Kamis, 20 Maret 2014

PAI LENGKAP



A.      Manusia makhluk Allah yang paling sempurna
Menurut Fathuddin Ja’far, MA dalam bukunya SEI Empowernment Road to the Great Success dikatakan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti Malaikat, Iblis, Hewan, dsb.
Sedangkan Iblis adalah makhluk Allah yang paling hina, karena orientasi hidupnya terfokus pada kerusakan dan penyesatan manusia dari jalan yang lurus. Kemuliaan Malaikat adalah karena mereka tidak putus-putusnya bertasbih dan memuji kebesaran Tuhan-Nya. Lain lagi dengan hewan. Hewan adalah makhluk yang tidak punya akal dan perasaan seperti manusia. Desain dan struktur tubuhnya sangat jauh berbeda dibandingkan dengan tubuh manusia, akan tetapi memiliki nafsu atau syahwat makan, minum dan biologis seperti manusia. Karena syahwat hewaniyahnya yang mendominasi dan menggerakkan hidupnya maka setiap saat hidup hewan hanya untuk memenuhi syahwat makan dan syahwat biologis Sebab itu, hewan tidak Allah pilih menjadi Khalifah-Nya di atas bumi.
Adapun kemuliaan manusia bermula ketika Allah berkehendak menjadikan Adam sebagai Khalifah-Nya di atas muka bumi dengan misi ibadah kepada-Nya. Kehendak Allah menjadikan manusia sebagai Khalifah-Nya di bumi itu tentunya berdasarkan ilmu dan perencanaan-Nya yang sangat matang. Sebab itu, ketika para malaikat mempertanyakan rencana Allah tersebut, Allah menjawabnya: “Sungguh Aku mengetahui apa yang kalian tidak ketahui.” (QS. Al-Baqarah : 30   
 Kesempurnaan tersebut bukan karena subyektivitas Tuhan Pencipta yang Maha Kuasa atas segala makhluk-Nya, melainkan berdasarkan standar ilmiyah terkait dengan rancangan penciptaan yang sangat sempurna baik fisik maupun non fisik seperti akal, qalbu (hati), tanpa kehilangan syahwat dan nafsu hewaniyahnya, demikian juga gerak mekanik seluruh tubuhnya yang demikian indah dan dinamis. Dengan demikian, manusia dianugerahkan berbagai kelebihan, dan kelebihan-kelebihan tersebut tidak diberikan Allah kepada makhluk lain selain manusia dan telah pula menyebabkan mereka memperoleh kemuliaan-Nya. Allah menjelaskan di dalam firmanya Q,S al-isra’:70                                      
وَلَقدْكَرَّمْنَابَنِيْ اَدَ مَ وَحَمَلْنَحُمْ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِوَرَزَ قْنَحُمْ مِنَ الطَّيِّبَتِ
وَفَضَّلْنَحُمْ عَلَى كَثِيْرٍمِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً{ عل اثرء: }
Artinya:“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al Isra’ : 70)
Namun demikian, kemulian manusia erat kaitannya dengan komitmen mereka menjaga kelebihan-kelebihan tersebut dengan cara menggunakannya secara optimal dan seimbang sesuai dengan kehendak yang telah dirancang Tuhan Pencipta.Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna selama mereka dapat memanfaatkan secara optimal tiga anugerah keistimewaan / kelebihan yang mereka miliki yakni, Spiritual, Emotional, dan Intellectual dalam diri mereka sesuai misi dan visi penciptaan meraka. Namun apabila terjadi penyimpangan misi dan visi hidup, mereka akan menjadi makhluk paling hina, bahkan lebih hina dari binatang dan Iblis bilamana mereka kehilanan control atas ketiga keistimewaan yang mereka miliki. Penyimpangan misi dan visi hidup akan menyebabkan derajat manusia jatuh di Mata Tuhan Pencipta.
Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya Q,S al-A’raf: 179
وَلَقَدْزَرَاْنَالِجَحَنَّم
كَشِيْرًامِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ  ,  لَحُمْ قُلُوْبٌ لَّاَيَفْقَحُوْ نَ بِحَ ,    وَلَحُمْ اَعْيُنٌ لاَّيُبْصِرُوْ نَ بِحَ
وَلَحُمْ اَذَانُ لَّاايَسْمَعُوْنَ بِحَا , اُولَإكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ حُمْ اَضَلُّ  , اُولَإِكَ حُمُ الْغَفِلُوْ نَ (العحز ف79 )
 Artinya:“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk manusia (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf : 179)
B.       Kebutuhan manusia akan pedoman hidup
Pedoman dibutuhkan oleh manusia  sebagai petunjuk bagaimana cara yang terbaik untuk mencapai tujuan hidup , dan allah telah menurunkan al-qur’an melalui malaikat jibril untuk manusia yang akan manjadi pedoman atau petunjuk bagi manusia itu sendiri. Turunnya petunjuk dari Sang Pencipta itu sudah merupakan bukti betapa besarnya kasih sayang allah kepada kita semua. Kita diberi petunjuk atau pedoman agar kita tidak tersesat jalan, agar kita dapat mencapai tujuan yang telah digariskan-Nya, manusia diciptakan untuk beribadah hanya kepada Allah.
 Alangkah ruginya jika kita mencari pedoman lain, yang pasti tidak akan dapat memberi petunjuk yang benar untuk apa kita diciptakan, bagaimana cara hidup yang benar, dan kemana tujuan akhir kita. Mari kita tanamkan Al Qur’an dalam diri kita, dan kemudian kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari tanpa keraguan sedikitpun. Mari kita isi otak  dan hati kita dengan AL Qur’an,  niscaya kita termasuk orang-orang yang beruntung, amin..Menganut agama adalah hal yang paling penting yang harus dilakukan setiap individu dalam menjalani hidup. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat informasi yang menjelaskan bahwa Agama merupakan sistem yang mengatur kepercayaan dan tata cara beribadah kepada Tuhan yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antar manusia dan lingkungannya.
Berikut penjelasan mendetail mengenai 4 alasan yang disebutkan diatas yang di dapatkan dari salah satu thread di kaskus:
1.        Agama Sumber moral
Bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama. Agama menjadi sumber moral, karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta karena adanya perintah dan larangan dalam agama.
2.        Agama Petunjuk Kebenaran
Agama sangat penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal dicari-carioleh manusia sejak dulu kala dengan ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama adalah petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Itulah agama islam!
3.        Agama Sumber Informasi Metafisika
Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama tau iman, dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib ini dalam batas-batas yang dianggap perlu telah menerangkan perkara yang gaib tersebut melalui wahyu atau agama-Nya. Dengan demikian agama adalah sumber infromasi tentang metafisika, dan karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat mengetahui persoalan metafisika. Dengan agamalah dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan alam barzah, alam akhirat, surga dan neraka, Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan karena itu sangat dibutuhkan), karena manusia dengan akal, dengan ilmu atau filsafatnya tidak sanggup menyingkap rahasia metafisika. Hal itu hanya dapat diketahui dengan agama, sebab agama adalah sumber informasi tentang metafisika.
4.        Agama pembimbing rohani bagi manusia
Dengan sabdanya ini Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman bersyukur kepada Allah pada waktu memperoleh sesuatu yang menggembirakan dan tabah atau sabar pada waktu ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Bersyukur di kala sukadan sabar di kala duka inilah sikap mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh orang beriman. Dengan begitu hidup orang beriman selalu stabil, tidak ada goncangan-goncangan, bahkan tenteram dan bahagia, inilah hal yang menakjubkan dari orang beriman seperti yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup seluruhnya serba.





BAB III
 AGAMA ISLAM DAN RUANG LINGKUP AJARANNYA

A.      Pengertian islam
v  Etimologi
Berdasarkan ilmu bahasa (Etimologi) kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Sedangkan muslim yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh, dan tunduk kepada Allah s.w.t
v   Terminilogi
Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Islam merupakan ajaran yang lengkap , menyeluruh dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Islam juga merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub, Nabi Musa, Nabi Sulaiman, Nabi Isa as. Dan nabi-nabi lainnya.
B.       Ruang Lingkup Ajaran Islam
Ruang lingkup ajaran islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak
1)        Aqidah         
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar.
2)        Syari’ah
Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an dan sunnah Rasululah Saw.
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari 
·            Munakahat (perkawinan), termasuk di dalamnya soal harta waris (faraidh) dan wasiat
·            Tijarah (hukum niaga) termasuk di dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang, wakaf.
·            Hudud dan jinayat keduanya merupakan hukum pidana islam
Hudud ialah hukum bagi tindak kejahatan zina, tuduhan zina, merampok, mencuri dan minum-minuman keras. Sedangkan jinayat adalah hukum bagi tindakan kejahatan pembunuhan, melukai orang, memotong anggota, dan menghilangkan manfaat badan, dalam tinayat berlaku qishas yaitu “hukum balas”
·            Khilafat (pemerintahan/politik islam)
·            Jihad (perang), termasuk juga soal ghanimah (harta rampasan perang) dan tawanan).
3)        Akhlak atau etika
Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam yang mengatur tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran”. Akhlak ini meliputi akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri, kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim.
Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin, 1975 : 3)
Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang melakukannya  dengan sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk.
Etika harus dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum dibiasakan bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan etika makan dan minum sejak kecil akan berdampak setelah dewasa. Sama halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan dibiasakan menggunakan berpakaian berciri  khas perempuan seperti jilbab sedangkan laki-laki memakai kopya dan sebagainya. Islam sangat memperhatikan etika berpakai sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Ahsab di atas.
C.      Klasifikasi Agama dan Agama Islam
Ditinjau dari sumbernya, agama dibagi 2 yaitu:
Agama wahyu (revealed religion) disebut juga dengan agama langit yang artinya agama yang diterima oleh manusia dari Allah Sang Pencipta melalui malaikat jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh Rasul-Nya kepada umat manusia.
 Agama wahyu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.         Agama wahyu dapat dipastikan kelahirannya. Pada waktu agama wahyu disampaikan malaikat (Jibril) kepada manusia pilihan yang disebut utusan atau Rasul-Nya, pada waktu itulah agama wahyu lahir.
2.         Agama tersebut disampaikan kepada manusia melalui Utusan atau Rasul Allah.
3.         Memiliki kitab suci yang berisi himpunan wahyu yang diturunkan oleh Allah.
4.         Ajaran agama wahyu mutlak benar karena berasal dari Allah yang Maha Benar, Maha Mengetahui segala-galanya.
5.         Sistem hubungan manusia dengan Allah dalam Agama wahyu, ditentu kan sendiri oleh Allah dengan penjelasan lebih lanjut oleh Rasul-Nya.
6.         Konsep ketuhanan agama wahyu adalah monoteisme murni sebagai- mana yang disebutkan dalam ajaran agama langit itu.
7.         Dasar-dasar agama wahyu bersifat mutlak, berlaku bagi seluruh umat manusia.
8.         Sistem nilai agama wahyu ditentukan oleh Allah sendiri yang diselaras- kan dengan ukuran dan hakikat kemanusiaan.
9.         Agama wahyu menyebut sesuatu tentang alam yang kemudian dibuktikan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan(sains) modern.
10.     Melalui agama wahyu Allah memberi petunjuk, pedoman, tuntunan dan peringatan kepada manusia dalam pembentukan insan kamil, yakni manusia yang sempurna, manusia baik yang bersih dari noda dan dosa.

Agama budaya (cultural religion) disebut juga dengan agama bumi yang artinya bersandar semata-mata kepada ajaran seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan dalam berbagai aspeknya secara mendalam.
Ciri-cirinya adalah:
1.         Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya
2.         Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan (Rasul)
3.         Umumnya tidak memiliki kitab suci
4.         Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiran penganutny
5.         Konsep ketuhanannya: dinamisme, animisme, politheisme.
 Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa dan keadaan.
Perbedaan ke2 agama ini dikemukakan Al Masdoosi dalam Living Religious of the World sebagai berikut:
a)         Agama wahyu berpokok pada konsep keesaan Tuhan, sedangkan agama budaya tidak demikian
b)        Agama wahyu beriman kepada Nabi, sedangkan agama budaya tidak
c)         Agama wahyu sumber utamanya adalah kitab suci yang diwahyukan, sedangkan agama budaya kitab suci tidak penting
d)        Semua agama wahyu lahir di Timur Tengah, sedangkan agama budaya lahir di luar itu.
e)         Agama wahyu lahir di daerah-daerah yang berada di bawah pengaruh ras simetik
f)          Agama wahyu memberikan arah yang jelas dan lengkap baik spiritual maupun material, sedangkan agama budaya lebih menitik beratkan aspek spiritual saja.
g)        Ajaran agama wahyu jelas dan tegas, sedangkan agama budaya kabur dan elastis.
Sebagai contoh agama yang masuk ke dalam kelompok agama wahyu adalah : Islam, Yahudi dan Nasrani. Sedangkan kelompok agama budaya contohnya adalah Kong Hu Cu, Budha dan Hindhu. Islam sebagai agama wahyu, tentunya jika kesepuluh tolok ukur di atas diterapkan kepada agama Islam, hasilnya adalah sebagai berikut :
1.         Agama Islam dilahirkan pada tanggal 17 Ramadhan tahun Gajah, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M.
2.         Disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai utusan Allah.
3.         Meimiliki kitab suci Alquran yang memuat asli semua wahyu yang diterima oleh Rasul-Nya selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah dan kemudian di Madinah.
4.         Ajaran Islam mutlak benar karena berasal dari Allah yang Maha Benar dan Maha Mengetahui segala sesuatu.
5.         Sistem hubungan manusia dengan Allah disebutkan dalam Alquran, dijelaskan dan dicontohkan pelaksanaannya oleh Rasul-Nya.
6.         Konsep Ketuhanan Islam adalah tauhid, monoteisme murni, ke Esaan Allah, esa dalam Zat, esa dalam sifat , esa dalam perbutan dan seterusnya.
7.         Dasar-dasar agama Islam bersifat fundamental dan mutlak, berlaku untuk seluruh umat manusia di manpun dia berada.
8.         Nilai-nilai terutama nilai-nilai etika (akhlak) dan estetika (keindahan) yang ditentukan oleh Agama Islam sesuai dengan fitrah manusia dan kemanu siaan.
9.         Soal-soal alam (semesta) yang disebutkan dalam Agama Islam yang dahulu diterima dengan keyakinan saja, kini telah banyak dibuktikan kebenarannya oleh sains modern.
10.     Bila petunjuk, pedoman dan tuntunan serta peringatan agama Islam dilaksanakan dengan baik dan benar akan terbentuk insan kamil, manusia sempurna.


