, pembentukan konsep dan membuat generalisasi atau prinsip dari
konkrit kepada abstrak.
Model pembelajaran taba
1.
Menekankan proses pemikiran induktif dalam P&P.
2.
Menggunakan pendekatan grass-root (guru) iaitu perancangan pengajaran mesti
direkabentuk oleh guru
3.
Penyusunan bahan-bahan pengajaran dalam sesuatu sistem yang sesuai yang
dapat meningkatkan kemahiran berfikir
4.
Menerangkan bahawa seseorang pelajar melakukan operasi kognitif ke atas
bahan pengajaran
5.
Merupakan kaedah yang berkesan untuk mengajar kandungan kurikulum dalam
bentuk generalisasi dan diskriminasi
Generealisasi
Pelajar membuat generalisasi selepas berjaya
mengorganisasi data. Pelajar membuat generalisasi hanya setelah maklumat atau
data-data disusun dengan sempurna. Pelajar boleh dibawa mengarah ke arah membuat
generalisasi melalui pembinaan konsep dan strategi mendapat konsep
Andaian Berfikir
Menurut Joyce dan Well, Taba menggunakan tiga andaian
utama dalam membina model pengajaranny ini.
1. Pemikiran boleh diajarii.
2. Pemikiran adalah transaksi yang
aktif antara individu dan data.
3. Proses Berfikir melibatkan urutan
yang mengikut peraturan
Langkah-langkah model Taba
1.
Diagnosis Keperluan
Memerlukan
proses mereka bentuk kurikulum dengan mengenalpasti keperluan pelajar yaitu
mereka yang menjadi target kurikulum yang dirancang. Mewujukan kesedian belajar
dengan merancang isi pelajaran mengikut kebolehan pelajar serta susunan yang
sesuai.
2.
Membentuk Objektif
Selepas
mengenalpasti keperluan yang diambil perhatian objektif untuk kurikulum perlu
dibentuk. Contoh: Di akhir pembelajaran pelajar boleh menerangkan ciri-ciri
setiap jenis.
3.
Memilih Isi Kandungan pembelajaran
Objektif
yang dipilih atau yang dibentuk adalah berdasarkan mata pelajaran dan kandungan
kurikulum. Berdasarkan Huraian Suatu Pembelajaran.
4.
Menyusun Kandungan pembelajaran
Perancangan
kurikulum tidak hanya memilih isi kandungan, tetapi mesti mengaturnya secara
tersusun dengan mengambil kira kemantangan pelajar, percapaian pelajar dan
minat pelajar.
5.
Memilih Pengalaman Pembelajaran
Isi
kandungan mesti disampai kepada pelajar dan isi kandungan perlu menarik
perhatian pelajar. Kaedah pengajaran guru mesti melibatkan pelajar dengan isi
kandungan. Dengan menggunakan pengalaman pelajar atau pengetahuan sedia ada
untuk mengaitkan dengan pelajaran baru seperti topik yang lalu, pengalaman
harian yang pelajar lalui. Pengetahuan dan pengalaman ini harus ada kaitan
dengan topik yang akan diajarkan
6.
Menyusun Pengalaman Pembelajaran
Isi
kandungan perlu teratur dan tersusun. Begitu juga dengan aktiviti pembelajaran.
Tahap kebolehan pelajar perlu diambil kira dalam melaksanakan sesuatu aktiviti
pembelajaran. Menggunakan pengalaman pelajar, teknik generalisasi.
7.
Menentukan Apa dan bagaimana Menilai kurikulum
Perancangan
kurikulum perlu mengenalpasti apakah objektif yang dicapai. Prosedur penilaian
perlu diperuntukan oleh guru dan pelajar.• Penilaian boleh dinilai dengan
memberi kuiz atau ujian.
3.
PENGUASAAN KONSEP BRUNNER
a.
Bruner dan Teorinya.
Jerome Bruner
dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang
terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses
pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan Piaget bahawa
perkembangan kognitif kanak-kanak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu.
Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan iaitu
mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru
(lebih kepada prinsip konstruktivisme).
Jerome S.
Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik.
Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi,
belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai
pemroses, pemikir dan pencipta informasi.
Bruner
menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh
informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme
instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang
alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan
model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual
atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya
ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung
pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu
”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut
peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau
pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Menurut Bruner
belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer
yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir
secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan
memecahkan masalah.
Teori instruksi menurut Bruner
hendaknya mencakup:
1. Pengalaman-pengalaman
optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivasi,
pemeliharaan dan pengarahan.
2. Penstrukturan
pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi
dan kuasa.
3. Perincian
urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan memperhatikan
faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi
pelajaran dan perbedaan individu.
4. Bentuk dan
pemberian reinforsemen.
Beliau
berpendapat bahawa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep
dengan mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan.
Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu
dengan pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat
dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi
empat kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga
kedalam kategori segitiga.
Dalam teori
belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik
dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan
tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap.
Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami,
mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk
baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu
untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak.
b. Ciri khas Teori
Pembelajaran Menurut Bruner
1.
Empat Tema tentang Pendidikan
a.
Tema pertama mengemukakan
pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan
struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana
fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan
yang lain.
b.
Tema kedua adalah tentang kesiapan
untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan
ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang
untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi
c.
Tema ketiga adalah menekankan
nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik
intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui
langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu
merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak.
d.
Tema keempat adalah tentang motivasi
atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru
untuk merangsang motivasi itu.
2.
Model dan Kategori
Pendekatan
Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua
asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu
proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin
bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan
tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua
adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi
yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu
model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali
struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan
menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu
struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu
atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang
diketahui.
3.
Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)
transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan
(Bruner, 1973).
Informasi baru
dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang
atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan
informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan
seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi,
transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara
ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua
orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk menyatakan
kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut
tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara
itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara
penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan
cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan
pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian
yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif
mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian
ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan
gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan
sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian
simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh
kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada
objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan
memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara
kombinatorial.
Sebagai contoh
dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak
kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan
menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk
dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih
tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau
gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam
buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik
dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
4.
Ciri khas Teori Bruner dan
perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner
mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery”
yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori
Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang
berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat,
kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi
setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya
sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu
materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah
mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner
berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat
benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang
baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.
c. Belajar
Penemuan
Salah satu
model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal
dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap
bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetauan secara aktif oleh
manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner
menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
1. Pengetahuan yang diperoleh dengan
belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:Pengetahuan
itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai
efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan
meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Asumsi umum
tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses
pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses informasi
(active learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d. Proses kegiatan belajar mengajar
menitikberatkan pada hubungan dan strategi.
Model kognitif mulai berkembang pada
abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang
sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta
didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir,
menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana
informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif
ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini,
masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada
apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap
belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur
kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada
pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas
bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:
1. Enactive, dimana seorang
peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek, siswa
melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan
2. Iconic, dimana belajar terjadi
melalui penggunaan model dan gambar
3. Symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam
berfikir abstrak, siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak
dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem
simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan.