BAB IV
PERAN AGAMA

A.       Peran agama islam dalam menentramkan bati dan membawa kedamaian
Bagi jiwa yang sedang gelisah, agama akan memberi jalan dan siraman penenang hati. Tidak sedikit kita mendengar orang yang kebingungan dalam hidupnya selama ia belum beragama, tetapi setelah mulai mengenal dan menjalankan agama, ketenangan jiwa akan datang. Misalnya seorang kaya yang mempunyai kedudukan yang menentukan dalam masyarakat dan instansinya. Hidupnya senang, tidak pernah kekurangan apapun dalam kehidupannya. Kelihatannya ia sangat bahagia dalam hidup ini, anak-anak dan istrinyapun demikian. Kemudian pada saat-saat terjadinya sorotan-sorotan tajam dari luar, karena situasi dalam negara telah berubah, mulailah kegembiraannya berkurang. Di rumah ia sering marah, di kantorpun ia tak pandai lagi bergurau seperti biasa. Lama-kelamaan ia mulai menderita berbagai macam-macam penyakit, kadang-kadang tidak bisa buang air besar, kadang-kadang rasa pusing yang terus menerus selama beberapa hari, dan akhirnya ia jatuh sakit yang berat yang sukar untuk diobati.
Dari contoh di atas, menunjukkan bahwa subyek merasa agak goyang dalam kedudukannya, juga telah meningkat usia hampir pensiun. Ia sangat gelisah mengingat umurnya telah lanjut. Segala fasilitas yang sekarang  ada tidak lama lagi akan lenyap. Ia belum mempunyai pegangan jiwa, belum menganut sesuatu agama dengan keyakinan, karena selama ini ia merasa bahwa agama itu kurang begitu penting dalam hidup. Ia lebih bingung lagi memikirkan anak-anaknya yang telah mulai remaja.
Karena bingung dan gelisah itu, mulailah ia diajak oleh teman-temannya untuk mendengarkan pengajian, di mana diuraikan oleh guru-guru yangbaik betapa pentingnya agma bagi seseorang. Lama-kelamaan ia mulai sadar bahwa ia perlu beragama secara aktif, kesadarannya itu telah menolongnya dalam menentramkan jiwanya.
B.       Peran agama islam dalam membawa kedamain
Sebelum kita meneliti apa peran yang dapat dimainkan oleh agama-agama terkemuka dalam membawakan perdamaian bagi manusia di semua bidang kehidupannya, kita perlu memeriksa dahulu peran agama bersangkutan dalam penciptaan perdamaian di antara para penganut aliran-aliran yang terdapat dalam dirinya disamping kemungkinannya untuk hidup damai dengan yang lainnya. agama seharusnya memainkan peran utama dalam penciptaan kedamaian, menghapuskan kesalahpahaman di antara pengikut berbagai sekte dan agama, menghidupkan kesantunan dan mengembangkan prinsip tidak saling mengganggu. Tetapi kalau dalam hal menciptakan kekacauan, pertumpahan darah dan menimbulkan penderitaan, ternyata agama merupakan kekuatan yang sangat besar dan dinamis yang tidak bisa diabaikan sama sekali. Tidak mungkin perdamaian dunia bisa dicapai tanpa memperhatikan masalah pokok ini dan memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Sepanjang sejarah Islam dipenuhi dengan episoda-episoda menyedihkan dimana Islam sebagai agama perdamaian digunakan sebagai alasan untuk menghancurkan kedamaian dari para penganutnya yang tidak bersalah, hanya karena mereka juga meyakini Islam tetapi tidak dari sudut pandang mereka yang ingin memaksakan kehendaknya. Adalah suatu kenyataan dalam sejarah bahwa Islam telah disalahgunakan untuk menyiksa umat Muslim sendiri. Perang jihad yang dilakukan umat Muslim terhadap Pasukan Salib tidak ada artinya dibanding “jihad” yang dikobarkan di antara sesama Muslim selama empatbelas abad terakhir ini.
Dalam agama Nasrani, penyiksaan umat Nasrani oleh Nasrani lainnya sepertinya tertimbun tidak nampak di bawah remah-remah sejarah Amerika dan Eropah. Tetapi kalau kita pelajari pergolakan politik keagamaan di Irlandia, baru nampak wujudnya. Begitu juga terlihat adanya bahaya potensial perseteruan antar sekte di dalam agama Nasrani di bagian lain dunia yang sekarang ini disibukkan oleh perseteruan dan dendam lainnya. Berkaitan dengan hubungan antar agama, kerusuhan Hindu dan Muslim di India atau Muslim dan Nasrani di Nigeria dan permusuhan Yahudi dan Muslim di Timur Tengah disamping regasnya pertalian politik dan ekonomi yang mendasari hubungan antar Yahudi dan Nasrani, semuanya menggambarkan bahaya laten yang sementara tenang seperti gunung berapi di kedalaman dunia keagamaan. Dengan demikian patut ditekankan reformasi sikap dalam menangani masalah-masalah tersebut.
Rekapitulasi daripada pendekatan Islam dalam mengatasi masalah-masalah itu dapat  disimpulkan sebagai :
1.        Semua agama di dunia, terlepas apakah mereka mengakui Islam atau tidak, harus mematuhi prinsip dasar Islam yang tidak mengizinkan penggunaan paksaan dengan cara apa pun sebagai instrumen untuk penyelesaian perselisihan antar sekte dan antar agama. Kebebasan memilih agama, kemerdekaan dalam pengamalan, pengembangan dan pelaksanaan, kebebasan untuk tidak mempercayai lagi atau beralih kepercayaan, merupakan kebebasan yang harus dilindungi secara mutlak.
2.        Walaupun agama lainya tidak sepaham dengan konsep Islam mengenai kebenaran universal atau bahkan mereka yang memiliki sudut pandang Yahudi, Nasrani, Budha, Konghucu, Hindu, Zarathustra dan lain-lain menganggap agama lainnya sebagai palsu dan bukan datang dari Tuhan, semua agama seharusnya mematuhi prinsip yang dianut Islam dalam hal menghormati semua Pendiri dan para wujud suci agama masing-massing. Yang jelas mereka tidak harus mengkompromikan prinsip-prinsip mereka sendiri. Masalahnya semata-mata bersangkutan dengan hak azasi manusia. Adalah hak setiap manusia bahwa kepekaan dan sentimen keagamaannya tidak diganggu atau dirusak.
3.        Perlu kiranya diingat bahwa prinsip di atas tidak boleh dipaksakan pelaksanaannya berdasarkan hukum nasional atau pun internasional. Harus dipahami bahwa berkaitan dengan prinsip di atas maka setiap hujatan tidak harus dibalas dengan hukuman buatan manusia melainkan cukup dikemukakan dan dicegah dengan cara membangun opini publik bahwa tindakan seperti itu adalah tidak sopan dan menjijikkan.
4.        Konferensi antar agama menurut pola sebagaimana diperkenalkan oleh Jemaat Ahmadiyah di penghujung abad ini, perlu digalakkan dan dikembangluaskan. Inti pati daripada konferensi demikian dapat disimpulkan berdasarkan karakterisitik berikut :
a)         Semua pembicara diberikan keleluasaan penuh guna mengemukakan semua sisi positif dan menarik dari kepercayaan mereka masing-masing tanpa menjelek-jelekkan agama lainnya.
b)        Para pembicara dari suatu agama patut pula kiranya mencoba mencari sisi-sisi baik dari agama lainnya, mengutarakannya dan menjelaskan mengapa ia terkesan karenanya.
c)         Pembicara dari masing-masing agama sewajarnya menghormati keagungan dan kebaikan sifat para pemimpin agama lainnya. Sebagai contoh, seorang pembicara Yahudi bisa berbicara mengenai sifat-sifat menonjol dari Nabi Muhammad s.a.w. yang bisa dipahami oleh semua manusia tanpa harus mengkom¬promikan kepercayaan agamanya sendiri. Begitu juga dengan seorang pembicara Muslim yang dapat berbicara mengenai Krishna, pembicara Hindu mengemukakan mengenai Jesus Kristus, pembicara Budha mengenai Nabi Musa a.s. dan lain-lainnya. Pada tahun tigapuluhan, konferensi demikian diselenggarakan oleh Jemaat Ahmadiyah untuk memperbaiki hubungan Hindu - Muslim di India.
d)        Tanpa berprasangka pada apa yang dikemukakan di titik c.) di atas, kesucian dialog keagamaan di antara berbagai sekte dan kepercayaan harus dijaga. Pertukaran pendapat antar agama jangan sampai dikutuk karena ini merupakan sabotase pada kedamaian umat beragama. Adalah tehnik dialog yang keliru yang patut disalahkan dan bukan dialognya itu sendiri. Kebebasan aliran pendapat merupakan salah satu hak azasi manusia yang paling mendasar. Kebebasan ini tidak boleh dikompromikan sama sekali.
e)         Guna mempersempit jurang perbedaan dan memperbesar kemungkinan kesepakatan, perlu diberikan batasan agar perdebatan dengan penganut agama lain mengikuti prinsip bahwa semua agama ditelaah sampai ke sumbernya. Al-Quran menyatakan bahwa semua agama mempunyai sumber yang sama. Pernyataan itu merupakan kebijakan yang patut diteliti dan diekplorasi oleh semua agama demi kemaslahatan mereka sendiri mau pun kemanusiaan secara keseluruhan.
5.        Patut dikembangkan kerjasama di bidang-bidang yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Seperti proyek-proyek kemanusiaan atau philantropis yang dikerjakan bersama oleh penganut-penganut Islam, Hindu, Nasrani, Yahudi dan lain-lain.
Hanya dengan cara demikian kita bisa mengharapkan terciptanya impian Utopia para pemikir dan wali-wali di masa lalu yaitu mempersatukan manusia dalam semua aktivitas kemanusiaannya di bawah satu bendera, baik di bidang keagamaan, sosial, ekonomi atau politik atau apa pun yang mempunyai arti.
C.       Peranan Agama Dalam Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan sehari-hari dapat disaksikan dengan jelas perbedaan orang yang beragama (yang menjalankan ajaran agam dengan baik) dengan orang yang hidupnya jauh dari ikatan agama. Pada wajah orang-orang yang menjalankan ajaran agama dengan baik nampak tanda-tanda ketenangan batin, tidak mudah cemas dalam menghadapi persoalan hidup dan tindakannya tidak merugikan orang lain. Sebaliknya orang yang lepas dari tatanan agama, biasanya ia mampu bersikap tenang hanya pada waktu segalanya berjalan dengan baik dan menyenangkan. Akan tetapi bila keadaan mulai berubah, ia akan merasa panik dan cemas. Ada yang sampai terganggu kesehatannya ataupun melakukan sesuatu yang merugikan dirinya maupun orang lain. Pada garis besarnya peranan agama dalam kehidupan manusia ada tiga, yaitu:
a.         Menjadi pembimbing dalam hidup
Sikap seseorang dalalm hidup ini dipengaruhi oleh kepribadian dirinya. Dan kepribadian itu adalah kumpulan dari pengalaman, pendidikan dan keyakinan (agama) yang tertanam sejak awal. Dari unsur-unsur diatas faktor keyakinan atau agama paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan kepribadian seseorang. Bila agama sudah ditanamkan sejak awal maka akan membentuk sikap dari dalam diri secara otomatis, sehingga dalam menghadapi segala persoalan hidup ia selalu bersandar kepada ajaran agama yang diyakininya. Ia akan rajin berbuat baik karena ia sadar bahwa hal itu sesuai dengan perintah agama yang diyakininya dan akan menjauhi perbuatan yang tidak baik, karena ia sadar bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran agama.

b.         Menjadi penolong dalam menghadapi kesulitan
Bagi orang yang beragama dengan baik tidak akan mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan. Ia menyadari bahwa kesulitan itu adalah bagian dari hidup ini, yang merupakan cobaan dari tuhan, karenanya ia sering meminta pertolongan kepadaNya, bersamaan dengan sikap sabar dan keyakinan bahwa tuhan akan memberikan jalan keluar yang terbaik untuknya Orang yang beragama dengan baik selalu mengingat:
1.    Allah tidak akan membebani (memberi cobaan) diluar kemampuan hambanya (surat Al-Baqarah ayat: 25)
2.    Dibalik kesulitan ada kemudahan (surat An-Nasroh ayat: 6)
3.     Kedekatan dengan allah akan mendapat jalan keluar dari kesulitan (surat Al-Qalaq ayat: 123)
4.    Siapa yang benar-benar bertaqwa kepada allah akan diberiNya jalan keluar(dari kesulitan) dan akan diberiNya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.

c.         Untuk menentramkan batin
Orang yang beragama dengan baik selalu merasakan seolah-olah tuhan itu dekat dengan dirinya, sehingga ia merasa yakin senantiasa ditolong karena itu jiwanya menjadi tenang. Agama yang dapat berperan seperti itu hanyalah agama islam, sesuai dengan firman allah dalam al-qur’an yang artinya “sesungguhnya agama yang diakui allah hanyalah islam” dan “siapa yang mencari agama lain selain islam, maka tidak akan diterima dan diakhirat ia akan rugi” Islam terbagi menjadi tiga, yaitu:
1.    Aqidah (keimanan) Iman kepada allah Iman kepada rasul Iman kepada malaikat Iman kepada hari kiamat Iman kepada kitab-kitab allah Iman kepada ketentuan allah
2.    Syari’ah (hokum atau peraturan) Hubungan manusia dengan allah Hubungan manusia dengan manusia.
3.    Akhlak Kepada allah Kepada rasul Kepada diri sendiri Kepada ibu dan bapak Kepada keluarga Kepada sesama muslim Kepada non muslim kepada mahluk lain.

Ø  Peranan  Agama
1.    Faktor motifatif, yang mendorong, mendasari dan melandasi cita-cita dan amal perbuatan manusia.
2.    Faktor kreatif, mendorong manusia untuk berkreasi baru.
3.    Faktor sublimatif , yang mengkuduskan perbuatan manusia
Faktor Integratif, agama dapat memadukan segenap kegiatan manusia baik sebagai individu / anggota masyarakat.









BAB V
SUMBER HUKUM AJARAN ISLAM

A.       Al Quran
v  Pengertian Al Quran
Sebagaimana telah disinggung sebelum ini tentang sumber dalil dalam hukum Islam, maka Al Quran merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam.
Al Quran yang berasal dari kata qara’a yang dapat diartikan dengan membaca, namun yang dimaksud dengan Al Quran dalam uraian ini ialah,”kalamullah yang diturunkan berperantarakan ruhul amin kepada Nabi Muhammad saw. Menjadi ibadah bagi siapa yang membacanya, ia ditulis di atas lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah dan di akhiri dengan surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian. Sebagaimana telah disebutkan bahwa sedikitpun tidak ada keraguan atas kebenaran dan kepastian isi Al Quran itu, dengan kata lain Al Quran itu benar-benar datang dari Allah. Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung di dalam Al Quran merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Banyak ayat-ayat yang menerangkan bahwa Al Quran itu benar-benar datang dari Allah.
Ditinjau dari sudut tempatnya, Al Quran turun di dua tempat yaitu:
1)      Di Mekkah atau yang disebut ayat makkiyah. Pada umumnya berisikan soal-soal kepercayaan atau ketuhanan, mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, ayat-ayatnya pendek dan ditujukan kepada seluruh ummat. Banyaknya sekitar 2/3 seluruh ayat-ayat Al Quran.
2)      Di Madinah atau yang disebut ayat madaniyah. Ayat-ayatnya panjang, berisikan peraturan yang mengatur hubungan sesama manusia mengenai larangan, suruhan, anjuran, hukum-hukum dan syari’at-syari’at, akhlaq, hal-hal mengenai keluarga, masyarakat, pemerintahan, perdagangan, hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan sebagainya.

v  Mu’jizat Al Quran
Al Quran memiliki mu’jizat-mu’jizat yang membuktikan bahwa ia benar-benar datang dari Allah SWT. Menurut Mana’ Qattan di dalam buku Mabahits Fi Ulumil Quran menyebutkan bahwa Al Quran memilki mujizat pada 4 bidang yaitu:
1)        Pada lafadz dan susunan kata. Pada zaman Rasulullah Syair sangat trend pada saat     itu maka Al Quran turun dengan kata-kata dan susunan kalimat yang maha puitis, sehingga Al Quran memastikan bahwa tak ada seorangpun yang dapat membuat satu surah sekalipun semisal Al Quran. Seperti yang termaktub dalam surah Al Isra ayat 88, Hud ayat 13-14, Yunus ayat 38 dan Al Baqarah ayat 23.
2)        Pada keterangannya, selain pada kata-katanya Al Quran juga memiliki mujizat pada artinya yang membuka segala hijab tentang hakikat manusiawi.
3)        Pada ilmu pengetahuan. Di dalam terdapat sangat banyak pengetahuan baik hal yang zahir maupun yang gaib, baik masa sekarang maupun yang akan datang.
4)        Pada penetapan hukum. Peraturan yang ada di dalam Al Quran bebas dari kesalahan karena ia berasal dari Tuhan Yang Maha Tahu atas segala ciptaanNya.

v  Fungsi Al Quran
Al Quran pertama kali turun di Gua Hira surah Al Alaq ayat 1-5 dan terakhir kali turun surah al Maidah ayat 3. Al Quran terdiri dari 30 juz, 144 surah, 6.326 ayat, 324.345 huruf . al quran berfungsi sebagai:
1.         Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
2.         Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
3.         Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10: 37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
4.         Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
5.         Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
6.         Sebagai pemberi kabar gembira
7.         Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
8.         Sebagai peringatan
9.         Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
10.     Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
B.       As-sunah atau Hadits
Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Rasul SAW, baik berupa perkataan, perbuatan dan penetapan pengakuan. Hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alqur’an yang kurang jelas atau sebagai penentu beberapa hukum yang tidak terdapat pada Al-Qur’an.
As-sunnah dibagi menjadi 4 macam yaitu;
1.         Sunnah qauliyah yaitu semua perkataan Rasulullah SAW
2.         Sunnah fi’liyah yaitu semua perbuatan Rasulullah SAW
3.         Sunnah taqririyah yaitu penetapan dan pengakuan Nabi terhadap pernyataan dan pengakuan Nabi ataupun perbuatan orang lain
4.         Sunnah hammiyah yaitu sesuatu yang telah dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan.

a)      Macam-macam As-Sunnah
Ø  Ditinjau dari Kualitasnya. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'
1)    Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.    Sanadnya bersambung;
2.    Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
3.    Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.
2)    Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
3)    Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
4)    Hadits Maudu, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya
5)    dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

Ø  Ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya
1)   Mutawatir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
2)   Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir
3)   Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.

Ø  Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
1)   Maqbul, yang diterima.
2)   Mardud, yang ditolak.

b)     Kedudukan As-Sunnah:
1)   Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an
2)   Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al-Mujadilah, 58: 5)
3)   Menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang beriman (QS. An-Nisa’, 4: 65)

C.      Sumber Pelengkap Ar-Ra’yu (Ijtihad)
 Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalamberibadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Macam bentuk ijtihad antara lain :

1.    Ijma'

Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

2.    Qiyâs

Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya
Beberapa definisi qiyâs (analogi)
1.    Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
2.    Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya.
3.    Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).

3.    Istihsân

Beberapa definisi Istihsân
1.    Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
2.    Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya
3.    Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
4.    Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5.    Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya.

4.    Maslahah murshalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.

5.    Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.

6.    Istishab

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya,

7.    Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.












BAB VI
PENGERTIAN, DASAR, DAN TUJUAN AKIDAH AKHLAK

A.       Pengertian Akidah Akhlak
Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً] artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat.
Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [خلق] jamaknya  [أخلاق] yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.
B.       Dasar Akidah Akhlak
Dasar aqidah akhlak adalah ajaran Islam itu sendiri yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Al Qur’an dan Al Hadits adalah pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia. Dasar aqidah akhlak yang pertama dan utama adalah Al Qur’an dan. Ketika ditanya tentang aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah berkata.” Dasar aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur’an.”
Islam mengajarkan agar umatnya melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Ukuran baik dan buruk tersebut dikatakan dalam Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap muslim.
Dalam Surat Al-Maidah ayat 15-16 disebutkan yang artinya “Sesungguhnya telah datang kepadamu rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan dan banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahayadari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan izinNya, dan menunjuki meraka ke jalan yang lurus.”
Dasar aqidah akhlak yang kedua bagi seorang muslim adalah AlHadits atau Sunnah Rasul. Untuk memahami Al Qur’an lebih terinci, umat Islam diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan dimengerti oleh setiap umat Islam (orang muslim).
C.      Tujuan Akidah Akhlak
Aqidah akhlak harus menjadi pedoman bagi setiap muslim. Artinya setiap umat Islam harus meyakini pokok-pokok kandungan aqidah akhlak tersebut. Adapun tujuan aqidah akhlak itu adalah:
1)        Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang sejak lahir. Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Sejak dilahirkan manusia terdorong mengakui adanya Tuhan. Firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 172-173 yang artinya “Dan (Ingatlah), ketika Tuhanmu menguluarkan kehinaan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu? “, mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami jadi saksi” (Kami lakukan yang demikian itu), agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan tuhan)” atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” Dengan naluri ketuhanan, manusia berusaha untuk mencari tuhannya, kemampuan akal dan ilmu yang berbeda-beda memungkinkan manusia akan keliru mengerti tuhan. Dengan aqidah akhlak, naluri atau kecenderungan manusia akan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dapat berkembang dengan benar.
2)        Aqidah akhlak bertujuan pula membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia. Seseorang muslim yang berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika berhubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk lainnya serta dengan alam lingkungan. Oleh karena itu, perwujudan dari pribadi muslim yang luhur berupa tindakan nyata menjadi tujuan dalam aqidah akhlak.
3)        Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan. Manusia diberi kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau pikiran-pikiran yang semata-mata didasarkan atas akal manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, akal pikiran perlu dibimbing oleh aqidah akhlak agar manusia terbebas atau terhindar dari kehidupan yang sesat.
v  Syari’at Islam
Syariat Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim mahupun bukan Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebahagian penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
v  Sumber Hukum Islam

1)        Al-Qur'an

Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah sumber hukum Islam yang pertama kerana merupakan firman Allah yang disampaikan pada Nabi Muhammad SAW. Kerana tidak semuanya dinyatakan secara zahiriah, terdapat pelbagai tafsiran tentang isi-isi Al-Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.

2)        Hadis

Hadis adalah seluruh perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad yang kemudian dijadikan sumber hukum. Fungsi hadis antara lain:
·       Mempertegas hukum dalam Al-Qur'an
·       Memperjelas hukum dalam Al-Qur'an
·       Menetapkan hukum yang belum ada di Al-Qur'an

3)        Ijma'

Ijma' (إجماع) maknanya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama Islam berasaskan al-Quran dan Hadis dalam suatu perkara yang terjadi.

4)        Qiyas

Qiyas (قياس) ialah proses taakulan berasaskan analogi daripada nass atau perintah yang diketahui untuk perkara-perkara baru. Qiyas menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya berasaskan perkara terdahulu yang memiliki kesamaan dari segi sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek lain sehingga dihukumi sama.

5)        Ijtihad

Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah wafat sehingga tidak boleh langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun hal-hal ibadah tidak boleh diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad adalah:
·       Ijma', kesepakatan para ulama
·       Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
·       Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
·       'Urf, kebiasaan.
v  Tasawuf Dalam Dunia Islam
1)        Pengertian Tasawuf
Menurut Bahasa:
1.        Shafa (suci)
2.        Shuf (bulu domba)
3.         Shaff (barisan)
4.         Shuffah (tempat duduk)
5.         Shaufanah (buah-buahan kecil yang mempunyai banyak bulu)
6.         Theosopil (theo=Tuhan   shopos=nikmat)
7.         Shaufah (terpilih/terbaik)
Menurut Istilah:
Tasawuf adalah  sekelompok pada masa Rasulullah SAW yang berdiam diri di serambi-serambi masjid hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Pengertian menurut terminologis:
Menurut Ibrahim Basyuni mengklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
1.         Al-Bidayah
Al-Bidayah mengandung arti bahwa secara fitri sadar mengakui adanya realitas mutlak yang menguasai manusia, elemen ini biasanya disebut kesadaran tasawuf.

2.         Al-Mujahadah        
Berarti tahap perjuangan tasawuf. Hal ini mengandung arti bahwa makhluk dan realitas mutlak memiliki jarak yang sangat jauh, maka diperlukan sebuah perjuangan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
3.          Al-Mazaqat
Menunjukkan bahwa telah dapat mendekatkan jarak dengan realitas mutlak, maka para sufi dapat berkomunikasi dengan realitas mutlak sedekat mungkin. Tahap ini biasa disebut pengalaman atau penemuan mistik.
2)        Karakteristik Tasawuf
Secara khusus dijelaskan bahwa seseorang yang mempelajari tasawuf harus mempelajari karakteristik yaitu:
a)         Berdasarkan Syari’at (Fiqih)
Syari’at (fiqih) merupakan pintu gerbang menuju tasawuf, sebagaimana di katakan: “Barangsiapa yang mendalami tasawuf tanpa fiqih, maka dia adalah zindik, yaitu seperti muslim tapi ajaran kafir.” Imam Malik berkata, “Barangsiapa yang hanya mempelajari fiqih tanpa tasawuf, maka dia fasik.” Tetapi jika digabungkan kedua-duanya maka itulah kebenaran yang hakiki dan para ulama’ sufi berpendapat bahwa ajaran yang benar jika berdasarkan fiqih dan tasawuf.
b)        Mendahulukan ilmu sebelum ibadah
Imam Al-Ghazali: “Sebelum seseorang memperbanyak ibadah ia harus terlebih dahulu mempelajari ilmunya.” Demikian juga seseorang yang ingin mendalami tasawuf, maka ia mempelajari ilmu keislaman lainnya seperti Fiqih, Tafsir, Hadits, dan Akhlak.
c)         Memperbanyak ibadah
Ibadah merupakan sarana untuk latihan spiritual (mujahadah, riyadhah) zahiriyah, berdzikir, berwirid, dan bermunajat. Dikatakan oleh salah satu tokoh sufi menegaskan bahwa, “Baragsiapa yang bersungguh-sungguh memperbaiki dirinya dengan ibadah, maka Allah akan menghiasi hatinya dengan mujahadah (hatinya yakin terhadap Allah).
d)        Mempelajari akhlak
Memperbaiki akhlak selama orang itu mempelajari tasawuf, dengan kata lain seluruh sifat buruk yang ada pada dirinya harus dibuang dan digantinya membiasakan dengan seluruh sifat perbaikan seperti yang di contohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
3)        Maqamat Sebagai Upaya Peningkatan Akhlak
Tujuan tasawuf adalah berada sedekat mungkin dengan Allah dengan mengenalnyasecara langsung dan tenggelam dalam keMaha Esaan-Nya yang mutlak. Dengan kata lain bahwa sufi adalah seorang yang ego kepribadiannya sudah lebur dalam pelukan keabadian Allah, sehingga semua rahasia yang membatasi dirinya dengan Allah terasingkan/kasayap. Untuk mencapai tujuan seorang sufi, harusmenjalani latihan spiritual yang panjang yaitu melalui tahapan-tahapan kesufian menuju Allah SWT yang disebut “MAQAMAT.”
Para ulama’ atau sufi banyak yang berbeda pendapat mengenai pengategorikan susunan tahapan atau maqamat ini, seperti Abu Nasr As saraj mengemukakan ada 7 fungsi yang harus ditempuh oleh seorang sufi, hal ini berbeda dengan Abu Bakar yang menyebutkan sampai 40 maqamat yang harus ditempuh oleh seorang sufi.
4)        Maqamat Dalam Tasawuf
Maqamat dalam bahasa Arab berarti tempat orang berdiri atau pangkat mulia. Sedangkan menurut istilah maqamat yaitu jalan yang ditempuh sufi untuk berada dekat dengan Allah SWT.
Adapun Maqamat dalam tasawuf yaitu:
1)        Zuhud
Zuhud dalam bahasa artinya menghindari, meninggalkan, atau menjauhi. Adapun tingkatan zuhud yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
2)        Taubat
Taubat berasal dari kata thaba-yathubu-thaubatan, yang artinya kembali. Taubat menurut istilah yaitu menninggalkan perbuatan dosa/salah dan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan salah/dosa tersebut (Taubatan Nasuha).
3)        Wara’
Yaitu memelihara diri dari hal-hal yang syubhat, lebih-lebih yang haram.
4)        Kefakiran
5)        Sabar
6)        Tawakkal
7)        Ridha

5)        Pembagian Tasawuf:
Menurut para ahli sufi membagi tasawuf menjadi  3 bagian.
1)        Tasawuf Falsafi
Yaitu tasawuf yang menggunakan pendekatan dengan menggunakan rasio akal pikiran. Tasawuf ini menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filosof. Seperti filsafat tentang Tuhan, manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan.
2)        Tasawuf Akhlaqi
Yaitu tasawuf yang menggunakan akhlak yang terdiri dari takhalli.
3)        Tasawuf Amali
Yaitu tasawuf yang menggunakan amaliah wirid yang selanjutnya mengambil bentuk tarekat.
Dengan mengamalkan tasawuf, baik yang bersifat falsafi, akhlaki, maupun amali seseorang dengan sendirinya akan berakhlak baik. Perbuatan itu ia lakukan dengan sengaja, sadar, pilihan sendiri dan bukan karena terpaksa. Ke-3 macam tasawuf tersebut bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji.
Tujuan tasawuf adalah untuk memperoleh suatu hubungan yang khusus dengan Allah. Hubungan yang di maksud adalah mempunyai makna dengan penuh kesadaran bahwa manusia sedang berada di hadirat Allah SWT. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Allah. Hal ini dapat di lakukan manusia dengan cara mengasingkan diri. Keberadaan manusia yang dekat dengan Allah akan berbentuk ittihad (bersatu) dengan Tuhan.
6)        Ajaran Pokok Dalam Tasawuf
a)        Syari’at
Syari’at berarti ajaran tentang bagaimana jalan yang harus di tempuh muslim, yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits.
b)        Tarekat
Tarekat ialah jalan atau petunjuk dalam melakukan suatu peribadatan dengan ajaran-ajaran yang telah di tentukan dan di contohkan Nabi SAW serta di kerjakan baik oleh sahabat maupun tabi’in turun temurun sampai kepada guru-guru atau ulama’-ulama’ sambung menyambung dan rantai berantai sampai pada masa kita ini.
c)         Hakekat
Hakekat di bagi menjadi 2 yaitu hakekat tasawuf dan hakekat ma’rifat.
d)        Ma’rifat
Ma’rifat ialah pengenalan dengan sesuatu, yakni merupakan ujung segala perjalanan dari ilmu pengetahuan. 
v  FILSAFAT    
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep  mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

Ø  Etimologi

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan  dari bahasa Arab  فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani: Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. atau filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda  juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".

Ø  Klasifikasi

Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah, filsafat bisa dibagi menjadi: filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah. Sementara, menurut latar belakang agama, filsafat dibagi menjadi: filsafat Islam, filsafat Budha, filsafat Hindu, dan filsafat Kristen.

Ø  Filsafat Barat

Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu, yaitu: Metafisika, Epistemologi, Aksiologi, Etika atau filsafat moral, Estetika.

Ø  Filsafat Timur

Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

Ø  Filsafat Timur Tengah

Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafah mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf  Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa.
Nama-nama beberapa filsuf  Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dan Averroes.

Ø  Filsafat Islam

Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.

Ø  Filsafat Kristen

Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya.
Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura.

Ø  Munculnya Filsafat

Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Buku karangan plato yg terkenal adalah berjudul "etika, republik, apologi, phaedo, dan krito".