Sejalan dengan
pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak
mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata
dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan
kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan
dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori
Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana
materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai
Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara
belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan
hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery
learning).
Berdasarkan
pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel, dan gagne), ternyata teori
kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran seseorang individu. Teori ini
ada kaitan dengan ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Sesuatu
pengetahuan yang diperolehi melalui pengalaman atau pendidikan formal akan
disimpan dan disusun melalui proses pengumpulan pengetahuan supaya
dapat digunakan kemudian.
Penerapan Model Kognitif dalam pembelajaran:
Belajar
|
Karakteristik Teori
|
Penerapan Dalam pembelajaran
|
Kognitif Bruner
|
Model ini sangat membebaskan peserta didik untuk
belajar sendiri. Teori ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara
discovery learning.
|
1. Menentukan
tujuan-tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik-topik yang akan dipeserta didiki
4. Mencari contoh-contoh, tugas,
ilustrasi dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik untuk bahan belajar
5. Mengatur topik peserta didik
dari konsep yang paling kongkrit kje yang abstrak, dari yang sederhana
ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
|
Bermakna Ausubel
|
Dalam aplikasinya menuntut peserta didik belajar
secara deduktif (dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur
kognitif peserta didik
|
1. Menentukan tujuan-tujuan
instruksional
2. Mengukur kesiapan
peserta didik (minat, kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes awal,
interviw, pertanyaan dll.
3. Memilih materi
pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
4. Mengidentifikasikan
prinsip-prinsip yang harus dikuasai peserta didik dari materi tsb.
5. Menyajikan suatu
pandangan secara menyelurh tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik
6. Membuat dan
menggunakan “advanced organizer” paling tidak dengan cara membuat rangkuman
terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang
menunjukkan relevansi (keterkaiatan) materi yang sudah diberikan dengan yang
akan diberikan
7. Mengajar peserta
didik untuk memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan
dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada
8. Mengevaluasi proses
dan hasil belajar
|
4. TEORI SKEMA DARI MAYER
Skemata berawal dari teori skema,
yang menggambarkan proses dimana pembelajar membandingkan latar belakang
pengetahuan yang mereka miliki dengan informasi yang baru akan didapatkannya.
Teori skema ini didasarkan pada kepercayaan bahwa setiap kegiatan pemahaman
dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang yang luas.
Ada dua proses yang saling
mengisi yang menyebabkan skemata seseorang senantiasa berkembang, yaitu: Proses
asimilasi dan proses akomodasi. Asimilasi adalah proses penyerapan konsep baru
ke dalam struktur kognitif yang telah ada, pada proses asimilasi seseorang menggunakan
struktur atau kemampuan yang ada untuk menanggapi masalah yang datang dari
lingkungannya. Akomodasi adalah proses pembentukan skemata baru atau
memodifikasi struktur kognitif yang telah ada supaya konsep-konsep baru dapat
diserap.Jadi dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur
kognitif yang sudah ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan
lingkungannya.
Keserasian antara asimilasi
dengan akomodasi, kemudian disebut Ekuilibrasi. Ekuilibrasi adalah proses
terjadinya perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain yang mengahasilkan
suatu keseimbangan baru. Jika seseorang berhadapan dengan suatu masalah, maka
struktur kognitifnya akan mengalami ketidakseimbangan sehingga secara spontan
struktur kognitif tersebut mengadakan kegiatan pengaturan diri
(Self-regulation) sebagai upaya untuk memperoleh suatu keseimbangan baru lagi.
Tercapainya keseimbangan baru meunjukkan bahwa ada sesuatu yang telah dicapai
sebagai umpan balik dan disimpan dalam struktur yang permanen.
Upaya mengaktifkan skemata dalam pembelajaran siswa adalah dengan menggunakan advance organizer atau
pengorganisasian awal. Contoh advance organizer atau pengorganisasian awal
adalah: menggunakan Visual aids (bantuan visual) berupa gambar,
melakukan demonstrasi, berbicara tentang pengalaman hidup yang nyata yang
dihubungkan dengan materi pelajaran yang ada, memberikan pertanyaan yang
berhubungan dengan materi pelajaran yang ada, melakukan diskusi.
Dari perspektif kognitif, belajar
adalah perubahan dalam struktur mantal seseorang yang atas kapasitas untuk
menunjukkan perilaku yang berbeda. Perhatikan kalimat “menciptakan kapasitas.
Dari perspektif kognitif, belajar dapat terjadi tanpa ada perubahan langsung
dalam perilaku, bukti perubahan dalam struktur mental dapat terjadi dalam
beberapa waktu kemudian. “struktur mental” bahwa perubahan termasuk skema,
keyakinan, tujuan, harapan dan komponen lainnya. Dalam pelajaran david, karena
randy misalnya sadar walaupun tentang kebutuhannya untuk membuat catatan, dan
Tanta, Rendy dan Juan membentuk hubungan, dalam pikiran mereka, menghubungkan
informasi dari grafik, transparansi, dan demonstrasi.
Baik teori behaviorisme atau
kognitif sosial dapat menjelaskan upaya siswa-siswa. Bagaimana informasi “di
kepala pelajar itu” diperoleh, dan bagaimana disimpan? Kita menjawab
pertanyaan-pertanyaan pada bagian berikutnya kita mengamati pengolahan
informasi, salah satu yang pertama dan paling diteliti secara deskripsi tentang
bagaimana orang mengingat (Hunt & Ellis, 1999).
1.
Pengolahan Informasi
Pengolahn informasi adalah teori
belajar yang menjelaskan bagaimana rangsangan memasukkan sistem ingatan kita,
dipilih dan terorganisir untuk penyimpanan, dan diambil dari memori (Mayer,
1998a). Teori belajar kognitif yang paling menonjol dari abad ke-20, ia
memiliki implikasi penting untuk mengajar hari ini (Mayer, 1998b).
2.
Model: Bantuan untuk Memahami
Pikirkan kembali sejenak
disekolah ketika kita memahami belajar geografi, mungkin kimia, atau mengambil
psikologi pendidikan. Dalam geografi, kita memahami fase di bumi, dan dalam
kimia, kita mempelajari struktur atom. Karena kita langsung dapat mengalami
hanya sebagian kecil dari bumi, kita menggunakan peta dan bola dunia sebagai
miniatur dari model bumi yang berguna untuk lebih memahami. Demikian pula,
dalam kimia kita tidak bisa langsung mengamati atom dengan semua bagian,
sehingga dengan belajar model visulalize partikel kecil, akan membantu kita
dalam representasi yang memungkinkan peserta didik untuk visualisasi. Mereka
tidak dapat mengamati secara langsung. Kami menghadapi situasi yang sama ketika
kita mencoba untuk visualisasi apa yang terjadi selama pemrosesan informasi
mewakili pandangan terkini dari bagaimana psikologi kognitif berpikir dengan proses
informasi. (R. Atkinsons).
Komputer ini sering digunakan
sebagai analogi untuk memproses informasi. Sebagai contoh, komputer dan manusia
memperoleh, menyimpan, dan mengambil pengetahuan dan membuat keputusan.