BAB VII
POLITIK AGAMA

A.      Politik dalam Islam
Islam mengandung ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi islam yang komprehensip dan mencabut akar dokrin islam yang sangat pundamental, yakni akhlak politik.Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan. Al-mawardi, ahli politik islam klasik terkemuka (w. 975 M) merumusskan syarat-syarat seorang politis sebagai berikut:
1.         Bersifat dan berlaku adil
2.         Mempunyai kapasitas intelektual dan wawasan luas
3.         Professional
4.         Mempunyai visi yang jelas
5.         Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat
Politik dalam islam menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syariat Allah melalui system kenegaraan dan pemerintahan. Ia bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut islam yang syumul melalui 1 institusi yang mempunyai syasiah untuk menerajui dan melaksanakan undang-undang. Pengertian ini bertepatan dengan firman allah yang mafhunnya: “Dan katakanlah ya Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara yang baik dan keluarkan aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepada ku dari pada sisimu kekuasaan yang menolong.’ (Al Isra: 80).
Asas-asa system politik islam ialah:
1.         Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam system politik islam hanyalah hak mutlak Allah. Tidak mungkin ianya menjadi milik siapapun selain Allah dan tidak ada siapapun yang memiliki suatu kebahagiaan daripadanya.
Firman Allah yang mafhumnya: 
“Dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya.” (Al-Furqan: 2) “Bagi-Nya segala puji di dunia dan di akhirat dan bagi-Nya segala penentuan (hukum) dan kepada-Nya kamu dikembalikan.” (Al-Qasas : 70) “ Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah SWT.
2.         Risalah
Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh islam sebagai sunan al huda atau jalan hidayah. Jalan kehidupan mereka berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan daripada Allah untuk diri mereka dan juga untuk umat- umat mereka. Para rasul ssendiri yang menyampaikan hukum- hukum Allah dan syari’at- syari’at nya kepada manusia.
Dalam sistem politik islam, Allah SWT telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah SAW. Manusia di wajibkan tunduk kepada perintah- perintah Rasulullah SAW dan tidak mengambil selain daripada Rasullah SAW untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah yang mafhumnya “ Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu maka tinggalkanlah.”(Al Hasyr:7 ). “ Dan kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk di taati dengan seizin Allah.”(An Nisa :64).
3.         Khalifah
Khilafah yang berarti perwakilan. Dengan pengertian ini, ia bermaksud bahwa kedudukan manusia di atas muka bumi ialah sebagai wakil Allah. Ini juga bermaksud bahwa di atas kekuasaan yang telah diamanahkan kepadanya oleh Allah, maka manusia dikehendaki melakssanakan Undang-undang Allah dalam batas-batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia hanya khalifah atau wakil allah yang menjadi pemilik yang sebenarnya. Firman allah yang mafhumnya: “ingatlah ketika tuhan mu berfirman kepada malaikat: sesungguhnya aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Al-Baqarah : 30). “kemudian kami jadikan kamu khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya kami memperhatikan bagaimana berbuat.
B.       Pembaharuan dalam islam
Istilah “Pembaharuan  Pemikiran Islam” di Indonesia telah merupakan trade mark yang menempel pada nama Nurcholish Madjid (NM). Meskipun Harun Nasution (HN) mempunyai gagasan serupa, label lebih sering diberikan kepada NM. Inti pembaharuan pemikiran yang ditawarkan NM adalah liberalisasi dan sekularisasi pemikiran Islam, sedangkan HN membawa ide rasionalisasi pemahaman Islam. Evaluasi dan kritik ini diharapkan dapat ditanggapi dalam amosfir ilmiyah dengan kesadaran akan perlunya mengembangkan sikap “keterbukaan” dan sikap pendewasaan intelektual demi membangun peradaban Islam. Ini sejalan dengan apa yang sering disampaikan NM sendiri bahwa “kita harus belajar mengkritik dan menerima kritik”.
Perjalanan awal gagasan pembaharuan NM dimulai dari pidatonya di Taman Ismail Marzuki tahun pada 2 januari 1970 berjudul Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan, dan pada tanggal 13 Januari 1972, berjudul Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan di Kalangan Umat Islam Indonesia. Inti dari gagasan yang disampaikan itu dapat disarikan dalam beberapa poin:
a)         Kondisi Ummat Islam
Ketika NM mengungkapkan gagasan “pembaruannya” itu ummat Islam
Indonesia baru melalui masa-masa pergumulan ideologi yang sangat keras di era Orde Lama dan masuk kedalam era Orda Baru. Namun, di era Orde Baru ternyata umat Islam harus menghadapi masalah yang lain yaitu progam de-politisasi. Nampaknya kekuatan ideologis umat Islam dengan partai politiknya Masyumi dianggap “membahayakan”  tatanan politik Orde Baru dan diupayakan agar tidak menjadi kekuatan yang menyaingi ideologi negara. Upaya-upaya penggembosan dilakukan dengan berbagai macam cara. Dalam kondisi seperti ini NM menyatakan bahwa:    Gambaran NM tentang penolakan umat terhadap partai Islam merupakan diskripsi yang tidak valid, sebab kekalahan partai-partai Islam waktu itu bukan karena rendahnya minat ummat Islam untuk memperjuangkan Islam lewat partai politik, tapi karena sistim politik yang tidak memberi kesempatan umat Islam untuk bersaing secara terbuka.
Terbukti pada era reformasi dimana bangsa Indonesia mengenyam euforia kebebasan berpolitik partai-partai berasas Islam memperoleh suara yang cukup signifikan. Jika asumsi NM itu valid, maka semestinya kondisi ini berkembang hingga zaman reformasi. Tapi perkembangan yang terjadi justru “Islam Yes Partai Islam Yes”. Ini berarti umat Islam masih berpandangan bahwa berislam adalah juga berpartai politik.
Selain kondisi politik NM juga menyoroti kondisi pemikiran umat Islam. Dalam hal ini ia mengidentifikasi problem umat Islam kedalam 2 hal:
1. Umat Islam sekarang ini lebih mementingkan jumlah daripada mutu atau kuantitas daripada kualitas.
2. Kelumpuhan ummat Islam akhir-akhir ini disebabkan, antara lain, oleh kenyataan bahwa mereka cukup rapat menutup mata terhadap cacat-cacat yang menempel pada tubuhnya.
    Yang pertama tidak ada penjelasannya, namun nampaknya masih dalam konteks dan bahasa politik. Yang kedua mengasumsikan kondisi umat Islam yang tertutup untuk menerima perubahan. Namun sayang, NM tidak memberi penjelasan secara lebih rinci atau contoh kongkrit dari dua variable kondisi pemikiran umat Islam tersebut. Karena gambaran kondisi yang seperti itulah maka NM mengidamkan terjadinya dinamisme dalam tubuh umat Islam. Dinamisme itu menurutnya tercipta dengan pembaharuan ide-ide.

b)        Gagasan Pembaruan dan Liberalisasi
Karena kecenderunganya yang revelusioner itu maka pendekatan dan oritentasi pembaharuan yang dicanangkan NM akhirnya tidak berpijak pada tradisi intelektual Islam. Ia menyatakan :
Apa yang ia maksud dengan “nilai-nilai tradisional” adalah orientasi kemasa lampau dan bernostalgia yang berlebihan. NM menghendaki agar oritentasi ke masa lampau itu dilepaskan atau dihilangkan. Namun ia tidak memberi alternatif apa pijakan kita untuk memahami Islam jika tanpa melihat masa lampau? Disini pendekatan NM jelas bertentangan dengan motto pesantren yang berbunyi  “a-muhafazatu ala al-qadim al-salih wa al-akhdhu bi al-jadid al-aslah“, (menjaga [tradisi] lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik).
Kemudian maksud dari kata-kata “berorientasi ke masa depan” ternyata adalah liberalisasi dan obyek yang diliberalkan itu adalah “ajaran-ajaran Islam”, bukan nilai-nilai tradisional yang disebutkan sebelumnya.
Jadi gagasan pertama pembaruan NM adalah liberalisasi, oleh sebab itu konsepnya berbeda dari tajdid. Poinnya masih senafas dengan sekularisme yaitu dichotomic, artinya memisahkan masalah dunia dan akherat. Alasannya yang digunakan adalah agar manusia dalam kehidupannya di dunia bebas memilih, dan tetap bertanggung jawab kepada Tuhan. Sepintas nampak adanya integrasi antara hubungan manusia-dunia dan manusia Tuhan. Namun pada baris-baris berikutnya ia menyatakan bahwa sekularisasi adalah “desakralisasi terhadap segala sesuatu selain hal-hal yang benar-benar bersifat ilahiyah yaitu dunia”. Ini sejatinya tidak berbeda dari semangat modernisme yang programnya adalah menghilangkan spiritualisme dan menggantinya dengan rasionalisme.
c)         Kebebasan Berfikir
Sejalan dengan gagasan pembaharuan dengan liberalisasi pemikiran maka NM mencanangkan gagasan kebebasan berfikir. Disini ia merujuk Pondok Modern Darussalam Gontor sebagai lembaga pendidikan Islam yang liberal. Ini tidak benar. Motto kebebasan berfikir di Gontor merujuk kepada pengertian Islam, dan tidak kepada pengertian liberal. Dalam motto itu syarat untuk bisa befikiran bebas adalah akhlaq mulia (berbudi tinggi), badan yang sehat dan ilmu yang tinggi (berpengatahuan luas). Tanpa akhlaq dan pengetahuan kebebasan akan menjadi liar. Bebas dalam pengertian Gontor tidak sampai kepada pemikiran yang meninggalkan tradisi atau yang mempersoalkan masalah-masalah usul. Kebebasan yang dimaksud Gontor adalah kebebasan memilih yang baik dari yang tidak baik berdasarkan ilmu. Jika seseorang tidak mempunyai ilmu untuk membedakan yang baik dan buruk, ia tidak bebas memilih. Kebebasan seperti ini disebut ikhtiyar, artinya memilih yang khayr (baik). Jadi bebas dalam batas-batas pengetahuan Islam yang dapat dipertanggung jawabkan.
d)        Sikap Keterbukaan dan Idea of Progress
Sesudah menggagas kebebasan berfikir NM menyampaikan perlunya sikap terbuka. Makna keterbukaan disini adalah terbuka menerima ide-ide dari luar Islam (baca: Barat) asalkan mengandung kebenaran. Untuk menjustifikasi ini ia menggunakan ayat al-Qur’an “Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu megikut apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah yang diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal” (QS. Al-Zumar 18). Namun sekali lagi proses keilmuan bagaimana Islam menerima ide-ide dari luar, tidak dijelaskan. Ia malah menyatakan bahwa: Karena tidak menyebut proses keilmuan yang jelas maka kerancuannya segera nampak, bahwa ukuran penerimaan dan penolakan ide-ide asing adalah adalah “obyektifitas”. Obyektifitas dalam pengertian Barat bertentangan dengan subyektifitas. Kebenaran obyektif adalah kebenaran yang ditentukan menurut ukuran-ukuran sosial. Jadi ukurannya bukan kebenaran menurut al-Qur’an atau menurut Islam. Seakan-akan Islam tidak memiliki standar atau ukuran kebenaran.
e)         Konsep Islam sebagai Al-Din
NM mengkritik orang-orang yang mencoba menggunakan identitas Islam sebagai al-Din. Ini menurutnya adalah sikap apologetik. Sebab Din juga dipakai untuk menyatakan agama lain, termasuk agama syirknya orang-orang Quraisy Makkah. Karena itu ia menyimpulkan bahwa al-Din adalah agama seperti agama-agama lain.
Enggan NM menggunakan konsep al-Din karena tiga alasan 1) akan melahirkan apresiasi ideologis-politis totaliter. 2) akan berpendirian bahwa selain menggarap bidang spiritual Islam juga menangani bidang-bidang lain seperti ekonomi, politik, sosial dsb. tidak kalah dengan Barat. 3) akan berfikir serba legalistik terhadap Islam, artinya Islam itu adalah struktur dan kumpulan hukum, sehingga menimbulkan sikap fikihisme. “Fikih telah kehilangan relevansinya dengan pola kehidupan zaman sekarang. Sedangkan perubahan secara total, agar sesuai dengan pola kehidupan modern dalam segala aspeknya, memerlukan pengetahuan menyeluruh mengenai kehidupan modern dengan segala aspeknya, sehingga tidak hanya melihat kompetensi dan kepentingan umat Islam saja, melainkan juga orang-orang lain. Maka hasilnya pun tidak perlu hanya merupakan hukum Islam, melainkan hukum yang meliputi semua orang untuk mengatur kehidupan bersama”.
Dari uraian diatas maka kita dapat menangkap pokok pikiran NM dan konsep “pembaruan” pemikiran Islam yang ditawarkannya 37 tahun yang lalu. Karena ide-ide yang dilontarkan pertama kali di Taman Ismail Marzuki itu tidak teroragnisir dengan baik dan kurang coherent, maka saya coba organisasikan kedalam lima poin dibawah ini:
1.         Bahwa Islam bukan peradaban tapi dasar peradaban, dan bukan pula al-Din yang berarti struktur dan kumpulan hukum yang totaliter. Pemikiran umat Islam hanya berorientasi pada fikih, mengutamakan kuantitas, tidak dinamis dan memfosil. Karena itu harus dipebaharui.
2.         Strategi penyebaran ide-ide pembaruan adalah shock therapy dan penyebaran ide-ide yang revolusioner.
3.         Proses untuk itu adalah liberalisasi dalam bentuk sekularisasi terhadap “ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan Islam” yaitu dengan a) Melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional, dan mencari nilai-nilai yang berorientasi ke masa depan. b) Menyesuaikan, mempersegar, memperbarui dan mengorganisasikan ide-ide Islam sehingga ide-ide itu dapat sejalan dengan kenyataan-kenyataan zaman sekarang, c) dengan mengembangkan keterbukaan terhadap konsep-konsep asing dengan ukuran-ukuran kebenaran obyektif.
4.         Sarananya untuk melakukan liberalisasi adalah lembaga atau badan yang dapat merespon tantangan zaman dalam bidang-bidang ekonomi, sosial dan politik  yang terus berkembang.

Pembaharuan dalam islam mempunyai dua bentuk :
1.         Mempurnikan agama setelah berjalannya beabad-abad lamanya dari hal- hal yang menyimpang dari al- qur’an dan al sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya menerapkan islam dalam keseharian mereka.
2.         Memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain, intinya adalah bahwa islam mempunyai jawaban terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang- bidang pembaharuan itu mencakup seluruh bagian ajaran.
Islam tidak hanya fiqih, namun juga aqidah, akhlak dan yang lainya. Tadjid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah umat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
Pembaharuan dalam islam timbul sebagai reaksi dan respon umat islam terhadap emperialisme barat yang telah mendominasi dalam bidang politik dan budaya pada abad 19. Namun, emperialisme barat bukanlah salah satu faktor yang menyebabkan adanya pembaharuan dalam islam. Islam memiliki landasan teologis yang kuat untuk mengadakan pembaharuan. Sselain itu, kondisi internal umat islam yang memperhatinkan menjadi factor utama yang mendorong lahirnya pembaharuan dalam islam.

C.      Ide-Ide Pembaruan Al-Kawókibi
a)         Ide-ide Pembaharuan Politik
Sistem politik merupakan salah satu persoalan paling menonjol dalam bangunan pemikiran pembaharuan Al-KawÉkibi. Tema ini bahkan menjadi mainstream tulisan-tulisannya terutama terkait dengan kritiknya terhadap kekuasaan yang tiran, otoriter dan despotis.
Dalam konferensi fiktif Umm al-QurÉ, seorang delegasi dari Palestina (MandËb al-Quds) sejak sidang sesi kedua menyatakan bahwa keterbelakangan umat Islam dalam semua lini kehidupan merupakan akibat dari kemunduran sistem politik pemerintahan yang berkuasa.
Sistem politik yang awalnya ‘demokratis’ pada era KhulafÉ RÉshidun, bergeser menjadi sistem dinasti (kerajaan) yang pada masa-masa awalnya masih menghargai kaedah-kaedah pokok agama, namun kemudian menjadi kekuasaan yang sama sekali absolut dan pada ahirnya melahirkan pemerintahan yang tiran.
Mengutip penjelasan Samīr Abu Hamdan, Al-Kawākibi sebenarnya ingin menyatakan  bahwa kehidupan politik umat Islam pada periode awal tumbuhnya berdiri di atas dua pijakan yaitu ‘demokrasi’ dan ‘aristokrasi’. Demokrasi memiliki arti bahwa aspirasi, pandangan-pandangan (ÉrÉ’) dan kemaslahatan rakyat menjadi penentu kebijakan politik pemerintah. Sedangkan pijakan kedua (‘aristokrasi’) dimaknai dengan musyawarah yang dilakukan oleh perwakilan orang-orang terpilih dan terbaik (ahl al-Íall wa al-`aqd). Demikianlah prinsip politik Islam. Politik yang demokratis-aristokratik, yakni kebijakan politik yang diambil melalui permusyawaratan ahl al-Íall wa al-`aqd (bukan pribadi-pribadi yang memiliki kekuasaan absolut) dengan orientasi kepentingan demi tercapainya kemaslahatan rakyat banyak.
Hal ini tentu jauh berbeda dengan kekuasaan yang diwarnai dengan tinta hitam tiranisme (al-istibdÉd), yang menurut Al-KawÉkibi secara generik berarti “mengagungkan pendapat diri sendiri di dalam persoalan-persoalan yang semestinya  memerlukan adanya musyawarah atau pertukaran pendapat dengan orang lain”. Sedangkan dalam ilmu politik, tiranisme (al-istibdÉd) sering dimaknai dengan  “perlakuan seseorang atau kelompok terhadap hak-hak orang banyak dengan semena-mena tanpa menghiraukan akibat yang ditimbulkannya”.
Untuk menghindari terciptanya pemerintahan yang tiran, Al-KawÉkibi mendukung pemisahan kekuasaan legislatif (sulÏah tashrÊ`iyah) dan eksekutif (sulÏah tanfÊdziyah). Dalam hal ini Al-KawÉkibi menyatakan bahwa sebuah pemerintahan akan dapat terjerumus kepada tiranisme “manakala pemegang kekuasaan eksekutif tidak memepertanggungjawabkan tugasnya kepada pemegang kekuasaan legislatif, dan pemegang kekuasaan legislatif tidak mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada rakyat, yaitu rakyat yang tahu cara mengawasi dan mampu melakukan evaluasi”.
Pada sisi lain, di samping memberikan perhatian besar dan kritik tajam pada model sistem pemerintahan yang tiran, Al-Kawākibi juga sangat tergugah dengan kondisi politik negara-negara Islam yang lemah dan tercerai berai. Kemajuan dan persatuan negara-negara Islam menjadi angan-angan terdepan Al-Kawākibi, sebagaimana tercermin dari rekomendasi utama konferensi Umm al-Qurā yang digagasnya.
Dalam pandangan Al-Kawākibi dunia Islam yang telah terpisah-pisah menjadi negara-negara dan wilayah kekuasaan yang berdiri sendiri, bahkan ditambah pula dengan semakin banyaknya umat Islam yang hidup di negara-negara non-muslim, memerlukan ikatan-ikatan yang memersatukan. Unsur-unsur ikatan tersebut dapat dikelompokan menjadi 3 bagian.
Pertama, Ikatan Keagamaan yang Sentralistik. Diimplementasikan dengan adanya seorang 'Khalifah' tunggal yang fungsi utamanya sebagai simbol persatuan spiritualitas keagamaan serta simbol politik dan administrasi dunia Islam. Sesuai konsep ini, keberadaan sang Khalifah sama sekali tidak membatalkan kedaulatan masing-masing Negara Islam.
Kedua, Ikatan Politik yang ter-desentralisasi. Terwujud melalui pembentukan institusi permusyawaratan yang anggotanya merupakan wakil-wakil dari seluruh dunia Islam. Fungsi institusi ini adalah sebagai wadah koordinasi kebijakan-kebijkan politik bersama antar dunia Islam.
Ketiga, Ikatan Keilmuan Bersama, yang direpresentasikan dengan pembentukan Jam'iyyah Ta`lÊm al-MuwaÍÍidÊn, yaitu sebuah organisasi bersama milik dunia Islam yang bekerja untuk memberikan pendidikan bagi generasi muda sesuai dengan nilai-nilai Islam. Al-Kawakibi menganggap organisasi ini sebagai salah satu pilar penting karena menurutnya sumber segala penyakit dan kemunduran dunia Islam adalah merajalelanya kebodohan akut (al-jahl al-muÏlaq). 
b)        Ide-ide Pembaharuan Pendidikan   
Sebagaimana dipahami dari paragrap di atas, Al-Kawākibi menempatkan pendidikan sebagai salah satu tema terpenting dalam proyek pembaruannya. Hal ini tentu tidak aneh, mengingat sejak awal jalannya sidang konferensi Umm al-QurÉ, ketua sidang pada pidato pembukaannya menegaskan bahwa sebab utama kemunduran umat Islam adalah adanya “kebodohan menyeluruh” (al-jahl al-shÉmil).
Besarnya perhatian dan melimpahnya ide-ide Al-Kawākibi tentang pembaharuan pendidikan membuat Dr. Muhamad `ImÉrah -secara berlebihan- menyatakan bahwa pemikiran Al-Kawākibi tersebut dapat dianggap sebagai karya ilmiah yang sangat layak diajukan untuk meraih gelar master atau bahkan doktoral.
Al-Kawākibi tidak hanya menyatakan keprihatinannya pada kebodohan yang menimpa umat Islam secara umum, tapi juga ‘kebodohan’ yang menimpa para pemuka agama yang selama ini mengaku sebagai ulama dan pemimpin umat. Melalui lidah delegasi dari Madinah dalam Konferensi Umm al-QurÉ, Al-Kawakibi mengeluhkan kemiskinan intelektual (al-faqr al-fikri) para ulama palsu yang membodohi umat dengan ajaran-ajaran tasawuf yang tidak benar. Melalui lidah seorang delegasi dari Konstantinopel, Al-Kawakibi juga mengecam ulama yang menjadi penjilat penguasa Utsmani yang tiran.
Berangkat dari situ Al-KawÉkibi menegaskan pentingnya pendidikan yang benar bagi umat Islam. Al-KawÉkibi juga menggarisbawahi bahwa pendidikan bukanlah satu hal yang berdiri sendiri, melainkan hakikatnya adalah sebuah kerja sosial (`amaliyah ijtimÉ`iyah) yang ditentukan oleh peran seluruh komponen masyarakat, dan output-nya sekaligus harus dapat menjawab dan memenuhi kebutuhan sosial masyarakat.
Untuk itu, Al-KawÉkibi menyatakan perlunya pengajaran dan pengembangan ilmu-ilmu alam  yang pada masa itu cenderung ditinggalkan. Pendidikan agama juga harus dibersihkan dari unsur-unsur negatif yang lahir dari fanatisme buta.  Dan untuk menjamin penguasaan mendalam ilmu-ilmu tersebut baik ilmu agama maupun ilmu umum,  Al-Kawakibi melihat perlunya spesialisasi ilmu.
Yang menarik untuk dicermati, Al-KawÉkibi ternyata juga menganggap penting pendidikan profesi atau keahlian kerja (ta’hÊl mihnÊ) bagi para pemuda. Padahal alih-alih di dunia Arab-Islam, konsep ini baru mulai diterapkan di negara-negara Eropa pada tahun 1900-an.
Singkatnya, Al-Kawakibi menginginkan sebuah sistem pendidikan yang mampu memadukan antara pendidikan agama yang bebas dari segala bentuk campuran dari unsur asing (bid`ah) dengan pendidikan umum dan ketrampilan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan kemajuan zamannya, serta pada tahapan berikutnya mampu melahirkan spesialis-spesialis yang benar-benar menguasai ilmu di bidangnya. Dalam hubungannya antara pendidikan dengan pemerintahan, Al-Kawakibi juga sempat menyinggung bahwa berbeda dengan pemerintahan yang tiran, sebuah pemerintahan yang baik dan adil tentu akan memberikan perhatian sangat besar terhadap pendidikan anak pada tahapan-tahapan yang paling dini bahkan sejak sebelum anak tersebut lahir.








BAB VII
AQIDAH

A.      Pengertian Dan Hakikat Islam
a)        Pengertian akidah
Menurut bahasa (etimology), akidah berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu kata dasar al-aqd yaitu al-Rabith (ikatan), al-Ibram (pengesahan), al-Ahkam (penguatan), al-Tawuts (menjadi kokoh, kuat), al-syadd bi quwwah (pengikatan dengan kuat), dan al-Itsbat (penetapan). Sedangkan menurut istilah (terminologi), aqidah berarti perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan, atau dapat juga diartikan sebagai  iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya serta tidak mudah terurai oleh pengaruh mana pun baik dari dalam atau dari luar diri seseorang. Jadi, aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan
Pengertian aqidah dalam agama islam berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Dalam pengertian lengkapnya, aqidah adalah suatu kepercayaan dan keyakinan yang menyatakan bahwa Allah SWT itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, Ia tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya. Keyakinan terhadap keesaan Allah SWT disebut juga ‘Tauhid’, dari kata ‘Wahhada-Yuwahidu’, yang artinya mengesakan. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah, baik itu benar atau pun salah.
Aqidah menurut hasan al-Banna adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit dengan keraguan-raguan. Adapun aqidah menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.

b)        Hakikat akidah dan iman
Dalam menjelaskan definisi akidah ada disebut perkataan kepercayaan atau keimanan. Ini disebabkan Iman merupakan unsur utama kepada akidah. Iman ialah perkataan Arab yang berarti percaya yang merangkumi ikrar (pengakuan) dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mempraktikkan dengan perbuatan. Ini adalah berdasarkan sebuah hadis yang artinya:
"Iman itu ialah mengaku dengan lidah, membenarkan di dalam hati dan beramal dengan anggota." (al-Hadis)
Walaupun iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain selain dari dirinya sendiri dan Allah SWT, namun dapat diketahui oleh orang melalui bukti-bukti amalan. Iman tidak pernah berkompromi atau bersekongkol dengan kejahatan dan maksiat. Sebaliknya, iman yang mantap di dada merupakan pendorong ke arah kerja-kerja yang sesuai dan secucuk dengan kehendak dan tuntutan iman itu sendiri.

c)         Ruang Lingkup Aqidah
1)        Aqidah Pokok
Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman.
Menurut sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi:
1.         Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan Tuhan (Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll
2.         Nubuwat,  yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll
3.         Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti jin, iblis, setan, roh dll
4.         Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga-Neraka dsb. (2)
Tidak hanya diatas namun pembahasan Aqidah juga dapat mengikuti Arkanul iman yaitu
1.         Kepercayaan akan adanya Allah dan segala sifat-sifatNya
2.         Kepercayaan kepada Malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti Jin, iblis dan Setan)
3.         Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada rasul
4.         Kepercayaan kepada Nabi dan Rasul
5.         Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu
6.         Kepercayaan kepada takdir (qadha dan qadar) Allah

Adapun penjelasan ruang lingkup pembahasan aqidah yang termasuk dalam Arkanul Iman, yaitu:
1.         Iman kepada Allah
Pengertian iman kepada Allah ialah:
·      Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah
·      Membenarkan dengan yakin keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam, makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluknya.
·      Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari sifat kekurangan yang suci pula dari menyerupai segala yang baru (makhluk). Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan segala perbuatan dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, mengakui bahwa Allah swt. bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya di muka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah.

2.         Iman Kepada Malaikat
Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk yang dinamai “malaikat” yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang senantiasa melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat ialah beritikad adanya malaikat yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasul-Nya, yang membawa wahyu kepada rasul-rasul-Nya. Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menyeru kita mengimankan sejenis makhluk yang gaib, yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak dapat dirasa oleh panca indera, itulah makhluk yang dinamai malaikat. Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala perintah-Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah swt.
Mengenai nama-nama dan tugas para malaikat tidak bisa diperkirakan. Mereka juga ada perbedaan dan tingkatan-tingkatan, baik dalam kejadian maupun dalam tugas, pangkat dan kedudukannya baik yang berada dan tugas di alam ruh maupun ada yang bertugas di dunia.
Di antara nama-nama dan tugas malaikat adalah sbb :
Ø  Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan wahyu kepada Nabi-nabi dan rasul
Ø  Malaikat Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam seperti melepaskan angin, menurunkan hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.
Ø  Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet di hari kiamat dan hari kebangkitan nanti.
Ø  Malaikat Izrail (Malaikal maut) bertugas mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup lainnya.
Ø  Malaikat Raqib dan Atid, bertugas mencatat amal perbuatan manusia
Ø  Malaikat Ridwan bertugas menjaga surga dan memimpin para pelayan surga
Ø  Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka dan pemimpin para malaikat menyiksa penghuni neraka
Ø  Malaikat yang bertugas memikul Arasy
Ø  Malaikat yang menggerakkan hati manusia bentuk berbuat kebaikan dan kebenaran
Ø  Malaikat yang bertugas mendoaka orang-orang yang beriman supaya diampuni oleh Allah segala dosa-dosanya diberi ganjaran surga dan dijaga dari segala keburukan dan doa-doa lain. Dengan beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, maka kita akan lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah swt. lebih bersyukur akan nikmat yang diberikan dan berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala larangannya. Karena malaikat selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia.

3.         Iman kepada kitab-kitab Allah
Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu memuat wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Tuhan ialah beritikad bahwa Allah ada menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang berhubungan itikad maupun yang berhubungan dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia. baik untuk akhirat, maupun untuk dunia. Baik secara individu maupun masyarakat.
Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani sebagaimana yang diterangkan oleh Al-Qur’an dengan tidak menambah dan mengurangi. Kitab-kitab yang diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak, sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang masih ada sampai sekarang nama dan hakikatnya hanya Al-Qur’an. Sedangkan yang masih ada namanya saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa dan Zabur kepada Daud.
4.         Iman kepada Nabi dan Rasul
Yakin pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat. Perbedaan antara Nabi dan Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada umat manusia.
Di Al-Qur’an disebut nama 25 orang Nabi, beberapa diantaranya berfungsi juga sebagai rasul ialah (Daud, Musa, Isa, Muhammad) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada manusia dan menunjukkannya cara pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana manusia biasa lainnya Nabi dan Rasul pun hidup seperti kebanyakan manusia yaitu makan, minum, tidur, berjalan-jalan, mati dan sifat-sifat manusia lainnya. Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi sekaligus Rasul terakhir tidak ada lagi rangkaian Nabi dan Rasul sesudahnya.
Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul-Nya yang telah diutus oleh Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan namanya. Seorang muslim wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan, keistimewaan satu sama lain, tugas dan mukjizatnya masing-masing seperti yang diperintahkan oleh Allah.
5.         Iman kepada hari Akhir
Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhirat sama halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu merupakan hari yang tidak diragukan lagi. Hari akhirat ialah hari pembalasan yang pada hari itu Allah menghitung (hisab) amal perbuatan setiap orang yang suda dibebani tanggung jawab dan memberikan putusan ganjaran sesuai dengan hasil perbuatan selama di dunia. Keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah menuntut amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan baru sempurna dengan keyakinan tentang adanya hari akhirat. Demi tegaknya keadilan, harus ada suatu kehidupan baru dimana semua pihak akan memperoleh secara adil dan sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing.
6.         Iman kepada qada dan qadar
Dalam menciptakan sesuatu, Tuhan selalu berbuat menurut Sunnahnya, yaitu hukum sebab akibat. Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubah-ubah, kecuali dalam hal-hal khusus yang sangat jarang terjadi. Sunnah Tuhan ini mencakup dalam ciptaannya, baik yang jasmani maupun yang bersifat rohani. Makna qadar dan takdir ialah aturan umum berlakunya hukum sebab akibat, yang ditetapkan olehnya sendiri. Definisi segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah SWT, untuk segala yang ada. Pengertian di atas sejalan dengan penggunaan qadar di dalam Al-Qur’an berbagai macam bentuknya yang pada umumnya mengandung pengertian kekuasaan Allah SWT, yang termasuk hukum sebab akibat yang berlaku bagi segala makhluk hidup maupun yang mati.
2)        Aqidah cabang
Yang dimaksud aqidah cabang adalah cabang-cabang aqidah yang pemahamannya bervariasi dari masing-masing aspek rukun iman yang enam. Misalnya munculnya perbedaan pendapat dalam membicarakan zat Tuhan, sifat Tuhan, dan perbuatan Tuhan. Misalnya dalam soal zat Tuhan, muncul pertanyaan apakah Tuhan berjisim atau tidak. Dalam masalah sifat Tuhan apakah Tuhan mempunyai sifat? Dalam soal perbuatan, apakah tuhan wajib melakukan perbuatan? Dalam soal percaya kepada malaikat, apakah iblis termasuk golngan malaikat? Delam soal iman kepada kitab, apakah wahyu makhluk atau bukan. Semua isu tesebut muncul setelah umat Islam terpecah atas beberapa golongan seperti Syiah, Khawarij, dan Ahlus Sunnah wal Jamaah.


B.       Kemahaesaan Allah Swt Dan Kiamat
Dalam Islam, rukun iman  yang  pertama adalah  iman  kepada Allah SWT.  meyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan amal perbuatan bahwa Allah lah dzat yang wajib kita yakini dan kita sembah. Dan hanya kepada-Nya kita berserah.Hal yang sama juga dijelaskan dalam QS Al-Fatihah Dari surat QS Al-Fatihah dapat kita ketahui bahwa Allah SWT memiliki sifat Esa/Wahdaniyah dan  juga penegasan tentang kemurnian keesaan Allah s.w.t. dan menolak segala macam kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya.
Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa terdapat dalam ayat 2, dimana dinyatakan dengan tegas bahwa segala puji dan ucapan syukur atas suatu nikmat itu bagi Allah, karena Allah adalah Pencipta dan sumber segala nikmat yang terdapat dalam alam ini.
1.         Tauhid
Tauhid yang berarti mengesakan Allah, lawannya adalah Syirk yang berarti menyekutukan Allah. Tauhid memiliki 2 aspek
1.         Tauhid Ilmi (teoritis)
Yaitu pemahaman yang benar mengenai Allah SWT. Tauhid teoritis menjauhkan manusia dari pemahaman yang salah mengenai Allah.
Tauhid memandang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Keesaan Allah meliputi tga aspek:
·       Zat-Nya (Tauhid Zati)
·       Sifat-Nya (Tauhid Sifati)
·       Perbuatan-Nya (Tauhid Fi’li)
Tauhid Zati berarti bahwa Allah merupakan Tuhan Yang Mutlak (Absolut), Sumber Segala Sesuatu, yang tak memiliki penyerupaan dan pembanding. Dan bahwa Dia adalah Pencipta, Wajibul wujud, yang Esa. Tauhid Sifati berarti bahwa Allah memiliki berbagai Sifat dan Nama-nama yang Baik (Asmaul-Husna), yang terpelihara dari kelemahan (QS 59:22- 24). Dengan nama-nama itu kita menyeru kepadanya (17:110, 7:180)
Tauhid Fi’li berarti bahwa Allah adalah Penguasa (Rabb) seluruh alam semesta, bahwa semua partikel dan kesadaran bergerak karena kuasa dan kehendak Allah.

2.         Tauhid Amali
Sebagai konsekuensi Tauhid Ilmi adalah tauhid amali, yaitu sikap dan perbuatan untuk meng-esakan Allah. Mengesakan Allah dalam sikap dan perbuatan itulah yang disebut ibadah. Ibadah adalah mengikuti perintah/syari’at-Nya. Sedang lawannya adalah ma’syiat, yaitu memuja/memperturutkan selain kepada Allah.
Agar bisa melaksanakan tauhid dalam amal (tauhid amali), manusia harus menundukkan hawa nafsunya agar bisa tunduk kepada syari’at-Nya. Jika tidak mampu maka justru hawa nafsu yang akan menjadi tuhannya.