Komputer mengambil simbol sebagai input, berlaku operator untuk output produk
manusia yang dilakukan (Mayer, 1996) misalnya, apa yang dihadapkan dengan
masalah matematika, kita menggunakan simbol untuk angka dan bahasa tertulis
(input), bekerja pada masalah dan, menghasilkan solusi (output). simbol Sebuah
komputer adalah elektronik yang ditulis tentang kalimat dan angka.
Model pengolahan informasi
memiliki tiga komponen utama:
1.
Informasi melimpah
2.
Proses kognitif
3.
Metakognisi
Informasi melimpah adalah
repositori yang memegang informasi, analog dengan memori utama komputer dan
hard drive. informasi ini dalam model pemrosesan informasi adalah sensor
memori, memori kerja, dan memori jangka panjang.
3.
Memori Sensor
Memori sensori adalah menyimpan
informasi yang sebentar memegang stimulus dari lingkungan sampai mereka dapat
diproses (Neisser 1967). Materi dalam memori sensori adalah “meskipun harus
benar-benar tidak terorganisir, pada dasarnya salinan persepsi objek dan
kejadian di dunia”. (Leahey & Harris 1997). Memory sensori hampir terbatas
kapasitas, tetapi jika pengolahan tidak segera dimulai, memori jejak cepat
memudar. Memori sensorik diperkirakan menyimpan informasi sekitar 1 detik untuk
visi dan 2 sampai 4 detik untuk mendengar (leahey & Harris, 1997).
Memori sensorik adalah titik awal yang penting untuk diproses lebih lanjut. dalam percobaan membaca misalnya, akan tidak mungkin untuk mendapatkan makna dari kalimat jika kata-kata hilang dari memori visual indra kita sebelum sampai ke akhir. Hal yang sama berlaku untuk bahasa lisan. Memori sensori memungkinkan kita untuk menyimpan informasi yang cukup lama untuk melampirkan arti dan mentransfernya ke memori kerja berikutnya.
Memori sensorik adalah titik awal yang penting untuk diproses lebih lanjut. dalam percobaan membaca misalnya, akan tidak mungkin untuk mendapatkan makna dari kalimat jika kata-kata hilang dari memori visual indra kita sebelum sampai ke akhir. Hal yang sama berlaku untuk bahasa lisan. Memori sensori memungkinkan kita untuk menyimpan informasi yang cukup lama untuk melampirkan arti dan mentransfernya ke memori kerja berikutnya.
4.
Memori kerja
Memori kerja, secara historis
disebut memori jangka pendek, adalah yang menyimpan informasi sebagai pribadi
proses. Memori kerja adalah bagian sadar sistem informasi pengolahan, itu
adalah tempat berpikir mengambil dengan sengaja (Sweller et al, 1998).
Chunking, adalah proses mental
menggabungkan item yang terpisah menjadi lebih besar, unit lebih bermakna (G,
Miller, 1956). Masalah yang melibatkan strategi mengajar memiliki implikasi
penting bagi pertumbuhan kita sebagai seorang guru. Sebagai contoh, pertanyaan
merupakan inti dari sejumlah strategi pengajaran yang canggih, seperti penemuan
terbimbing, tapi bagi banyak guru, tidak otomatis. Ini berarti anda harus
berlatih keterampilan penting, seperti mempertanyakan, sampai mereka menjadi
otomatis jika Anda berharap untuk menggunakan strategi seperti dscovery dipandu
dalam mengajar Anda.
Adalah cara dua bagian, visual
dan komponen pendengaran, bekerja sama dalam memori kerja (Baddeley, 1992).
Bahwa setiap bagian terbatas kapasitas, mereka bekerja secara independen dan
additively (Mayer 1997). Prosesor visual melengkapi andvice prosesor
pendengaran sebaliknya. Sebuah presentasi simultan dari visual dan verbal
(auditory) informasi penting karena memberikan dua rute untuk mewakili
informasi dalam memori (Mayer, 1997). Memang, penelitian menunjukkan bahwa
siswa akan belajar lebih banyak jika penjelasan verbal yang dilengkapi dengan
representasi visual (Mayer & moreno, 1998). Sayangnya, guru sering
menggunakan kata-kata saja, untuk menyajikan informasi, membuang-buang beberapa
kemampuan pemrosesan memori kerja ini.
5.
Memori Jangka Panjang
Ini seperti sebuah perpustakaan
dengan entri jutaan dan jaringan yang memungkinkan mereka untuk diambil untuk
referensi dan penggunaan. Ini berbeda dari memori kerja dalam kapasitas merusak
dan durasi. Sedangkan memori kerja terbatas sekitar tujuh item informasi untuk
hitungan detik, kapasitas memori jangka panjang adalah luas dan tahan lama.
Beberapa ahli seggest informasi yang di dalamnya tetap untuk seumur hidup
(Schunk, 2000).
Salah satu gambaran yang paling
banyak diterima membedakan memori jangka panjang antara pengetahuan deklaratif,
pengetahuan fakta, definisi, prosedur, dan aturan, dan pengetahuan prosedural,
pengetahuan tentang bagaimana untuk melakukan tugas-tugas (J. Anderson, 1990),
misalnya, seorang pelajar yang mengatakan, “untuk menambahkan fraksi, Anda
harus terlebih dahulu punya seperti penyebut,” tahu aturan untuk menambahkan
fraksi tetapi tidak mungkin bisa benar-benar melakukan perhitungan. Mengetahui
aturan adalah dari pengetahuan deklaratif, yang dapat menambahkan fraksi memerlukan
pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif dapat ditentukan langsung dari
commens seseorang, sedangkan pengetahuan prosedural yang disimpulkan dari
kinerja seseorang. Untuk mengembangkan pengetahuan prosedural, siswa harus
berlatih keterampilan, seperti menambahkan fraksi atau menulis esai, dan
menerima umpan balik tentang kinerja mereka.
6.
Skema Memori Pengetahuan Deklaratif
Banyak peneliti percaya bahwa
pengetahuan deklaratif disimpan dalam jangka-memori dalam bentuk skema (juga
disebut skemata), jaringan terorganisir informasi (J. Anderson, 1990 dkk).
Skema menggabungkan bentuk yang lebih sederhana informasi, seperti proposisi,
orderings linier, dan gambar (Gagne, dkk, 1993). Misalnya, “adalah planet
pluto” adalah proposisi, bintang terkecil dari informasi yang dapat judget
benar atau salah. orderings Linear peringkat informasi menurut beberapa
dimensi, seperti planet dalam rangka mereka dari matahari, dan menyimpan gambar
karakteristik fisik sebagai gambar mental, seperti sebuah visualisasi dari gumpalan
dari transparansi David.
Skema dibangun secara individual,
dinamis (perubahan dalam menanggapi informasi baru), dan kontekstual
(tergantung pada situasi di mana mereka pelajari) (Wigneld, dkk, 1996).
5.
SUBSUMATIVE DARI AUSUBEL
a.
Pengertian Belajar Menurut Ausubel
Menurut Ausubel, belajar dapat
diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara
informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau
penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan
informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah
fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari
dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar,
informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan
yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupaun dengan bentuk belajar
penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh
materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau
mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain)
yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba
menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang
telah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Kedua dimensi, yaitu
penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna, tidak
menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu continuum.
Ausubel menyatakan, bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan
dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya
terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Maka, belajar penerimaan pun
dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep.