2.         Iman Kepada Hari Akhir
Iman kepada hari akhir (hari kiamat) merupakan rukun iman yang kelima dalam Agama Islam. Maka setiap muslim hendaknya percaya akan datangnya hari akhir ini. Dan sadar bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah fana atau sementara. Hari akhir merupakan hari rusaknya alam semesta dengan segala isinya dengan ditandai guncangan yang menyebabkan seluruh bumi hancur lebur. Saat itu bumi mengeluarkan semua is kandungan yang ada di dalamnya.
Iman kepada hari akhir adalah mempercayai bahwa seluruh alam semesta ini dan segala isinya pada suatu saat akan mengalami mati atau kehancuran dan mengakui setelah kehidupan di dunia ini ada kehidupan yang kekal dan abadi. Iman kepada hari Akhir juga termasuk mengimani peristiwa-peristiwa yang akan terjadi sesudah kematian. Hari Akhir memiliki beberapa nama lain, di antaranya: hari Kiamat (Yaumul Qiyamah), hari Kebangkitan (Yaumul Baats), hari Keputusan (Yaumul Fashl), hari Keluar (Yaumul Khuruj), hari Pembalasan (Yaumul Din), hari Kekekalan (Yaumul Khulud), hari Perhitungan (Yaumul Hisab), Hari Ancaman (Yaumul Wa’iid), Al-Ghasyiyah, Al-Waqi’ah, Al-Haaqqah, Al-Qari’ah.
Kepercayaan pada hari akhir termasuk masalah sam’iyyat. Masalah sam’iyyat adalah masalah yang hanya kita ketahui dan kita percayai berdasarkan pemberitahuan Al-quran dan hadis semata dan tidak bisa dibuktikan dengan panca indera

3.         Pembagian kiamat
Para ulama membagi kiamat menjadi dua macam, yaitu kiamat sugra dan kiamat kubra
a.         Kiamat Sugra (Kecil)
Yaitu berupa kejadian atau musibah yang terjadi di alam ini, seperti kematian setiap saat, banjir bandang, angin beliung, gunung meletus, gempa bumi, peperangan, kecelakaan kendaraan, kekeringan yang kepanjangan, hama tanaman yang merajalela. Keseluruhan rangkaian kejadian tersebut di atas ditinjau dari segi aqidah merupakan peringatan dari Allah. Bagi umat yang beriman hal ini merupakan peringatan dan ujian. Sedangkan bagi umat yang ingkar/kafir merupakan siksaan atau azab Allah swt.
Setelah mati , manusia akan memasuki sebuah alam yang bernama alam barzah. Alam barzah adalah alam penantian datangnya hari kiamat. Semua manusia akan dibangkitkan kembali pada hari itu.
b.         Kiamat kubra
Kiamat kubra atau kiamat besar, yaitu musnahnya alam semesta beserta segala isinya secara serempak atau berakhirnya seluruh kehidupan makhluk dan berakhirnya kehidupan alam dunia serta hari mulai dibangkitkannya semua manusia yang sudah mati sejak zaman Nabi Adam sampai manusia terakhir, untuk menjalankan proses kehidupan berikutnya
v  Nama lain kiamat kubra
Al quran menggunakan istilah yang beraneka ragam untuk menyebutkan dan menjelaskan proses berlangsungnya hari kiamat. Beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut
Ø Yaumul qiyamah
Ø Yaumul akhir
Ø Yaumul zalzalah
Ø Yaumul waqi’ah
Ø Yaumul rajifah

4.         Tanda-tanda kiamat
Tanda-tanda kiamat diterangkan oleh rasullullah saw. Melalui hadisnya yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah. Bukhari, Muslim dan tirmizi.

Tanda-tanda itu adalah sebagai berikut:
v  Tanda-tanda kecil
a.         Hamba sahaya dikawini perempuan oleh tuanya
b.        Ilmu agama dianggap sudah tidak penting lagi
c.         Tersebarnya perzinaan karena mendapat izin dari penguasa
Dijelaskan dalam sebuah hadist:
Di antara tanda-tanda kiamat ialah ilmu terangkat, kebodohan menjadi dominan, arak menjadi minuman biasa, zina dilakukan terang-terangan, wanita berlipat banyak, dan laki-laki berkurang sehingga lima puluh orang wanita berbanding seorang pria. (HR. Bukhari)
a.         Minuman keras merajalela
b.        Jumlah wanita Lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 50:1
c.         Adanya dua golongan besar yang saling membunuh, tetapi sama-sama mengaku dirinya memperjuangkan islam
Dijelaskan dalam sebuah hadist:
Belum akan tiba kiamat sehingga merajalela ‘Alharju’. Para sahabat lalu bertanya, “Apa itu ‘Alharju’, ya Rasulullah?” Lalu beliau menjawab,”Pembunuhan… pembunuhan…” (HR. Ahmad)
v  Tanda-tanda besar
Adapun sunnah maka hadis riwayat Muslim dan lainnya dari hadits Hudzaefah bin Usaid Al-Ghifari berkata, “Rasulullah saw melewati kami, sementara kami sedang  berbincang-bincang. Beliau bertanya, ‘Apa yang kalian perbincangkan?’ Kami menjawab, ‘Kiamat’. Beliau bersabda,
‘Sesungguhnya ia tidak akan datang sehingga kalian melihat sepuluh tanda sebelumnya’. Lalu beliau menyebutkan dukhan (kabut), Dajjal, binatang bumi, terbitnya matahari dari arah barat, turunnya Isa bin Maryam, Ya’juj dan Ma’juj, tiga pembenaman: pembenaman di timur, pembenaman di barat dan pembenaman di jazirah Arab, dan yang terakhir adalah api yang menggiring manusia ke Mahsyar mereka.” (HR. Muslim no. 2901, Abu Dawud no.4311 dan at-Tirmidzi no. 2184).

C.      Hukum Alam Dan Akhirat
Akhirat adalah hari akhir, hari pengumpulan setelah kiamat tiba, dan untuk manusia merupakan hari penghisaban terhadap seluruh perbuatannya di dunia. Secara teknis ini disebut dengan proses kembali kepada Tuhan (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un), di mana Allah dengan segenap Rakhmat-Nya memberikan kesempatan kepada makhluk-Nya untuk kembali (mendekat) kepada-Nya.
Sebagaimana diketahui, bahwa materi senantiasa bergerak dan bersifat potensial untuk menjadi hal-hal yang memungkinkan secara aktual. Misalnya, tanah jika memenuhi syarat dan sebab-sebabnya yang bergerak menjadi mani, kemudian menjadi darah, daging, dan seterusnya, akan menjadi manusia yang memiliki jasad dan ruh. Selanjutnya ia akan semakin tua dan meninggal dunia. Pasca wafat, jasad materialnya dikuburkan sedangkan ruhnya kembali ke alam barzakh, menanti terjadinya kiamat yang membuat seluruh alam material akan hancur dan mengalami kepunahan. Pada waktu itulah alam dunia beralih menjadi alam akhirat, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala di dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala di dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami berikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Q.S. Ali Imran: 145).
a.         Karakteristik Alam Akhirat
Alam akhirat berbeda dengan alam dunia yang material ini. Karena itu, alam akhirat memilki kekhususan-kekhususan yang menjadi karakteristiknya, diantaranya :
1.         Bersifat non-material, kekal dan abadi. Alam dunia adalah alam material, karenanya alam akhirat yang merupakan alam di atas alam material, pastilah bersifat non-material, yang lebih ‘luas’ dari alam dunia, dikarenakan tidak memiliki batas-batas ruang dan waktu. Selain itu, karena ia bersifat non-material, maka alam akhirat tidak akan mengalami kemusnahan dan kehancuran seperti halnya alam dunia yang material.
2.         Tempat yang pasti untuk terealisasinya kenikmatan dan siksa secara utuh. Karena bersifat non-material, maka berbagai kenikmatan atau siksa yang akan diterima manusia di akhirat adalah secara utuh dan langsung, dikarenakan tidak adanya lagi penghalang material.
3.         Tempat pembalasan bukan tempat pembebanan tanggung jawab. Di alam akhirat tidak ada lagi taklif dan tugas, semua itu sudah dilakukan di dunia, karenanya di akhirat, manusia hanya tinggal menerima balasan atas semua amal perbuatanya, apakah itu perbuatan buruk maupun perbuatan baik.
4.         Sesungguhnya dunia ini adalah tempat beramal tanpa hisab, sedangkan akhirat adalah tempat hisab tanpa amal. Kita ketahui bahwa di dunia kita dibebani tanggungjawab dan syariat untuk mengerjakan berbagai perintah Allah dan menjauhi berbagai larangan-Nya, dan semua itu tanpa ada penghisaban dan balasannya. Yang ada hanyalah penilaian baik dan buruk, dosa dan pahala. Sedangkan di akhirat yang merupakan tempat pembalasan, maka tidak ada lagi tanggungjawab, syariat, perintah dan larangan. Yang ada adalah perhitungan (hisab) berbagai amal yang telah dilakukan di dunia.

b.        Kebangkitan di Akhirat : Jasmani dan Ruhani
Dalam sejarah pemikiran Islam, perdebatan tentang kebangkitan di akhirat telah mewarnai blantika khazanah intelektual Islam. Bahkan, perdebatan itu sampai memuncak hingga saling menghujat, menyesatkan, dan mengkafirkan. Perdebatan itu diantaranya berkisar pada persoalan sifat kebangkitan di akhirat, apakah bersifat jasmani atau bersifat ruhani?
Melalui analisis yang cermat dengan argumentasi rasional dan argumentasi kewahyuan maka dapat diyakini bahwa kebangkitan di akhirat bersifat jasmani dan ruhani manusia bersama-sama akan dibangkitkan di akhirat dan bersama-sama pula akan menempuh kehidupan baru, sebab keduanya telah bersama-sama hidup di dunia. Karena itu bersama-sama pula harus menerima balasan yang setimpal, siksa atau kenikmatan.
Di samping itu, sebagian besar ayat-ayat al-Quran yang berbicara mengenai kebangkitan justru mengisyaratkan tentang kebangkitan jasmani, seperti jawaban al-Quran atas kebingungan orang-orang yang menentang kebangkjtan jasmani, yang mempertanyakan bagaimana tulang-tulang yang telah hancur dapat kembali hidup, bahwa:
Katakanlah, yang menghidupkannya adalah yang pertama kali menciptakannya. (QS. 36:79) Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan tulang belulangnya? Tentu Kami bisa, dan Kami kuasa mengumpulkan jarijemarinya dengan sempuma. (QS. 75:3-4)
Ayat-ayat di atas dan yang sejenisnya dengan jelas menunjukkan adanya kebangkitan jasmani. Demikian pula ayat-ayat yang berbicara mengenai kebangkitan dari kubur. Ya, rnemang sebagian besar ayat-ayat yang berbicara mengenai hari kebangkitan menegaskan adanya kebangkitan jasmani dan ruhani.
Kemungkinan kebangkitan jasmani juga dapat diterima secara filosofis dan rasional. Karena di dalam diri manusia terdapat substansi materi yang selalu menjaga keterhubungan perubahan pada badan duniawi, akan tetapi materi tersebut tidak lagi membentuk badan duniawi karena alam akhirat adalah alam yang lebih tinggi dari alam dunia dengan hukum yang jauh berbeda. Sebab itu, maka badan yang akan terbentuk di akhirat adalah badan ukhrawi  yang dibentuk oleh karakter jiwa manusia tersebut.
Yang dimaksud dengan tubuh atau jasmani materi ukhrawi adalah jasmani yang terbentuk melalui inti materi pada manusia tersebut dan selalu terjaga sebagai dasar bagi materinya dan bentuk identitas dari identitas jiwanya yang disebabkan oleh tindakan dan ilmu yang dimiliki manusia tersebut. Karena setiap tindakan yang dilakukan atau ilmu yang dimiliki oleh seorang manusia bersatu dengan eksistensi manusia tersebut dan menempatkan esensi dirinya dalam tingkat tertentu dari kualitas eksistensi, karena setiap aktivitas eksternal dalam tindakan ataupun proses pencerapan ilmu memberikan bentuk eksistensi mental yang bersatu dengan jiwanya.
Dengan proses kebangkitan seperti ini, maka kebangkitan kembali manusia dengan tubuh ukhrawinya akan didasarkan pada wujud mental yang membentuk karakter dirinya. Setidaknya ada enam karakter manusia yang akan dibangkitkan di akhirat kelak yaitu : karakter insani, karakter malaikat, karakter setan, karakter binatang, karakter tumbuh-tumbuhan, dan karakter benda padat. Semua karakter ini dibentuk berdasarkan tindakan yang dilakukan selama kehidupan di dunia dan proses berpikir dalam upaya meningkatkan kualitas ilmunya. Kedua bentuk ini bersatu secara eksistensial pada diri manusia.
Dalam hal ini juga ada pembahasan tentang terbentuknya amal atau penjasmanian amal (tajassum al-amal), yang mana dikarenakan manusia memiliki dimensi jasmani dan ruhani, maka perbuatan-perbuatan manusia di alam jasmani memiliki bentuk dan karakter tesendiri di alam ruhani. Banyak ayat al-Quran dan riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang hal ini, misalnya siapa yang memakan harta anak yatim maka sebenarnya ia memakan api diperutnya. (Q.S.) dan siapa yang menggunjing maka sama seperti memakan daging saudaranya sendiri (Q.S.).
c.         Balasan di Akhirat : Material  dan Spiritual
Pembalasan di hari kiamat mencakup dua sisi, material dan spiritual. Karena kebangkitan mengandung sisi material dan spiritual. Balasan tersebut terjadi secara sempurna baik itu bersifat siksa neraka maupun kenikmatan surga. Hal ini karena tidak adanya lagi perantara antara diri manusia dengan beragam siksaan dan kenikmatan tersebut. Jika kita membayangkan sesuatu yang nikmat saja sudah dapat merasakan kebahagiaan, bagaimana jika hal itu menjadi nyata dan bukan sekedar khayalan?. Begitu pula, jika kita membayangkan wujud angker saja sudah merasa takut dan tersikasa, bagaiman jika wujud itu menjadi nyata di hadapan kita? Sudah pasti kita akan merasakan nikmat atau siksa yang lebih besar.
Demikian juga, kita sudah menjelaskan bahwa di dunia ini manusia terdiri dari tubuh material serta ruh yang non-material, dan kita juga sudah buktikan bahwa ruh itulah yang sebenarnya hakikat manusia yang sebenarnya. Artinya, tubuh material hanyalah perantara bagi ruh untuk merasakan atau berbuat di alam dunia ini. Karenanya, jika di alam dunia ini saja—dengan perantaraan materi—kita dapat menikmati atau merasakan sakit yang luar biasa, maka bagaimana jika kita di alam akhirat menikmati dan merasakan sakit secara langsung? Jelaslah semuanya akan terasa begitu dahsyat, sehingga Allah dalam al-Quran banyak menyampaikan kedahsyatan siksa neraka atau nikmat surga. Perhatikan ayat-ayat tentang balasan kenikmatan berikut ini :
ü   “Allah telah menyediakan surga untuk mereka yang mengalir sungai-sungai di bawahnya,  mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah : 89)
ü   “Perumpamaan sorga yang dtjanjikan kepada orang-orang yang taqwa (ialah surga) yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, makanannya abadi (tak habis-habisnya) begitupun naungannya. Itulah kesudahan orang-orang yang bertaqwa sedang kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.” (QS. Al-Ra’d : 35)
ü   “Katakanlah, “Apakah kamu ingin aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikilan itu?” Yaitu untuk orang-orang yang bertaqwa pada sisi Tuhan mereka ada surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya; mereka itu kekal di dalamnya, dan ada pasangan-pasangan yang suci serta keridhaan dari Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali Imran: 15)
ü   “Ridha Allah lebih besar dan bahwa itulah keuntungan yang agung”. (QS. Al-Taubah: 72).
ü   “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah pada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke sorga-Ku.” (QS. 89:27-30).
Perhatikan juga ayat-ayat tentang siksa berikut ini :
ü   “Dan tahukan kamu apa huthamah itu? (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati.” (Q.S. al-Humazah: 5-7)
ü   Di hadapannya ada jahanam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati; dan dihadapannya masih ada azab yang berat.” (Q.S. Ibrahim: 16-17)
Dari ayat-ayat di atas juga menunjukkan dua dimensi balasan di akhirat, yaitu bersifat material dan juga bersifat spiritual, yang tercermin dalam pancaran cahaya ma’rifat Ilahi, kedekatan rohani pada al-Khaliq, dan penampakan keindahan dan keagungan-Nya, tajaliyah al-jamal wa al-jahl, suatu kenikmatan yang tiada tara, yang tidak dapat dilukiskan oleh kata-kata maupun pena.
d.        Hakikat Siksa dan Kenikmatan
Telah dijelaskan di atas bahwa manusia senantiasa bergerak dan mengalami perubahan sesuai dengan kondisi dan usahanya masing-masing. Akan tetapi, ia tetap mewarisi kemanusiaanya. Oleh karena itu, ketika manusia berubah menjadi binatang atau api neraka, maka akan sangat tersiksa. Sebab, hakikatnya adalah api yang manusia, atau binatang yang manusia. Sedangkan, jika manusia berubah total menjadi api atau menjadi binatang, maka siksaan tidak akan terasa lagi, karena setiap wujud menyenangi kewujudannya. Jadi api asli tidak mungkin menyiksa api asli.
Dengan demikian, siksa neraka timbul karena bersatunya berbagai macam esensi yang semestinya berbeda. Hal ini karena, ketika sesesorang memiliki bermacam esensi, maka sesuai karakter alam akhirat yang defakto secara otomatis setiap esensi akan berwujud sesuai dengan karakternya. Dan setelah terwujud, akan menyerang atau mencabik-cabiknya. Begitulah seterusnya, hingga dosa-dosanya habis, maka siksa itupun hilang dan berganti menjadi kebahagiaan surga. Kecuali bagi orang-orang kafir yang kekal di dalam neraka.
Jadi, jati diri baru dari seseorang yang tersiksa, akan menimbulkan dua hal, yaitu ‘kesedihan dan ketakutan’. Ia sedih karena mendapat wujud baru yang buruk dan takut karena ia berasal dari manusia. Ketika ia sedih, maka timbullah siksa pertama, dan ketika ia takut, maka akan terciptalah wujud-wujud esensi yang ada pada dirinya misalnya api, ular, kalajengking, anjing, dan lainnya yang kemudian menyiksanya.
Jika siksaan di dalam neraka diciptakan oleh manusia melalui kesedihan dan ketakutannya, maka di dalam surga, perwujudan kenikmatan akan sesuai dengan keinginan dan kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya sesuai dengan aturan penciptaan. Hal ini karena, orang yang di surga tidak memiliki rasa sedih dan rasa takut.
Jadi, orang yang di surga akan mewujudkan berbagai keinginannya untuk dinikmatinya. Proses kewujudan nikmat-nikmat tersebut berawal dari perhatian dan keyakinan yang utuh terhadap rahmat, kuasa, dan janji-janji Tuhan.
e.         Surga ke neraka
Setelah pengecekan amal perbuatan para hamba, hukum Tuhan mengumumkan bahwa para hamba-hamba yang taat, supaya berpisah dari hamba-hamba yang selalu membangkang. Mukminin dengan wajah putih berseri-seri bahagia dan dengan tertawa pergi menuju surga. Sedangkan orang-orang kafir dan munafik berwajah hitam penuh sedih, dan dengan penuh kehinaan pergi dan digiring menuju neraka. Namun semuanya akan melewati dan melintasi neraka, dan Mukminin dengan cahaya yang dimiliki akan menerangi jalan mereka, berbeda dengan orang-orang kafir yang akan melalui semua itu dengan kegelapan.
Orang-orang beriman akan memasuki surga, yang di dalamnya terdapat taman-taman yang luas seluas langit dan bumi, yang dipenuhi oleh aneka ragam kenikmatan, seperti buah-buahan, sungai-sungai dengan air jernihnya, susu, dan madu serta minuman yang suci.  Para penduduk surga mengenakan pakaian sutra halus dan terhias dengan berbagai macam hiasan.  Mereka duduk berhadap-hadapan, dan mereka bersandar di atas dipan-dipan yang empuk dengan bantal yang empuk, mereka senantiasa memuji Tuhan, mereka berbicara dan tidak mendengar omong kosong, tidak merasakan dingin juga tidak kepanasan, tidak tersiksa dan pula tidak lelah dan bosan, tidak takut dan pula tidak susah, dan hati-hati mereka telah tersucikan dari iri hati dan sifat-sifat tercela lainnya.
Begitu pula para bidadari yang cantik jelita dan suci menemani para penghuni surga. Mereka menuangkan cawan-cawan berisikan minuman-minuman surga yang rasanya tak bisa disifati lagi dan tak ada hal yang membahyakan di dalamnya (memiliki efek samping). Dan lebih dari itu, semua nikmat spiritual berupa keridhaan Allah SWT yang akan mereka dapatkan. Berbagai anugerah dan kelembutan agung dari Tuhan mereka rasakan yang membuat mereka tenggelam dalam kebahagian puncak, kebahagian yang tak pernah dan tak akan terlintas dalam benak siapapun juga. Yang lebih penting lagi, kebahagiaan yang tak terhingga, dan nikmat-nikmat yang tak dapat disifati, serta rahmat dan kedekatan terhadap Tuhan ini akan terus berjalan selamanya, dan tidak ada kata akhir di dalamnya.
Sedangkan neraka adalah tempat tinggal orang-orang kafir dan munafik yang hati mereka tak pernah disinari oleh cahaya keimanan. Neraka merupakan tempat yang di dalamnya dipenuhi oleh segala macam siksaan dan penderitaan, seperti api yang menyala-nyala, teriakan dan hardikan, kebengisan dan kemarahan para penjaga neraka. Wajah-wajah mereka kotor, penuh emosi, hitam, jelek, dan bengis, sehingga para malaikat yang tinggal di sana tak terlihat lagi rasa sayang dan lemah lembut.
Para penduduk neraka akan dibelenggu dengan rantai besi, dan sekujur tubuhnya akan dijilat oleh api membara, dan mereka sebagai kayu bakarnya. Kepala mereka akan dituangi air mendidih yang akan mendidih dalam badanya, dan kapanpun permintaan air akibat haus yang mencicik terdengar dari mereka, maka air panas dan kotor serta menjijikkan disajikan. Makanan mereka adalah pohon zaqqûm, sebuah pohon yang tumbuh dari api dan menambah rasa panas dalam tubuh mereka. Pakaian mereka dari ter yang panas. Dan ketika kulit mereka habis dan hangus, kulit mereka akan diganti dengan yang baru dan begitu seterusnya azab dan siksa tetap berlanjut dan lebih pedih dan menyakitkan. (QS. An-Nisâ`: 56) Teman duduk para penduduk neraka adalah para setan dan jin. Para penduduk nereka saling melaknat dan mengejek satu sama lain.
Penjelasan di atas sangatlah ringkas dan tidak memadai untuk menguraikan tentang kehidupan di dalam surga dan neraka, tetapi setidaknya dapat menggambarkan kepada kita akan posisi surga sebagai tampat kenikmatan dan nerakan tempat penderitaan.
f.          Balasan Bagi Orang-Orang Udzur
Jika seseorang tidak mampu mengetahui ushuluddin karena udzur seperti berpenyakit gila, tidak waras, atau karena kondisi yang meliputinya, maka orang seperti ini akan diampuni sesuai dengan kadar udzur dan kelemahannya. Tetapi jika memiliki kesiapan untuk mengenal ushuluddin dan agama, akan tetapi ia lalai dan tetap dalam keraguan atau mengingkari ushuluddin setelah jelas, maka ia akan mendapat siksa yang abadi. Adapun amal-amal baik yang dilakukannya hanya berpengaruh dalam meringankan siksanya atau akan mendapatkan balasannya langsung di dunia. Sedangkan orang-orang yang masih beriman di dalam hatinya, namun karena berbuat dosa sehingga masuk neraka, maka mereka akan keluar dari dalamnya setelah disucikan di neraka dan kemudian akan masuk ke dalam surga.
v  Allah berfirman : “Katakanlah, ‘kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?’ Katakanlah, ‘kepunyaan Allah.’ Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya…” (Q.S. al-An’am: 12).
v  Allah berfirman : “Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia)”. (Q.S. al-Qiyamah: 28).
v  Perhatikan ayat-ayat berikut ini : “Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu itu pasti terjadi. Maka apabila bintang-bintang telah dihapuskan. Dan apabila langit telah dibelah. Dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu.” (Q.S. al-Mursalat: 7-10); “Dan ketika langit dilenyapkan.” (Q.S. al-Takwir: 11).
v  Perhatikan firman Allah : “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah..” (Q.S. az-Zumar: 68).
























BAB IX
PERANAN MALAIKAT DAN MAKHLUK GHOIB LAINNYA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP MANUSIA.

A.      Malaikat

Malaikat adalah mahluk Ruh yang diciptakan Allah dari cahaya . Mereka merupakan hamba-hamba Allah yang ditugaskan menjaga kelangsungan system yang ada dialam semesta ini. Mereka bertugas mengatur peredaran bumi, matahari, bulan dan bintang, mengatur perjalanan awan, hujan, menumbuhkan berbagai tanaman, memberi makan berbagai mahluk Allah dilangit dan dibumi. Mereka tidak pernah lelah menjalankan tugas yang dibebankan Allah padanya, mereka mempunyai kedudukan bertingkat tingkat disisi Allah sesuai tugas mereka sebagaimana disebutkan dalam surat Fathir ayat 1 . Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Fathir 1)

Ada beberapa nama Malaikat yang sudah dikenal akrab oleh umat Islam yaitu Jibril yang membawa wahyu Al-Qur’an kepada nabi muhammad saw. Mikail yang bertugas membagikan rezeki, Izroil yang bertugas mencabut nyawa manusia ketika datang kematian, Rakib dan Atid yang bertugas mencatat amal baik dan buruk manusia, Munkar dan Nakir yang menanyakan manusia dialam kubur, Isrofil yang meniup sangkakala ketika terjadi peristiwa kiamat, Ridwan yang bertugas menjaga Syurga dan Malik yang bertugas menjaga Neraka jahanam, dan banyak lagi nama Malaikat yang tidak disebutkan dan belum kita kenal.
Allah juga mempunyai beberapa Malaikat khusus yang ditugaskan menjaga dan memperhatikan kebutuhan hamba Allah yang saleh dan selalu bertawakal dan bertakwa padaNya sebagaimana disebutkan dalam surat Fushilat ayat 30.
 Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.31- Kami lah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. (Fushilat 30-31)
Orang yang beriman, bertakwa dan bertawakal pada Allah selalu mendapat pengawalan dan penjagaan dari Malaikat yang ditugaskan khusus oleh Allah dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan  musuh yang datang mengancam, Allah mengingatkan hal ini dalam surat Al Anfal ayat 9 (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. (Al Anfal 9)
Malaikat sangat banyak jumlahnya. Mengenai berapa banyak jumlah malaikat tidak ada yang dapat mengetahui secara pasti kecuali hanya Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya:
Artinya: dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari Malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk Jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): “Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. (QS. Al-Muddatsir:31)
Sebagai umat islam, kita diwajibkan beriman kepada malaikat maupun terhadap makhluk yang ghaib lainnya, disini bukan berarti kita menyembah mereka tapi kita hanya diwajibkan mengimaninya bahwa mereka itu ada, dan juga kita tidak perlu mengetahui hakikatnya. Karena itu, keterangan yang mengatakan bahwa malaikat itu bersayap, maka hendaklah kita pahami bahwa sayap malaikat tidak serupa dengan sayap burung. Apabila dikatakan, bahwa malaikat itu dibebankan tugas menjaga alam, tubuh, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya, maka hendaklah dipahami bahwa di alam ini, ada lagi alam yang lebih halus dari alam yang dapat kita jangkau dengan pancaindera. Tegasnya, malaikat itu adalah makhluk ghaib yang tidak dapat kita ketahui hakikatnya.

1)        Fungsih malaikat
Malaikat memiliki fungsi tertentu, fungsi utama malaikat berkenaan dengan tugasnya terhadap manusia dan sebagai pelaksana kehendak Allah. Malaikat juga berfungsi sebagai utusan penyampaian wahyu, sebagai pengawas manusia, sebagai pencatat segala perbuatan manusia, untuk mendatangkan azab kepada umat yang zalim serta mereka yang mengingkari ayat-ayat Allah, sebagai pengantar untuk memperkuat para nabi atau rasul dan kaum muslimin, menolong dan memintakan ampun bagi mereka yang ada di Bumi, membantu meningkatkan kehidupan rohaniah manusia untuk senantiasa berbuat baik, sebagai penjaga neraka, menyampaikan berita gembira kepada manusia yang berhak masuk surge

2)        Adapun fungsi iman kepada malaikat adalah:
·            Selalu melakukan perbuatan baik dan merasa najis serta anti melakukan perbuatan buruk karena dirinya selalu diawasi oleh malaikat.
·            Berupaya masuk kedalam surga yang dijaga oleh malaikat Ridwan dnegan bertaqwa dan beriman kepada Allah Swt serta berlomba-lomba mendapatkan Lailatul Qadar.
·            Meningkatkan keikhlasan, keimanan dan kedisiplinan kita untuk mengikuti/meniru sifat dan perbuatan malaikat.
·            Selalu berfikir dan berhati-hati dalam melaksanakan setiap perbuatan karena tiap perbuatan yang baik maupun yang buruk akan dipertanggung jawabkan siakhirat kelak.
3)        Sifat-sifat malaikat
 Sifat-sifat malaikat yaitu mereka selalu patuh terhadap apa-apa yang diperintahkan Allah kepada mereka dan mereka diciptakan dari nur atau cahaya, mereka tidak diciptakan untuk membangkang atau melawan kepada Allah, malaikat tidak dilengkapi dengan hawa nafsu, tidak memiliki keinginan seperti manusia, tidak berjenis lelaki atau perempuan, dan tidak berkeluarga, tidak sombong, malaikat tidak pernah lelah dalam melaksanakan apa-apa yang diperintahkan kepada mereka, mereka tidak makan, minum atau tidur seperti manusia, mereka tidak bertambah tua ataupun bertambah muda, keadaan mereka sekarang sama persis ketika mereka diciptakan

B.       Makhluk gaib lainnya
Selain malaikat, Allah juga menciptakan makhluk ghaib lainnya seperti yang sering kita dengar atau kita ketahui yaitu Jin, Iblis dan Setan. Jin, iblis dan setan masih menyisakan kontroversi hingga kini. Namun yang jelas, eksistensi mereka diakui dalam syariat. Sehingga, jika masih ada dari kalangan muslim yang meragukan keberadaan mereka, teramat pantas jika diragukan keimanannya. Firman Allah swt:
Artinya: dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, Maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil Dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (QS. Al-kahfi : 50)
 Dari firman Allah diatas, maka dapat kita ketahui bahwa sebenarnya iblis itu merupakan golongan jin yang dulunya pernah berada di surga dan diciptakan sebelum terciptanya manusia. Asal usul jin dan terciptanya jin sebelum manusia dapat kita ketahui berdasarkan firman Allah Swt
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 26-27)
Jin dicipatakan oleh Allah dari api yang sangat panas, sedangkan iblis dan setan merupakan golongan dari jin. Kata iblis berasal dari bahasa Arab Iblas yang artinya putus dari rahmat atau kasih sayang Allah. Sedangkan kata setan berasal dari bahasa arab syithana yang artinya jauh. Jadi, setan artinya sangat jauh, yaitu sangat jauh dari kebajikan dan sangat dekat dengan kejahatan.
Setan sebenarnya dari nafsu jelek dari manusia maupun Jin. Iblis adalah nama jin yang dulunya di Surga yang pernah tidak menyukai Adam dan Hawa. Iblis adalah sebutan nama jin seperti nama orang. Sedangkan Jin adalah bangsa jin yang dari keturunan Iblis seperti bangsa manusia yang dari keturunan Adam dan Hawa.
Setiap saat kita selalu berinteraksi dengan mahluk ruh(ghaib) disekitar kita, itu adalah hal alamiah yang tidak bisa kita hindari. Bisikan baik dan buruk dari mahluk ruh disekitar kita silih berganti  masuk kedalam fikiran dan hati kita. Bisikan  yang dominan , akan membentuk karakter dan kepribadian seseorang. Mereka yang banyak dipengaruhi bisikan negatif dari golongan jin dan syetan akan cenderung melakukan perbuatan negatif dan buruk. Mereka yang beriman dan yakin akan kehidupan akhirat terpelihara dari bisikan negatif tersebut dan mereka cenderung pada bisikan Malaikat yang selalu mengajak pada kebaikan.