Sedangkan belajar penemuan rendah kebermaknaannya, dan merupakan belajar
hafalan, yakni memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak
suatu teka-teki. Belajar penemuan yang bermakna sekali hanyalah terjadi pada
penelitian yang bersifat ilmiah.
b.
Prinsip dan Karakteristik belajar
Menurut Ausubel
1.
Belajar Bermakna
Inti dari teori Ausubel tentang
belajar ialah belajar bermakna (Ausubel, 1996). Bagi Ausubel, belajar bermakna
merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan
yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui
mekanisme biologi tentang memori atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui
bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak
yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar,
dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah
menyimpan informasi yang mirip dengan informasi yang sedang dipelajari.
2.
Belajar Hafalan
Bila dalam struktur kognitif
seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan,
maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak dilakukan usaha untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep yang sudah ada dalam
struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada kenyataannya, banyak guru
dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong para siswa untuk menentukan
dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi
hafalan. Lagi pula sistem evaluasi di sekolah menghendaki hafalan, jadi timbul
pikiran pada para siswa untuk apa bersusah payah belajar secara bermakna.
c.
Langkah-langkah Pembelajaran
Sebelum dimulainya suatu proses
belajar, maka penting untuk memperhatikan apa-apa saja yang telah diketahui siswa,
sebab ini merupakan faktor dalam mempengaruhi keberhasilan belajar. Untuk itu
perlu dibuat langkah-langkah pembelajaran agar tidak terjadi kerancuan dalam
kegiatan belajar. Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran menurut teori
Ausubel:
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik
siswa (kemampuan awwal, motivasi, gaya
belajar, dan sebagainya)
3. Memilih materi pelajaran sesuai
dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4. Menentukan topik-topik dan
menampilkanya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.
5. Mempelajari konsep-konsep inti
tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6. Melakukan penilaian proses dan hasil
belajar siswa.
d.
Kegiatan Pembelajaran
Hakikat belajar merupakan suatu
aktivitas yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi, perceptual,
dan proses internal. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar amat diperhitungkan agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Berikut merupakan
bentuk kegiatan kegiatan pembelajaran:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa
yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif
melaui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal
sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan
benda-benda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif
dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka
proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan
baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan
retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki si pelajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat
jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dan
sederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna
dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi harus disesuaikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah
menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah
diketahui siswa.
7. Adanya perbedaan individual pada
diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi,
persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.
e.
Faktor - faktor yang Mempengaruhi
Belajar Bermakna
Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel (1963), ialah struktur kognitif
yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan
validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke
dalam struktur kognitif itu; demiklian pula sifat proses interaksi yang
terjadi. Jika struktur kognitif itu
stabil, jelas, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau
tidak meragukan akan timbul, dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya, jika
struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur
kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah
sebagai berikut:
1.
Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
2.
Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan
belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna
f.
Kelebihan dari belajar menurut teori
Ausubel
Proses belajar terjadi jika seseorang mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimiliknya dengan pengetahuan baru.
Proses belajar aka terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami
makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel dan juga Novak (1997), ada tiga
kebaikan dari belajar bermakna,yaitu:
1. Informasi yang dipelajari secara
bermakna lebih lama dapat diingat.
2. Informasi yang tersubsumsi
berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan
proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang dilupakan sesudah
subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsume, sehingga
mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”
6.
WEBTEACHING DARI DONAL A. NORMAN
1.
Konsep Teori Pemrosesan Informasi Donald A. Norman
Teori Donald A. Norman tentang belajar diuraikan dalam beberapa pokok
bahasan yaitu:
a.
Hukum Belajar, yang meliputi:
1)
Hukum hubungan sebab akibat (The law of causal relationship).
Suatu organisme
untuk menghubungkan belajar antara suatu tindakan khusus dan suatu hasil,
sesuatu yang harus menjadi suatu hubungan sebab akibat yang jelas diantara
keduanya
2)
Hukum belajar sebab akibat (The law of causal learning)
Dalam hukum belajar
sebab akibat mempunyai dua bagian: Pertama, untuk hasil yang diinginkan,
organisme yang mencoba untuk mengulangi tindakan-tindakan tertentu yang
memiliki suatu hubungan sebab akibat yang jelas pada hasil yang diinginkan.
Kedua, untuk hasil yang tidak diinginkan, organisme yang mencoba untuk
menghindari tindakan-tindakan itu yang mempunyai suatu hubungan sebab akibat
yang jelas untuk hasil yang tidak diinginkan.
3)
Hukum umpan balik informasi (The law of information
feedback)
4)
Dalam hukum umpan balik informasi ini, hasil dari suatu
penyajian peristiwa sebagai informasi tentang peristiwa tersebut.
2.
Model Belajar.
Dalam pembahasan tentang model- model belajar, Rumelhart and Norman
(1981) memperlihatkan kedekatan hubungan antara pendekatan proses informasinya
(information processing approach) dan pandangan Piaget tentang pengembangan
pengetahuan (developmental knowledge). Adapun model- model belajar yang
diuraikan dalam pemikiran Donald A. Norman sebagai berikut:
a.
Accretion (Pertumbuhan)
Accretion merupakan
proses penambahan pengetahuan pada skemata yang ada, tanpa mengubah strukturnya
dalam cara-cara yang mendasar. Contoh belajar mengendarai mobil yang sebelumnya
tidak bisa mengendarainya. Norman (1982) menulis, agaknya kita telah memiliki
kerangka pengetahuan tentang struktur automobil dan mekaniknya. Namun, kita
masih harus belajar tentang mobil baru dan bagian-bagiannya yang penting.
Sebagaimana mobil kita memasukkan aspek-aspek baru ke dalam memori sesuai
dengan bentuk maupun caranya.
b.
Structuring (Penyusunan)
Ketika keberadaan
skemata tidak dapat berhubungan dengan lingkungan secara efektif. Maka Norman
menunjukkan kepada belajar skemata sebagai struktur.
c.
Tuning (Penyelarasan)
Merupakan
penyesuaian suatu skemata pada suatu jenis situasi hubungan yang luas. Tuning
mencoba memasukkan hal yang tidak baik pada bentuk yang sempurna dan ini
menunjukkan keterlambatan jenis belajar. Dalam proses ini dituntut untuk selalu
menyelaraskan dengan yang lebih mampu, yang tidak baik harus selaras dengan
yang ahli. Hal ini tidak mudah dan akan membutuhkan waktu yang banyak untuk
menyelaraskannya.
d.
Learning by analogy (pembelajaran dengan analogi)
Model ini menurut
Norman bahwa belajar skemata baru selalu dihubungkan dengan skemata yang sudah
ada. Dalam proses ini beranggapan bahwa skemata yang ada merupakan suatu
analogi yang sempurna untuk yang lain.
3.
Memory (Ingatan)
Memori adalah proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali informasi dan pengetahuan yang semuanya terpusat pada otak.
Menuut Ellis dan Hunt, memory atau ingatan menunjuk pada proses penyimpanan
atau pemeliharaan informasi sepanjang waktu (maintaining information overtime).
Hampir semua aktifitas manusia selalu melibatkan aspek ingatan. Oleh karena itu
ingatan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam proses kognitif manusia.
Menurut Norman bahwa terdapat tiga hal yang harus dikelola untuk mengingat
dengan sukses, yaitu menerima (acquisition), menyimpan (retention) dan
mengingat kembali (retrieval). Istilah lain yang digunakan untuk menamakan
ketiga istilah tersebut yaitu: memasukkan (encoding), menyimpan (strorange),
menimbulkan kembali (retrieval). Dalam buku An Introduction To Theories Of
Learning dijelaskan bahwa ada tiga tipe memori, yaitu: Sensory Memory, Short
Term Memory, Long Term Memory.
a.
Sensory Memory
Memori sensoris
yaitu memori yang mempertahankan atau menyimpan informasi dari luar dalam
bentuk sensori aslinya hanya selama beberapa saat atau sepersekian detik.
Sensory Memory ini merupakan sel pertama kali informasi diterima dari luar.
b.
Short Term Memory
Short Term Memory
adalah sistem memori berkapasitas terbatas, dimana informasi dipertahankan
sekitar 30 detik, kecuali informasi itu diulang atau diproses lebih lanjut, di
mana dalam kasus itu daya tahan simpanannya dapat lebih lama. Memori jangka
pendek berfungsi sebagai pusat kontrol kognitif untuk perhatian, karena memori
jangka pendek menentukan ke mana perhatian diarahkan, bagaimana pengkodean
input baru, dan bagaimana terlibat dalam proses pengulangan. Memori jangka
pendek dibagi menurut jenis sensori penerima terdiri dari: visual, auditori,
tekstual, kinestetik, dan penciuman.
c.
Long Term Memory
Long Term Memory
adalah tipe memori yang menyimpan banyak informasi selama periode waktu yang
lama secara relatif permanen. Ingatan memori jangka panjang bisa bertahan
selama berjam- jam, berhari- hari, berbulan- bulan atau bahkan bertahun-
tahun. Berkaitan dengan ketiga jenis
memori di atas, maka peserta didik dalam proses pembelajaran memanfaatkan
ketiga memori tersebut. Seperti contoh: Peserta didik menerima pelajaran
tentang “Allah”, maka mula- mula informasi dan pengetahuan tentang “Allah” akan
masuk ke dalam short term memory melalui indera mata (dengan cara melihat
simbol/ tulisan Allah) atau telinga siswa tersebut (dengan cara mendengar
sebutan nama Allah). Kemudia, informasi mengenai Allah itu diberi kode misalnya
dalam bentuk simbol- simbol A-L-L-A-H. Setelah selesai proses pengkodeaan
(encoding), informasi itu masuk dan tersimpan di dalam long term memory.
d.
Ragam Memory Berdasarkan Jenis Informasi Yang Disimpan.
Disimpan dari sudut jenis informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori
manusia terdiri dari dua macam, yaitu:
1.
Semantic memory, yaitu memori khusus yang menyimpan arti-
arti atau pengertian- pengrtian.
2.
Episodic memory, yaitu memori khusus untuk menyimpan
informasi tentang peristiwa- peristiwa.
e.
Peristiwa Lupa dalam Belajar
Lupa adalah
hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa- apa yang
sebelumnya telah kita pelajari. Menurut Gulo dan Reber yang dikutip oleh
Muhibbin Syah, bahwa lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat
sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Dengan demikian, lupa bukanlah
peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita. Adapun
faktor- faktor penyebab lupa diantaranya adalah:
1.
Gangguan konflik antara item- item informasi atau
materi yang ada dalam sistem memori.
2.
Karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada baik
sengaja ataupun tidak.
3.
Karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar
dengan waktu mengingat kembali.
4.
Perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi
belajar tertentu.
5.
Karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah
digunakan atau dingat kembali.
6.
Perubahan urat syaraf otak.
f.
Sebelas Pokok Permasalahan iImu kognitif yang diungkapkan
oleh Norman:
1.
Sistem Kepercayaan.
Menurut Norman, apa
yang kita yakini benar tentang dunia dan diri kita sendiri (apakah keyakinan
itu benar atau tidak) dapat mempengaruhi memori, persepsi, pemecahan masalah,
dan interpretasi pengalaman pada umumnya. Hal ini penting, oleh karenanya yang
kita tahu bagaimana sistem percaya terbentuk, bagaimana mereka beroperasi dan
bagaimana mereka berubah. Norman memiliki pribadi mengalami pentingnya sistem
keyakinan: "kunjungan singkat saya ke ini telah memberikan kesan dengan
berapa banyak struktur kepercayaan saya sendiri yang tersembunyi terkait
pengaruh murni inferensi logis saya, proses memori, dan interaksi sosial. Saya
menduga bahwa kita akan menemukan bahwa lebih dari perilaku kita dengan
ditentukan, tidak kurang. Sejauh keyakinan bisa disamakan dengan harapan,
penelitian seperti Bandura telah membuat keuntungan substansial dalam
menentukan pentingnya keyakinan dalam hidup seseorang, tetapi kata Norman,
masih banyak yang harus dilakukan.
2.
Kesadaran.
3.
Pembangunan
Seperti Piaget,
Norman percaya bahwa proses informasi anak-anak dan orang dewasa berbeda karena
skema yang berbeda yang tersedia untuk mereka.
4.
Emosi
Banyak yang percaya
bahwa emosi manusia merupakan evolusi dari sisa-sisa waktu sebelumnya, ketika
perilaku emosional berhubungan dengan kelangsungan hidup, dan bahwa bagi
manusia modern, emosi tidak relevan atau bahkan gangguan. Norman, berpendapat
bahwa emosi memainkan peranan penting dalam perdagangan kami dengan lingkungan
dan dia menempatkan mereka antara sistem peraturan dan sistem kognitif. Model
ini akan menjelaskan mengapa, ketika kita memiliki pengalaman atau pikiran yang
tidak kondusif untuk kelangsungan hidup, kita mengalami emosi negatif seperti
marah, kecemasan, depresi, atau kebencian.
Bagi Norman,
penting untuk mempelajari bagaimana pengalaman kognitif kita dilukis oleh sikap
emosi: "Dan apa peran emosi dalam studi kognisiInteraksi
5.
Interaksi
Manusia adalah
organisme social. Banyak studi proses kognitif telah mempelajari orang yang
terisolasi. Banyak studi kelompok interaktif adalah dinamika situasi, atau
aspek perilaku kelompok. Untuk pengetahuan saya, sedikit yang telah dilakukan
untuk menggabungkan upaya ini, untuk menguji proses kognitif individu seperti
yang biasa digunakan dalam pengaturan interaktif. Namun, karena modus normal
untuk manusia adalah untuk berinteraksi, studi tentang memori bahasa dan
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam isolasi alamat hanya satu
bagian dari mekanisme kognisi manusia.
6.
Bahasa dan persepsi
Menurut Norman
adalah bahwa bahasa dan persepsi banyak menerima perhatian. Bahkan ada
kecenderungan untuk menyamakan ilmu kognitif dengan kajian dua topik. Norman
merasa bahwa ini adalah kesalahan, karena pemahaman lengkap tentang kognisi
manusia akan datang hanya ketika sifat dan pengaruh faktor seperti keyakinan,
kesadaran, interaksi sosial, budaya, emosi, belajar, dan memori itu dipahami.
Ini dan faktor lain, semua berinteraksi sebagai proses informasi manusia, dan
jika menekankan pada beberapa saja dan mengabaikan yang lain maka itu adalah
sebuah kesalahan
7.
Belajar.
Norman tidak
menganggap baik sebagian besar teori-teori belajar dibahas dalam teks ini.
"Psikolog mengembangkan teori global perilaku manusia dan hewan, sering dibangun
seperti pembelajaran prinsip-prinsip dasar sebagai hukum akibat sifat asosiatif
belajar dan memori. Semuanya telah datang untuk berpikir.
8.
Memori
Norman mengingatkan
kita tentang memori, Jangan terkesan oleh semua yang mungkin diketahui tentang
psikologi memori. Memory memiliki beberapa teka-teki lainnya. Kami menyadari
arti kata-kata dalam persepuluh detik (seperti dalam membaca), kamu dapat
mengambil jam atau hari untuk mengambil salah satu dari kata-kata ketika kita
mencari itu untuk digunakan dalam kalimat. Dan apa itu yang menjaga memopry
mencari hal itu beberapa jam atau hari, sedangkan hasil pikiran sadar ke arah
yang lain, ketika kebutuhan untuk kata mungkin telah lama berlalu? Peristiwa
terkini mengingatkan pengalaman sebelumnya, tidak selalu dalam model yang
jelas. Ini adalah pernyataan yang diterima dengan baik memori asosiatif, bahwa
struktur memori tersebut akan disusun dalam beberapa jaringan bentuk, konsep,
prototipe, frame, unit, skrip.
9.
Kinerja
Masalah-masalah
kinerja yang nyata, mereka membutuhkan pemahaman tentang isu-isu kecanggihan
komputasi yang cukup, dan mereka berinteraksi dengan persepsi dan proses
berpikir secara mendasar. Mungkin untuk mengatakan bahwa banyak pengetahuan
kita tentang dunia berada dalam pengetahuan kita tentang prosedur yang
berinteraksi dengan dunia, bahwa skema motor persepsi-kognitif adalah memori
kesatuan konstruksi, dan pemisahan satu dari yang lain menghancurkan
keseluruhan.
10.
Skill
Norman percaya
bahwa ada perbedaan baik kuantitatif dan kualitatif, antara seseorang yang
hanya kompeten dalam tugas dan seseorang yang ahli. Ahli melakukan dengan
kasus, secara otomatis dan tanpa kesadaran akan kegiatan yang terlibat dalam
kinerja tugas. Perbedaan utama antara individu-individu yang terampil dan tidak
terampil tidak hanya dicatat dan dipelajari.
11.
Pemikiran
Norman berpendapat
bahwa terlalu banyak waktu dan energi yang telah dihabiskan belajar murni,
proses berpikir abstrak. Sebagai contoh, beberapa psikolog, bahwa proses
informasi manusia sebagai perangkat komputasi untuk tujuan umum. Pandangan ini
menekankan kemampuan memecahkan masalah umum dan meminimalkan strategi
pemecahan masalah yang berasal dari pengalaman lingkungan tertentu. Norman
mengatakan, "Saya percaya bahwa penekanan terlalu banyak telah diberikan kepada
sifat formal kemungkinan penalaran manusia, tidak cukup untuk informal,
pengalaman berdasarkan model penalaran.
g.
Aplikasi Teori Pemrosesan Informasi dalam Pendidikan.
Aplikasi pendekatan
pemrosesan informasi dalam pendidikan memandang guru sebagai pembimbing
kognitif untuk tugas akademik dan murid sebagai pelajar yang berusaha memahami
tugas- tugasnya. Murid merupakan seseorang yang memainkan peran aktif dalam
perkembangan mereka. Webteaching merupakan salah satu aplikasi teori Norman
dalam pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif.
Webteaching
merupakan suatu prosedur menata urutan isi bidang studi yang dikembangkan
dengan menampilkan pentingnya peranan struktur isi bidang studi yang akan
dipelajarai. Pengetahuan baru yang akan dipelajari secara bertahap harus
diintegrasikan dengan struktur pengetahuan yang telah dimiliki.
h.
Evaluasi Teori Pemrosesan Informasi Donald A. Norman.
KontribusiSelama
bertahun-tahun diyakini bahwa proses kognitif terlalu misterius atau tidak
dapat diakses untuk dipelajari secara ilmiah. Akan tetapi, dengan teori
pengolahan informasi ini, maka menunjukkan bahwa keyakinan ini adalah tidak
benar. Pendekatan proses informasi menyediakan kerangka kerja di mana proses
kognitif yang kompleks dapat dipelajari secara sistematis dan objektif.
Pendekatan proses
informasi, khususnya yang disajikan oleh Norman, mendorong sintesis dari banyak
atrmibut (sifat) manusia. Sebagai contoh, Norman menekankan fakta bahwa
perilaku manusia adalah hasil dari interaksi merangsang kondisi saat ini,
kenangan pengalaman masa lalu, emosi, kepercayaan, sikap, pengaruh budaya dan
sosial, dan interaksi sesama manusia. Menurut Norman, untuk benar-benar
mengerti mengapa manusia bertindak seperti yang mereka lakukan, kita harus
memahami bagaimana variabel ini dan lainnya berinteraksi satu sama lain.
7.
TEORI ELABORASI REIGELUTH
Pendekatan
elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan paradigma pembelajaran
yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa sebagai kebutuhan baru
dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran. Dari pikiran Reigeluth lahirlah
desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan pengurutan materi yang dapat
meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung teori ini juga menekankan
pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi, ringkasan, dan sintesis yang
membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori ini pun memberikan perhatian
pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran psikomotor. Ide dasarnya
adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual dalam urutan pengetahuan dan
keterampilan yang berasimilasi.
Menurut
Reigeluth (1999), teori elaborasi mengandung beberapa nilai lebih, seperti di
bawah ini :
1. Terdapat
urutan pembelajaran yang mencakup keseluruhan sehingga memungkinkan untuk
meningkatkan motivasi dan kebermaknaan.
2. Memberi
kemungkinan kepada pelajar untuk mengarungi berbagai hal dan memutuskan urutan
proses belajar sesuai dengan keinginannya.
3. Memfasilitasi
pelajar dalam mengembangkan proses pembelajaran dengan cepat.
4. Mengintegrasikan
berbagai variabel pendekatan sesuai dengan desain teori.
Teori elaborasi mengajukan
tujuh komponen strategi yang utama, yaitu :
Teori Elaborasi pengajaran
dikemukakan Reigeluth dan Stein (1983) mengunakan tujuh komponen strategi,
yaitu:
1. Urutan
Elaboratif
Urutan elaboratif didefenisikan sebagai suatu cara
untuk menyederhanakan urutan yang kompleks diamana pelajaran yang pertama
melambangkan ide-ide dan keterampilan yang mengikuti. Urutan
elaboratif memiliki dua hal yang ada didalamnya yaitu : (1) Ide umum yang
digambarkan tidak hanya meringkas ide yang ada. (2) Penggambaran (epitomize)
dilakukan berdasarkan pada tipe materi tunggal.
Penggambaran menyajikan bagian kecil ide yang
telah dipelajari dalam kelas, menyajikannya secara konkrit, penuh arti, pada
tingkat aplikasi. Dengan memperhatikan tipe materi tunggal, proses epitomizing
dilakukan dengan salah satu dari tiga tipe materi : konsep, prosedur, dan prinsip.
Konsep adalah
sekumpulan objek, peristiwa, simbol yang mempunyai karakter pasti. Mengetahui
konsep berarti dapat mengidentifikasi, mengenal, mengklasifikasikan,
menggambarkan sesuatu. Prosedur adalah kumpulan tindakan yang berpengaruh pada
sesuaatu yang dicapai. Prinsip adalah mengenal hubungan antara perubahan pada
sesuatu dan perubahan pada yang lain. Hal ini juga dinamakan hipotesa,
proposisi, aturan, hukum tergantung jumlah bukti kebenarannya. Dari tiga tipe
materi ini dipilih yang paling penting untuk mencapai tujuan umum dalam kelas.
Untuk selanjutnya rangkaian elaborasi mempunyai karakterisasi : konseptual
organisasi, prosedur organisasi, teori organisasi. Esensi proses epitomizing
memerlukan:
1) Menyeleksi
salah satu tipe materi sebagai materi organisasi ( konsep, prinsip, prosedur )
2) Membuat daftar
pada materi organisasi yang telah dipelajari dalam kelas.
3) Menyeleksi
beberapa materi organisasi yang lebih mendasar, sederhana, dan fundamental.
4) Menyajikan ide
pada tingkatan aplikasi
2. Urutan Prasyarat
Belajar
Prasyarat
belajar didefenisikan sebagai struktur yang menunjukkan konsep-konsep yang
harus dipelajari sebelum konsep lain dipelajari. Rangkaian prasyarat belajar
berdasarkan pada struktur belajar, atau hirarki belajar. Struktur belajar
adalah struktur yang menunjukkan fakta atau ide yang harus dipelajari sebelum
mendapatkan ide yang baru. Hal itu menunjukkan adanya prasyarat pada suatu ide.
Prasyarat belajar dapat dianggap sebagai komponen kritis pada suatu
masalah/ide. Komponen kritis pada prinsip tersebut adalah : konsep dan
perubahan hubungan .
a)
Komponen kritis pada konsep
adalah :
1. Mengenal atribut
2. Hubungan
diantaranya.
b)
Komponen kritis pada prosedur
adalah
1. Langkah yang
digunakan dalam deskripsi yang lebih detil pada tindakan
2. Langkah yang
digunakan dalam konsep yang berhubungan dengan tindakan
3. Ringkasan /
Rangkuman
Rangkuman
merupakan tinjauan kembali terhadap materi yang telah dipelajari untuk
mempertahankan retensi. Fungsi rangkuman untuk memberikan pernyataan singkat
mengenai materi yang telah dipelajari dan contoh-contoh acuan yang mudah
diingat untuk setiap konsep. Didalam pembelajaran sangat penting untuk meninjau
secara sistimatik apa yang telah dipelajari. Meringkas adalah komponen
strategi yang memberikan:
1. Pernyataan
singkat pada tiap masalah/ide dan fakta yang telah dipelajari
2. Contoh
referensi untuk setiap masalah//ide
3. Beberapa
diagnose, tes praktek untuk diri sendiri untuk tiap masalah / ide
Ada dua
macam ringkasan dalam teori elaborasi : 1) Ringkasan
internal, yang datang pada setiap akhir pelajaran dan
ringkasan hanya dari ide dan fakta yang telah dipelajari .2) ringkasan
eksternal, ringkasan dari semua fakta dan ide yang
telah dipelajari sepanjang dalam kumpulan materi pelajaran yang dipelajari
siswa.
4. Sintesa.
Sintesa adalah
komponen teori elaborasi yang berfungsi menunjukkan kaitan-kaitan di antara
konsep-konsep, kumpulan prosedur, atau kumpulan prinsip. Dalam pembelajaran
sangat penting menggabungkan dan menghubungkan materi/ide yang yang telah
dipelajari seperti :
a. Memberikan
macam-macam pengetahuan yang bernilai kepada pelajar .
b. Memberikan
fasilitas pengertian yang mendalam
pada individu melalui perbandingan dan
perbedaan.
c. Menambah efek
motivasi dan keberartian pada pengetahuan baru.
d. Menambah
ingatan dengan menambah kreasi yang berhubungan pengetahuan baru
dan diantara pengetahuan baru dengan siswa
yang relevan dengan pengetahuan sebelumnya.
5. Analogi
Analogi
adalah komponen strategi yang penting dalam pembelajaran
karena ini akan membuat lebih mudah untuk mengerti masalah/ide baru
dengan menghubungkannya dengan masalah atau ide yang sudah dikenal. Analogi
menggambarkan kesamaan antara beberapa masalah/ide baru dengan yang sudah
dikenal diluar materi yang diajarkan. Analogi menolong ketika ada masalah/ide
yang sukar untuk dimengerti, dengan menghubungkan materi yang sukar dan
belum kita kenal ke pengetahuan yang sudah dikenal tetapi diluar materi yang
diajarkan.
6. Strategi kognitif
Pembelajaran
akan lebih efektif untuk memperluas kebutuhan siswa yang sadar atau tidak sadar
menggunakan strategi kognitif yang relevan, karena bagaimana proses pemberian
input pada siswa merupakan rangkaian yang penting dalam proses belajar.
Strategi kognitif kadang-kadang dinamakan kecakapan umum yang meliputi
kecakapan belajar dan kecakapan berfikir yang dapat digunakan secara menyeluruh
pada materi, seperti mengkreasikan mental image dan mengenal analogi. Strategi
kognitif dapat dan harus diaktifkan selama pembelajaran. Strategi ini meliputi
pembelajaran dengan menggunakan gambar, diagram, mnemonic, analogi, dan
peralatan yang mendorong siswa untuk berinteraksi dengan materi tertentu.
7. Kontrol Belajar.
Kontrol belajar
mengacu pada kebebasan pebelajar dalam melakukan pilihan dan pengurutan
terhadap materi pembelajaran. Siswa diberi kebebasan dalam hal seleksi dan
mengurutkan :
a. Materi yang
telah dipelajari
b. Peringkat
yang akan dipelajari
c. Komponen
strategi pembelajaran yang diseleksi dan urutan yang digunakan
d. Strategi kognitif
khusus siswa yang mengerjakan ketika berhubungan
dengan pembelajaran.
Semua
strategi itu harus berlandaskan pada materi dalam bentuk konsep, prosedur, dan prinsip. Hal itu
terkait erat dengan proses elaborasi yang berkelanjutan, melibatkan siswa dalam
pengembangan ide atau keterampilan dalam aplikasi praktis. Strategi ini memungkinkan
siswa untuk menambahkan sendiri ide dalam menguatkan pengetahuannya.
APLIKASI TEORI ELABORASI
Teori elaborasi merupakan perluasan dari karya Ausubel
dan Bruner yang memberikan hasil yang lebih stabil dalam pembentukan
struktur kognitif, dan karenanya retensi dan transfer yang lebih baik,
meningkatkan motivasi pelajar melalui penciptaan konteks belajar bermakna, dan
penyediaan informasi tentang konten yang memungkinkan control pelajar. Teori
elaborasi berlaku untuk desain pembelajaran untuk domain kognitif. Kerangka
teoritisya telah diterapkan ke sejumlah pengaturan dalam pendidikan tinggi dan
pelatihan. Teori belajar ini diterapkan dalam model pembelajaran elaborasi yang
telah banyak digunakan dalam proses pembelajaran.
8.
ANALISIS TUGAS DARI GOPPER
a.
Jenis-Jenis Analisa Tugas
Analisis tugas adalah suatu proses
mengkaji seorang manusia dalam melaksanakan tugas, apa saja peralatan yang
mereka gunakan, dan hal-hal yang apa saja yang perlu mereka ketahui. Memeriksa
tugas-tugas user untuk mengetahui dengan baik apa yang dibutuhkan user dari
interface yang mereka rancang dan bagaimana mereka akan menggunakannya.
1) Komponen :
Aktivitas, Artifak dan Hubungan
2) Fokus Analisis
Tugas : Fokus pada lingkungan
3) Input dan Output :
Pengumpulan Data dan Reprentasi Data
4) Dokumentasi
5) Interview :
Terstruktur, Tidak Terstruktur dan Semi Struktur
6) Observasi : Merekam
apa yang terjadi, Mencatat bagian-bagian yang di anggap penting
7) Reprentasi Data :
Daftar, Ringkasan dan Naratif
8) Contoh
Pengelompokkan Tugas : Fixed Sequence, Optinal Tasks, Waiting Events, Cycles,
Time Sharing, Discreationary
b. Teknik (pendekatan) untuk analisa
tugas / Jenis-jenis
1)
Dekomposisi tugas, memilah tugas ke sub-tugas beserta urutan pelaksanaannya
2)
Teknik berbasis pengetahuan, melihat apa yang harus diketahui oleh user tentang
objek dan aksi yang terlibat dalam tugas dan bagaimana pengetahuan itu
diorganisasikan
3)
Analisa berbasis relasi-entitas, pendekatan berbasis objek, dimana penekanannya pada
identifikasi aktor dan objek, relasi dan aksi yang dilakukan. Analisa tugas
dikhususkan untuk mengenali kepentingan user. Beberapa aspek analisa tugas
sangat mirip dengan model kognitif berorientasi-goal. Analisa tugas cenderung
lebih melihat pada apa yang harus dilakukan oleh user sedangkan pada model
kognitif lebih melihat pada proses kognitif internal seseorang dalam melakukan
pekerjaannya (internal mental state), maka granularitasnya
biasanya lebih kecil dibandingkan analisa tugas.
c. Sumber & Penggunaan Informasi
Analisis tugas memungkinkan kita
membuat suatu struktur data mengenai tugas, dan hasilnya akan baik jika
didukung oleh sumber data yang baik pula. Proses analisis data tidak
semata-mata mengumpulkan, menganalisis, mengorganisasikan data dan
mempresentasikan hasil, namun kadangkala kita harus kembali melihat sumber data
tersebut dengan pertanyaan dan padangan baru. Pada prakteknya, keterbatasan
waktu dan biaya menyebabkan seorang analis berusaha mengumpulkan data yang
relevan secepat dan seekonomis mungkin. Bahkan jika dimungkinkan, seorang
analis harus dapat memaksimumkan penggunaan sumber informasi murah yang sudah
ada sebelum melakukan pengumpulan data yang memakan biaya.
Berikut ini adalah beberapa sumber
informasi yang dapat diper gunakan untuk membuat analisis tugas :
1.
Dokumentasi
Sumber data yang mudah didapat adalah dokumentasi yang
telah ada di organisasi seperti buku manual, buku instruksi, materi training
dan lain sebagainya. Dokumen-dokumen ini umumnya berfokus pada item tertentu
dalam suatu peralatan atau software komputer. Dokumen manual peralatan tertentu
misalnya, mungkin hanya memberikan informasi mengenai fungsi dari peralatan
tersebut tidak bagaimana peralatan tersebut digunakan dalam pengerjaan suatu
tugas. Selain itu juga mungkin terdapat dokumen peraturan perusahaan dan
deskripsi tugas yang memberikan informasi mengenai tugas tertentu dalam konteks
yang lebih luas. Namun perlu diperhatikan, dokumentasi jenis ini
hanya memberitahukan bagaimana seharusnya suatu pekerjaan dilakukan bukan bagaimana sebenarnya seseorang melakukan pekerjaan tersebut.
hanya memberitahukan bagaimana seharusnya suatu pekerjaan dilakukan bukan bagaimana sebenarnya seseorang melakukan pekerjaan tersebut.
2.
Observasi
Observasi langsung baik secara formal maupun informal
perlu dilakukan jika seorang analis ingin mengetahui kondisi dari pengerjaan
tugas. Hasil observasi dan dokumentasi yang ada dapat digunakan untuk analisis
sebelum memutuskan untuk melakukan pengumpulan data dengan tehnik lain yang
memakan biaya. Observasi dapat dilakukan di lapangan atau dalam sebuah
laboratorium. Jika observasi dilakukan di lapangan analis dapat mengetahui
kondisi yang sebenarnya dari proses pengerjaan tugas. Sebaliknya, pada
observasi yang dilakukan di labor atorium, analis dapat dapat lebih
mengendalikan lingkungan dan umumnya tersedia fasilitas yang lebih baik.
Observasi juga dapat dilakukan secara aktif dengan memberikan pertanyaan atau
secara pasif dengan hanya memperhatikan obyek ketika sedang bekerja.
3.
Wawancara
Bertanya pada seorang yang ahli pada bidang tugas yang
akan dianalisis seringnya merupakan cara langsung yang cepat untuk mendapatkan
informasi mengenai suatu tugas. Ahli tersebut bisa saja si manager, supervisor,
atau staf yang memang mengerjakan tugas tersebut. Wawancara kepada ahli
sebaiknya dilakukan setelah observasi. Hasil observasi dapat direfleksikan
dengan wawancara untuk mengetahui perilaku atau kondisi yang diinginkan dan
tidak diinginkan.
4.
Analisis Awal
Setelah data diperoleh dari beberapa sumber seperti
buku manual, observasi maupun wawancara, maka detail analisis dengan berbagai
metode yang ada dapat mulai dilakukan. Untuk tahap awal, dapat dilakukan dengan
mendaftar obyek dan aksi dasar. Cara mudah yang dapat ditempuh adalah dengan
menelusuri dokumen-dokumen yang ada dan mencari kata benda yang akan menjadi
obyek, serta kata kerja yang akan menjadi aksi. Namun hal ini tidaklah
selamanya cukup. Tidak mudah mengenali posisi obyek dan aksi tersebut dalam
dokumen terutama untuk obyek atau aksi yang dijelaskan secara implisit.
5.
Pengurutan dan Klasifikasi
Ada beberapa tehnik untuk membuat klasifikasi dan
pengurutan entri berdasarkan beberapa atribut. Beberapa analis melakukan
pengurutan dan klasifikasi sendiri, namun ada juga yang dibantu oleh ahli
berdasarkan bidang analisis.