1)        Iblis la’natullah
Iblis adalah Jenderal atau Panglima Besar dari semua kejahatan dan perilaku buruk yang dikerjakan manusia, Ia sudah hadir didunia ini sejak zaman nabi Adam dan akan tetap hidup sampai hari kiamat. Ia mengerahkan pasukannya yang terdiri atas balatentara syetan dari golongan Jin dan manusia untuk menyebar bencana dan kemaksiatan dimuka bumi. Iblis memiliki dendam turun  temurun terhadap anak cucu Adam sebagaimana disebutkan dalam surat Al Israk ayat  62- Dia (iblis) berkata: “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil”.63- Tuhan berfirman: “Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahanam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup. 64-  Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka. ( Israak 62-64)

2)        Mahluk Jin
Jin adalah mahluk Ruh yang dijadikan Allah dari api . Iblis adalah salah satu dari golongan Jin ini, sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat Kahfi ayat 50
50- Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:  “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang lalim. (Kahfi 50)
Dalam kehidupan sehari hari kita bercampur gaul dengan mahluk Jin ini tanpa kita sadari, karena kita tidak bisa melihat mereka dengan kasat mata. Jin juga berbangsa dan bergolongan  seperti manusia, diantara mereka ada yang baik , soleh dan ada pula yang jahat dan kufur pada Allah sebagaimana dijelaskan dalam surat Jin ayat  11. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (Jin 11)
Biasanya Jin membentuk koloni dan menetap ditempat yang tidak dihuni manusia seperti Rimba belantara, lautan, Gurun pasir, pulau kosong, rumah atu bangunan kosong, sungai, pantai yang sunyi, Gua dan lubang ditanah, Pohon besar dan lain sebagainya. Diantara Jin ini ada juga yang tinggal bersama manusia di kota, perumahan , pasar dan lain sebagainya.
Kadang kala terjadi juga keributan dan perseteruan antara golongan Jin dan manusia karena sesuatu dan lain hal. Ada sekelompok Jin yang tidak senang karena tempat tinggal mereka yang berupa pohon besar atau bangunan tua dibongkar  oleh manusia. Kelompok Jin yang habitatnya terganggu akan menyerang dan merasuk kedalam tubuh manusia membuat keributan berupa kesurupan masal disekolah, pabrik atau tempat umum lainnya.
Diantara manusia ada juga yang berkongsi dan minta pertolongan pada Jin  untuk tujuan tertentu, misalnya untuk mendapat kekayaan, menyerang atau menyakiti orang yang tidak disenangi, melakukan sihir, santet, tenung dan lain sebagainya.  Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Jin 6)
Gangguan Jin pada manusia ada yang dilakukan karena permintaan seseorang , ada pula yang dilakukan karena merasa habitatnya terganggu, karena itu Rasulullah melarang umat Islam untuk membuang air kecil dilubang dan tempat yang mungkin didiami Jin.
Banyak orang yang meyakini bahwa jin bisa melakukan perbuatan luar biasa yang tidak bisa dilakukan manusia. Hal tersebut menarik hati sekelompok orang untuk bekerja sama dan minta bantuan Jin untuk melaksanakan maksud dan tujuannya. Dizaman dahulu Nabi Sulaiman memanfaatkan Jin untuk mengerjakan pekerjaan berat seperti membangun gedung, menyelam mengambil mutiara dan perhiasan dari dalam laut. Namun sebenarnya orang yang bertakwa  memiliki kekuatan yang jauh lebih dahsyat dari Jin ini sebagaimana dikisahkan  dalam surat  An Naml 38-40
38- Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri”.39- Berkata `Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”.40- Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari  Al Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. ( An Naml 38-40)
Jin  Ifrit mengatakan bahwa ia bisa membawa singgasana Ratu Bilqis dari Yaman ke Palestina sebelum nabi Sulaiman berdiri dari duduknya, namun seorang yang mendapat Ilmu dari Allah telah mendahuluinya dengan memindahkan singgasana itu hanya dalam sekejap mata saja. Ini menunjukan bahwa Allah memberi kemampuan yang lebih besar kepada orang yang bertakwa kepadaNya. Pada kenyataannya seluruh Jin  dimasa itu juga tunduk dalam kekuasaan nabi sulaiman sebagai raja dimasa itu.
Kehidup Jin sama seperti manusia berbangsa, suku, kelompok dan golongan. Jin mempunyai kewajiban sama seperti manusia, mereka juga akan diminta pertanggungan jawab atas perbuatan mereka kelak diakhirat. Jin yang taat patuh pada Allah akan masuk kedalam syurga sedangkan Jin yang membangkang akan dimasukan kedalam Neraka jahanam. Al Qur’an menjelaskan ini dalam beberapa ayat sebagai berikut:
130- Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: “Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri”, kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.(Al An Aam 130)
179- Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al A’raaf 179)
56- Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.(Adz Dzariyat 56)
56- Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.                   (Ar Rahman 56)
Diantara Jin juga ada yang mempelajari Qur’an dan menyampaikan dakwah bagi kalangan mereka, sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ahqaf 29.
29- Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. (Al Ahqaf 29)
Dalam keadaan tertentu Jin bisa masuk kedalam tubuh manusia dan mengendalikan gerak tubuh manusia sesuai keinginannya. Ia berbicara dengan bahasa dan gaya yang dimiliki Jin tersebut, sehingga adakalanya orang yang dimasuki Jin tersebut berbicara dalam bahasa China, Arab, Batak, atau sunda padahal dalam keadaan sehari hari orang yang dimasuki Jin itu tidak bisa bahasa tersebut. Jin yang masuk kedalam tubuh seseorang ini sering mengaku sebagai neneknya yang telah meninggal , ia menirukan cara bicara dan gerak gerik neneknya itu sehingga keluarga orang yang kemasukan Jin itu akan mempercayainya. Ada juga Jin yang mengaku sebagai salah seorang Wali songo, ulama terkenal dan lain  sebaginya.

3)        Setan Dan Bala Tentaranya
Syetan adalah balatentara Iblis yang ditugaskan untuk menghasut dan menyesatkan manusia dari jalan yang lurus. Syetan ini ada dua macam yaitu syetan dari golongan Jin yang tidak bisa dilihat oleh penglihatan mata dan syetan dari golongan manusia yang bisa dilihat dengan kasat mata.
112- Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah  untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (Al An Aam 112)
Dibawah perintah Panglima tertingginya Iblis yang tetap hidup sampai hari kiamat nanti ,  syetan dan balatentaranya terus berjuang setiap saat untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah yang lurus. Syetan memperlihatkan indah semua perbuatan manusia yang buruk dan memperlihatkan buruk semua perbuatan yang baik. Orang yang telah disesatkan syetan merasa bahwa ia berada pada jalan yang benar , ia tidak menyadari bahwa ia telah ditipu dan disesatkan syetan dari jalan yang benar.
Dalam usahanya menyesatkan manusia syetan membagi manusia menjadi  tiga kelompok:
1.         Kelompok orang yang maksiat, yaitu orang yang tidak percaya pada Allah dan kehidupan akhirat. Seluruh hidupnya hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan syahwat dan hawa  nafsunya. Iblis mengatakan padas balatentaranya:” Tinggalkanlah orang itu, kalian tidak perlu membuang tenaga untuk menipu dan menyesatkan mereka, karena ia lebih sesat dari kita. Mereka tidak percaya pada Allah dan kehidupan akhirat sedang kita masih percaya pada Allah dan kehidupan akihirat.
2.         Kelompok orang bertakwa, yaitu orang yang percaya pada Allah dan kehidupan akhirat serta selalu berusaha untuk tetap istiqomah pada jalanNya yang lurus. Iblis mengatakan pada balatentaranya: ”Tinggalkanlah orang itu, kalian tidak perlu membuang tenaga untuk  menyesatkan orang itu, karena  mereka dijaga dan dilindungi Allah dari tipu daya kita. Allah telah menjamin mereka bahwa kita tidak akan bisa menyesatkan mereka”
3.         Kelompok orang awam, yaitu orang yang selalu ragu  kadang iman kadang tidak. Iblis mengatakan pada balatentaranya:” Datangilah mereka dari segala penjuru, jangan beri kesempatan pada mereka walau hanya sedetik untuk mengingat Allah, janjikan kepada mereka njanji indah dan muluk, perserikatkan hati mereka dengan  harta dan anak anak, dorong mereka untuk melakukan perbuatan maksiat dan durhaka pada Allah, jadikan mereka teman kita didalam neraka jahanam kelak”
Syetan tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi orang yang beriman dan bertawakal pada Allah, syetan hanya mampu menguasai dan mengendalikan orang yang mengambilnya sebagai pemimpin dan menjadikannya sebagai sekutu Allah sebagaimana disebutkan dalam surat an Nahl ayat 99-100.
99- Sesungguhnya setan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. 100- Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (An Nahl 99-100)

C.      Pengaruh Keberadaan Makhluk Gaib Terhadap Manusia
Seringkali kita tidak menyadari bahwa benda di hadapan kita yang kelihatannya biasa saja ternyata dihuni oleh sesuatu mahluk gaib di dalamnya. Bahkan rumah dan perabotan rumah kita pun dapat saja merupakan rumah bagi suatu mahluk gaib. Mahluk gaib bisa berdiam di mana saja, bahkan di dalam tubuh manusia sekalipun. Yang menentukan apakah keberadaan sesuatu gaib bermanfaat bagi manusia atau tidak adalah sifat pengaruh energi dari mahluk tersebut dan tujuan keberadaannya, terhadap kehidupan manusia. Bila sesuatu benda mempunyai sesuatu gaib yang berdiam di dalamnya, maka ada 2 pertimbangan bagi manusia untuk bijaksana bersikap, yaitu apakah keberadaan gaib itu memberikan pengaruh tertentu kepada manusia, dan jika memberikan pengaruh tertentu, pengaruhnya bersifat positif ataukah negatif terhadap manusia.
Keberadaan suatu gaib di dalam tongkat kayu, perabotan rumah atau di pohon / rumah dapat saja memberikan manfaat yang baik untuk pemiliknya. Biasanya manfaat yang diberikannya adalah untuk penjagaan atau keselamatan dari gangguan gaib atau orang-orang jahat dan tamu yang bersikap tidak sopan. Selain itu gaibnya bisa juga memberikan manfaat ketenangan dan keteduhan bagi yang berdiam di dalamnya (berbeda dengan ketenangan dan keteduhan rumah biasa).
Bila ada bagian dari rumah kita yang menyebabkan kita merinding atau takut bila melewatinya atau saat berada di dalamnya, mungkin disitu memang berpenghuni mahluk halus. Biasanya si mahluk halus bermaksud memberitahu bahwa kita melewati atau berada di tempat kediamannya, tujuannya supaya kita berhati-hati dan berlaku sopan dan dengan cara itu dia juga menunjukkan rasa tidak sukanya dengan keberadaan kita di tempatnya.
Kita akan menyebut keberadaan suatu gaib bersifat positif bagi manusia bila pengaruh aura energinya selaras dengan manusia, tidak merugikan manusia, dan keberadaannya cenderung menguntungkan manusia. Begitu juga sebaliknya, kita akan menyebut keberadaan suatu gaib bersifat negatif bagi manusia bila pengaruh aura energinya tidak selaras dengan manusia dan keberadaannya cenderung merugikan manusia.
Pengaruh dari keberadaan suatu mahluk halus terhadap manusia sebagiannya dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar mahluk halus itu sendiri, seperti sifat energinya positif atau negatif, sifat wataknya baik atau jahat, dsb.  Pengaruh lainnya disebabkan oleh tujuan keberadaan mahluk halus itu, misalnya ingin ikut dengan menempel di tubuh manusia, marah dan menegur manusia. Walaupun mereka ada di sekitar kita dan mungkin juga berdiam di rumah kita, biasanya mereka tidak merasa ada hubungan dengan kita,  'urusan sendiri-sendiri'.  Tetapi bila kita berbuat kesalahan terhadap mereka atau keberadaannya, mereka bisa marah dan mungkin akan menegur kita dengan cara mereka sendiri.
Kadangkala tanpa sepengetahuan kita, ada mahluk halus di sekitar kita yang kerap menolong kita dan keluarga, misalnya membantu menjaga keamanan rumah, mengobati yang sedang sakit, membantu memberi ilham untuk penyelesaian masalah, dsb. Biasanya bila mereka sudah cocok dengan kita atau rumah kita, bila sudah pernah membantu, mereka akan terus membantu tanpa meminta imbalan. Dalam batasan ini dianggap keberadaan mereka bersifat positif bagi manusia.
Ada bangsa jin yang senang membantu atau berinteraksi dengan manusia, terutama adalah yang memiliki kaitan dengan leluhur seseorang. Mereka memperlakukan kita seolah-olah kita adalah anak cucu keturunannya. Kadang-kadang mereka datang menjenguk kita, mengobati yang sedang sakit, atau mengikut kepada seseorang yang dia merasa cocok. Ketika mereka datang, mereka menunjukkan bau-bauan tertentu atau rasa tertentu supaya manusia tahu bahwa mereka datang.
Kadangkala tanpa sepengetahuan kita, ada juga mahluk halus di sekitar kita yang keberadaannya bersifat negatif dan merugikan kita, misalnya yang berhawa energi panas kerap menyusahkan kita dan keluarga, membuat suasana rumah 'panas', sehingga kita mudah marah dan bertengkar, tidak betah tinggal di rumah, menyebabkan sakit-sakitan, mendatangkan banyak kesialan, musibah, dsb. Mereka tidak bermaksud jahat dan mengganggu, hanya saja energinya tidak cocok dengan kita. Tetapi bangsa jin yang dari golongan hitam biasanya bersikap jahat kepada kita dan cenderung menyesatkan, walaupun kita tidak berbuat jahat atau salah kepada mereka.
Mahluk halus yang perwatakannya termasuk dalam golongan hitam dan abu-abu, keberadaannya di sekitar tempat tinggal manusia atau bersama manusia, keberadaannya akan cenderung menyesatkan manusia. Melebihi mahluk halus dari golongan putih, mereka akan menunjukkan kerja yang giat, bahkan mereka akan tetap bekerja walaupun tidak diperintah. Mereka menyesatkan dengan mewujudkan banyak keinginan si manusia, sehingga si manusia merasa doa-doanya dikabulkan Tuhan, merasa dekat dengan Tuhan, atau bahkan merasa menjadi wakil atau perantara Tuhan di bumi, tetapi perilakunya menyebarkan kebencian dan permusuhan, merasa ilmunya ampuh dan kata-katanya manjur selalu terjadi. Dan keberadaan mereka pasti akan menyulitkan dalam proses kematian orang tersebut, karena tidak mau begitu saja ditinggal mati, kecuali ada orang lain yang mau menerima mereka.
Beberapa contoh pengaruh perbuatan mahluk halus, atau pengaruh energi dari keberadaannya, yang secara negatif dialami oleh manusia, misalnya :
·       kejadian-kejadian aneh, misalnya ada barang-barang yang suka berpindah tempat atau hilang atau benda-benda tertentu bergerak sendiri, atau penampakan-penampakan gaib yang membuat takut manusia.
·       mengganggu secara psikologis, misalnya sering bermimpi buruk, mudah marah atau bertengkar, malas bekerja.
·        Ada mahluk gaib di rumah kita yang bersifat baik yang ingin mengingatkan kita akan sesuatu hal yang sifatnya penting, namun setelah diberitahu dengan berbagai cara kita belum juga tanggap akan arti maksudnya, cara inilah yang kemudian sering dilakukan oleh mahluk gaib, supaya kita benar-benar memperhatikan pesannya.
·       Mungkin juga ini adalah karena ada mahluk gaib dari suatu tempat yang mengikut dengan cara menempel di tubuh kita (ketempelan). Niatnya tidak jahat, hanya ingin ikut saja. Namun karena si manusia tidak tahan kebebanan energi si gaib, maka dia mengalami sakit.
·       Ada mahluk gaib di rumah / sekitar kita yang energinya bersifat negatif. Artinya energi si gaib tidak selaras dengan energi manusia, maka lama-lama kita akan mengalami sakit karena pengaruh energi negatifnya terhadap tubuh maupun psikologis kita.
·       Mungkin ada mahluk gaib yang marah dan menegur kita, karena kita melakukan kesalahan (kesambet). Bila ini yang terjadi, biasanya sakitnya akan disertai panas demam tinggi selama beberapa hari. 
Dalam menghadapi keberadaan sesuatu gaib di sekitar kita, haruslah kita bersikap bijaksana, dengan kesadaran bahwa Tuhan menciptakan segala macam mahluk, yang kelihatan mata manusia maupun yang tidak kelihatan, dan semuanya itu ditempatkanNya untuk hidup bersama di bumi. Jadi memang sudah semestinya kita dan mereka bisa hidup berdampingan, sama seperti manusia, binatang dan tumbuhan yang hidup bersama di bumi.
Bila kita menyadari bahwa rumah atau ada sesuatu benda milik kita yang berpenghuni gaib, maka kita harus dapat menentukan apakah sifat gaibnya itu baik (positif) ataukah berpengaruh negatif terhadap manusia. Kita juga harus bijaksana untuk bersikap supaya perilaku kita tidak menyinggung atau membuat mereka marah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar