A. Manusia
makhluk Allah yang paling sempurna
Menurut
Fathuddin Ja’far, MA dalam bukunya SEI Empowernment Road to the Great Success
dikatakan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna
dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti Malaikat, Iblis, Hewan, dsb.
Sedangkan
Iblis adalah makhluk Allah yang paling hina, karena orientasi hidupnya terfokus
pada kerusakan dan penyesatan manusia dari jalan yang lurus. Kemuliaan Malaikat
adalah karena mereka tidak putus-putusnya bertasbih dan memuji kebesaran
Tuhan-Nya. Lain lagi dengan hewan. Hewan adalah makhluk yang tidak punya akal
dan perasaan seperti manusia. Desain dan struktur tubuhnya sangat jauh berbeda
dibandingkan dengan tubuh manusia, akan tetapi memiliki nafsu atau syahwat
makan, minum dan biologis seperti manusia. Karena syahwat hewaniyahnya yang mendominasi
dan menggerakkan hidupnya maka setiap saat hidup hewan hanya untuk memenuhi
syahwat makan dan syahwat biologis Sebab itu, hewan tidak Allah pilih menjadi
Khalifah-Nya di atas bumi.
Adapun
kemuliaan manusia bermula ketika Allah berkehendak menjadikan Adam sebagai
Khalifah-Nya di atas muka bumi dengan misi ibadah kepada-Nya. Kehendak Allah
menjadikan manusia sebagai Khalifah-Nya di bumi itu tentunya berdasarkan ilmu
dan perencanaan-Nya yang sangat matang. Sebab itu, ketika para malaikat
mempertanyakan rencana Allah tersebut, Allah menjawabnya: “Sungguh Aku
mengetahui apa yang kalian tidak ketahui.” (QS. Al-Baqarah : 30
Kesempurnaan tersebut bukan karena
subyektivitas Tuhan Pencipta yang Maha Kuasa atas segala makhluk-Nya, melainkan
berdasarkan standar ilmiyah terkait dengan rancangan penciptaan yang sangat
sempurna baik fisik maupun non fisik seperti akal, qalbu (hati), tanpa
kehilangan syahwat dan nafsu hewaniyahnya, demikian juga gerak mekanik seluruh
tubuhnya yang demikian indah dan dinamis. Dengan demikian, manusia
dianugerahkan berbagai kelebihan, dan kelebihan-kelebihan tersebut tidak
diberikan Allah kepada makhluk lain selain manusia dan telah pula menyebabkan
mereka memperoleh kemuliaan-Nya. Allah menjelaskan di dalam firmanya Q,S al-isra’:70
وَلَقدْكَرَّمْنَابَنِيْ اَدَ مَ وَحَمَلْنَحُمْ فِى
الْبَرِّ وَا لْبَحْرِوَرَزَ قْنَحُمْ مِنَ الطَّيِّبَتِ
وَفَضَّلْنَحُمْ
عَلَى كَثِيْرٍمِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً{ عل اثرء: }
Artinya:“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak
Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al Isra’ : 70)
Namun
demikian, kemulian manusia erat kaitannya dengan komitmen mereka menjaga
kelebihan-kelebihan tersebut dengan cara menggunakannya secara optimal dan
seimbang sesuai dengan kehendak yang telah dirancang Tuhan Pencipta.Manusia
adalah makhluk Allah yang paling sempurna selama mereka dapat memanfaatkan
secara optimal tiga anugerah keistimewaan / kelebihan yang mereka miliki yakni,
Spiritual, Emotional, dan Intellectual dalam diri mereka sesuai misi dan visi
penciptaan meraka. Namun apabila terjadi penyimpangan misi dan visi hidup,
mereka akan menjadi makhluk paling hina, bahkan lebih hina dari binatang dan
Iblis bilamana mereka kehilanan control atas ketiga keistimewaan yang mereka
miliki. Penyimpangan misi dan visi hidup akan menyebabkan derajat manusia jatuh
di Mata Tuhan Pencipta.
Allah
telah menjelaskan dalam firman-Nya Q,S al-A’raf: 179
وَلَقَدْزَرَاْنَالِجَحَنَّم
كَشِيْرًامِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ , لَحُمْ قُلُوْبٌ لَّاَيَفْقَحُوْ نَ بِحَ , وَلَحُمْ اَعْيُنٌ لاَّيُبْصِرُوْ نَ بِحَ
وَلَحُمْ
اَذَانُ لَّاايَسْمَعُوْنَ بِحَا , اُولَإكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ حُمْ اَضَلُّ , اُولَإِكَ حُمُ الْغَفِلُوْ نَ (العحز
ف79 )
Artinya:“Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk manusia (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf : 179)
B. Kebutuhan
manusia akan pedoman hidup
Pedoman
dibutuhkan oleh manusia sebagai petunjuk bagaimana cara yang terbaik untuk mencapai
tujuan hidup , dan allah telah menurunkan al-qur’an melalui malaikat
jibril untuk manusia yang akan manjadi pedoman atau petunjuk bagi manusia itu
sendiri. Turunnya petunjuk dari Sang Pencipta itu sudah merupakan
bukti betapa besarnya kasih sayang allah kepada kita semua. Kita diberi
petunjuk atau pedoman agar kita tidak tersesat jalan, agar kita dapat mencapai
tujuan yang telah digariskan-Nya, manusia diciptakan untuk beribadah hanya
kepada Allah.
Alangkah ruginya
jika kita mencari pedoman lain, yang pasti tidak akan dapat memberi petunjuk
yang benar untuk apa kita diciptakan, bagaimana cara hidup yang benar, dan
kemana tujuan akhir kita. Mari kita tanamkan Al Qur’an dalam diri kita, dan
kemudian kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari tanpa keraguan
sedikitpun. Mari kita isi otak dan hati kita dengan AL Qur’an,
niscaya kita termasuk orang-orang yang beruntung, amin..Menganut agama adalah hal yang
paling penting yang harus dilakukan setiap individu dalam menjalani hidup.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat informasi yang menjelaskan
bahwa Agama merupakan sistem yang mengatur kepercayaan dan tata cara beribadah kepada
Tuhan yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antar
manusia dan lingkungannya.
Berikut
penjelasan mendetail mengenai 4 alasan yang disebutkan diatas yang di dapatkan
dari salah satu thread di kaskus:
1.
Agama Sumber moral
Bahwa
pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral
oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama. Agama menjadi sumber moral,
karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta karena
adanya perintah dan larangan dalam agama.
2.
Agama Petunjuk Kebenaran
Agama
sangat penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal dicari-carioleh
manusia sejak dulu kala dengan ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang
dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama adalah petunjuk kebenaran. Bahkan
agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Itulah agama
islam!
3.
Agama Sumber Informasi Metafisika
Sesungguhnya
persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama tau iman, dan hanya Allah saja
yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib ini dalam
batas-batas yang dianggap perlu telah menerangkan perkara yang gaib tersebut
melalui wahyu atau agama-Nya. Dengan demikian agama adalah sumber infromasi
tentang metafisika, dan karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat
mengetahui persoalan metafisika. Dengan agamalah dapat diketahui hal-hal yang
berkaitan dengan alam barzah, alam akhirat, surga dan neraka, Tuhan dan
sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya.
Dapat
disimpulkan bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan karena itu sangat
dibutuhkan), karena manusia dengan akal, dengan ilmu atau filsafatnya tidak
sanggup menyingkap rahasia metafisika. Hal itu hanya dapat diketahui dengan
agama, sebab agama adalah sumber informasi tentang metafisika.
4.
Agama pembimbing rohani bagi manusia
Dengan
sabdanya ini Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman bersyukur kepada Allah
pada waktu memperoleh sesuatu yang menggembirakan dan tabah atau sabar pada
waktu ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Bersyukur di kala sukadan sabar di kala
duka inilah sikap mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh orang beriman.
Dengan begitu hidup orang beriman selalu stabil, tidak ada goncangan-goncangan,
bahkan tenteram dan bahagia, inilah hal yang menakjubkan dari orang beriman
seperti yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup seluruhnya serba.
BAB III
AGAMA ISLAM DAN RUANG
LINGKUP AJARANNYA
A.
Pengertian islam
v Etimologi
Berdasarkan ilmu bahasa (Etimologi) kata ”Islam”
berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan
damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga
menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan
taat. Sedangkan muslim yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat,
menyerahkan diri, patuh, dan tunduk kepada Allah s.w.t
v Terminilogi
Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama
bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang
rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai
berbagai segi dari kehidupan manusia. Islam merupakan ajaran yang lengkap ,
menyeluruh dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik
ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Islam juga
merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub, Nabi
Musa, Nabi Sulaiman, Nabi Isa as. Dan nabi-nabi lainnya.
B.
Ruang Lingkup Ajaran Islam
Ruang lingkup ajaran islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah,
syari’ah dan akhlak
1)
Aqidah
Aqidah
arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah
menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan
maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan
meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama
sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman
kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada
Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar.
2)
Syari’ah
Syari’ah
arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam
seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut
ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam
seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat,
zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus
yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam
al-Qur’an dan sunnah Rasululah Saw.
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari
·
Munakahat (perkawinan), termasuk di dalamnya soal harta
waris (faraidh) dan wasiat
·
Tijarah (hukum niaga) termasuk di dalamnya soal
sewa-menyewa, utang-piutang, wakaf.
·
Hudud dan jinayat keduanya merupakan hukum pidana islam
Hudud ialah hukum bagi tindak kejahatan zina, tuduhan zina,
merampok, mencuri dan minum-minuman keras. Sedangkan jinayat adalah hukum bagi
tindakan kejahatan pembunuhan, melukai orang, memotong anggota, dan
menghilangkan manfaat badan, dalam tinayat berlaku qishas yaitu “hukum balas”
·
Khilafat (pemerintahan/politik islam)
·
Jihad (perang), termasuk juga soal ghanimah (harta rampasan
perang) dan tawanan).
3)
Akhlak atau etika
Akhlak
adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau
tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam
yang mengatur tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan
akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran”. Akhlak ini meliputi
akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri, kepada
keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim.
Dalam
Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat (Amin, 1975 : 3)
Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang melakukannya dengan sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk.
Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang melakukannya dengan sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk.
Etika
harus dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum
dibiasakan bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan etika makan dan
minum sejak kecil akan berdampak setelah dewasa. Sama halnya dengan etika
berpakaian, anak perempuan dibiasakan menggunakan berpakaian berciri khas
perempuan seperti jilbab sedangkan laki-laki memakai kopya dan sebagainya.
Islam sangat memperhatikan etika berpakai sebagaimana yang tercantum dalam
surat al-Ahsab di atas.
C.
Klasifikasi
Agama dan Agama Islam
Ditinjau dari sumbernya, agama
dibagi 2 yaitu:
Agama wahyu (revealed religion)
disebut juga dengan agama langit yang artinya agama yang diterima oleh manusia
dari Allah Sang Pencipta melalui malaikat jibril dan disampaikan serta
disebarkan oleh Rasul-Nya kepada umat manusia.
Agama wahyu mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
1.
Agama wahyu dapat dipastikan
kelahirannya. Pada waktu agama wahyu disampaikan malaikat (Jibril) kepada
manusia pilihan yang disebut utusan atau Rasul-Nya, pada waktu itulah agama
wahyu lahir.
2.
Agama tersebut disampaikan kepada
manusia melalui Utusan atau Rasul Allah.
3.
Memiliki kitab suci yang berisi
himpunan wahyu yang diturunkan oleh Allah.
4.
Ajaran agama wahyu mutlak benar
karena berasal dari Allah yang Maha Benar, Maha Mengetahui segala-galanya.
5.
Sistem hubungan manusia dengan Allah
dalam Agama wahyu, ditentu kan sendiri oleh Allah dengan penjelasan lebih
lanjut oleh Rasul-Nya.
6.
Konsep ketuhanan agama wahyu adalah
monoteisme murni sebagai- mana yang disebutkan dalam ajaran agama langit itu.
7.
Dasar-dasar agama wahyu bersifat
mutlak, berlaku bagi seluruh umat manusia.
8.
Sistem nilai agama wahyu ditentukan
oleh Allah sendiri yang diselaras- kan dengan ukuran dan hakikat kemanusiaan.
9.
Agama wahyu menyebut sesuatu tentang
alam yang kemudian dibuktikan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan(sains) modern.
10. Melalui agama
wahyu Allah memberi petunjuk, pedoman, tuntunan dan peringatan kepada manusia
dalam pembentukan insan kamil, yakni manusia yang sempurna, manusia baik yang
bersih dari noda dan dosa.
Agama budaya (cultural religion)
disebut juga dengan agama bumi yang artinya bersandar semata-mata kepada ajaran
seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan dalam berbagai
aspeknya secara mendalam.
Ciri-cirinya adalah:
1.
Tumbuh secara komulatif
dalam masyarakat penganutnya
2.
Tidak disampaikan oleh
utusan Tuhan (Rasul)
3.
Umumnya tidak memiliki
kitab suci
4.
Ajarannya dapat
berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiran penganutny
5.
Konsep ketuhanannya:
dinamisme, animisme, politheisme.
Kebenaran ajarannya tidak
universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa dan keadaan.
Perbedaan ke2 agama ini dikemukakan
Al Masdoosi dalam Living Religious of the World sebagai berikut:
a)
Agama wahyu berpokok pada
konsep keesaan Tuhan, sedangkan agama budaya tidak demikian
b)
Agama wahyu beriman kepada
Nabi, sedangkan agama budaya tidak
c)
Agama wahyu sumber utamanya
adalah kitab suci yang diwahyukan, sedangkan agama budaya kitab suci tidak
penting
d)
Semua agama wahyu lahir di
Timur Tengah, sedangkan agama budaya lahir di luar itu.
e)
Agama wahyu lahir di
daerah-daerah yang berada di bawah pengaruh ras simetik
f)
Agama wahyu memberikan
arah yang jelas dan lengkap baik spiritual maupun material, sedangkan agama
budaya lebih menitik beratkan aspek spiritual saja.
g)
Ajaran agama wahyu jelas dan
tegas, sedangkan agama budaya kabur dan elastis.
Sebagai contoh agama yang masuk ke dalam kelompok
agama wahyu adalah : Islam, Yahudi dan Nasrani. Sedangkan kelompok agama budaya
contohnya adalah Kong Hu Cu, Budha dan Hindhu. Islam sebagai agama wahyu,
tentunya jika kesepuluh tolok ukur di atas diterapkan kepada agama Islam,
hasilnya adalah sebagai berikut :
1.
Agama Islam dilahirkan pada tanggal
17 Ramadhan tahun Gajah, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M.
2.
Disampaikan oleh Malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad sebagai utusan Allah.
3.
Meimiliki kitab suci Alquran yang
memuat asli semua wahyu yang diterima oleh Rasul-Nya selama 22
tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah dan kemudian di Madinah.
4.
Ajaran Islam mutlak benar karena
berasal dari Allah yang Maha Benar dan Maha Mengetahui segala sesuatu.
5.
Sistem hubungan manusia dengan Allah
disebutkan dalam Alquran, dijelaskan dan dicontohkan pelaksanaannya oleh
Rasul-Nya.
6.
Konsep Ketuhanan Islam adalah
tauhid, monoteisme murni, ke Esaan Allah, esa dalam Zat, esa dalam sifat , esa
dalam perbutan dan seterusnya.
7.
Dasar-dasar agama Islam bersifat
fundamental dan mutlak, berlaku untuk seluruh umat manusia di manpun dia
berada.
8.
Nilai-nilai terutama nilai-nilai
etika (akhlak) dan estetika (keindahan) yang ditentukan oleh Agama Islam sesuai
dengan fitrah manusia dan kemanu siaan.
9.
Soal-soal alam (semesta) yang
disebutkan dalam Agama Islam yang dahulu diterima dengan keyakinan saja, kini
telah banyak dibuktikan kebenarannya oleh sains modern.
10. Bila
petunjuk, pedoman dan tuntunan serta peringatan agama Islam dilaksanakan dengan
baik dan benar akan terbentuk insan kamil, manusia sempurna.
BAB IV
PERAN AGAMA
A.
Peran
agama islam dalam menentramkan bati dan membawa kedamaian
Bagi jiwa yang
sedang gelisah, agama akan memberi jalan dan siraman penenang hati. Tidak sedikit
kita mendengar orang yang kebingungan dalam hidupnya selama ia belum beragama,
tetapi setelah mulai mengenal dan menjalankan agama, ketenangan jiwa akan
datang. Misalnya seorang kaya yang mempunyai kedudukan yang menentukan dalam
masyarakat dan instansinya. Hidupnya senang, tidak pernah kekurangan apapun
dalam kehidupannya. Kelihatannya ia sangat bahagia dalam hidup ini, anak-anak
dan istrinyapun demikian. Kemudian pada saat-saat terjadinya sorotan-sorotan
tajam dari luar, karena situasi dalam negara telah berubah, mulailah
kegembiraannya berkurang. Di rumah ia sering marah, di kantorpun ia tak pandai
lagi bergurau seperti biasa. Lama-kelamaan ia mulai menderita berbagai
macam-macam penyakit, kadang-kadang tidak bisa buang air besar, kadang-kadang rasa
pusing yang terus menerus selama beberapa hari, dan akhirnya ia jatuh sakit
yang berat yang sukar untuk diobati.
Dari contoh di
atas, menunjukkan bahwa subyek merasa agak goyang dalam kedudukannya, juga
telah meningkat usia hampir pensiun. Ia sangat gelisah mengingat umurnya telah
lanjut. Segala fasilitas yang sekarang ada tidak lama lagi akan lenyap.
Ia belum mempunyai pegangan jiwa, belum menganut sesuatu agama dengan
keyakinan, karena selama ini ia merasa bahwa agama itu kurang begitu penting dalam
hidup. Ia lebih bingung lagi memikirkan anak-anaknya yang telah mulai remaja.
Karena bingung
dan gelisah itu, mulailah ia diajak oleh teman-temannya untuk mendengarkan
pengajian, di mana diuraikan oleh guru-guru yangbaik betapa pentingnya agma
bagi seseorang. Lama-kelamaan ia mulai sadar bahwa ia perlu beragama secara
aktif, kesadarannya itu telah menolongnya dalam menentramkan jiwanya.
B.
Peran agama islam dalam membawa kedamain
Sebelum
kita meneliti apa peran yang dapat dimainkan oleh agama-agama terkemuka dalam
membawakan perdamaian bagi manusia di semua bidang kehidupannya, kita perlu
memeriksa dahulu peran agama bersangkutan dalam penciptaan perdamaian di antara
para penganut aliran-aliran yang terdapat dalam dirinya disamping
kemungkinannya untuk hidup damai dengan yang lainnya. agama seharusnya
memainkan peran utama dalam penciptaan kedamaian, menghapuskan kesalahpahaman
di antara pengikut berbagai sekte dan agama, menghidupkan kesantunan dan
mengembangkan prinsip tidak saling mengganggu. Tetapi kalau dalam hal
menciptakan kekacauan, pertumpahan darah dan menimbulkan penderitaan, ternyata
agama merupakan kekuatan yang sangat besar dan dinamis yang tidak bisa
diabaikan sama sekali. Tidak mungkin perdamaian dunia bisa dicapai tanpa
memperhatikan masalah pokok ini dan memperbaiki kekurangan-kekurangannya.
Sepanjang sejarah Islam dipenuhi dengan episoda-episoda menyedihkan dimana
Islam sebagai agama perdamaian digunakan sebagai alasan untuk menghancurkan
kedamaian dari para penganutnya yang tidak bersalah, hanya karena mereka juga
meyakini Islam tetapi tidak dari sudut pandang mereka yang ingin memaksakan
kehendaknya. Adalah suatu kenyataan dalam sejarah bahwa Islam telah
disalahgunakan untuk menyiksa umat Muslim sendiri. Perang jihad yang dilakukan
umat Muslim terhadap Pasukan Salib tidak ada artinya dibanding “jihad” yang
dikobarkan di antara sesama Muslim selama empatbelas abad terakhir ini.
Dalam
agama Nasrani, penyiksaan umat Nasrani oleh Nasrani lainnya sepertinya
tertimbun tidak nampak di bawah remah-remah sejarah Amerika dan Eropah. Tetapi
kalau kita pelajari pergolakan politik keagamaan di Irlandia, baru nampak
wujudnya. Begitu juga terlihat adanya bahaya potensial perseteruan antar sekte
di dalam agama Nasrani di bagian lain dunia yang sekarang ini disibukkan oleh
perseteruan dan dendam lainnya. Berkaitan dengan hubungan antar agama,
kerusuhan Hindu dan Muslim di India atau Muslim dan Nasrani di Nigeria dan
permusuhan Yahudi dan Muslim di Timur Tengah disamping regasnya pertalian
politik dan ekonomi yang mendasari hubungan antar Yahudi dan Nasrani, semuanya
menggambarkan bahaya laten yang sementara tenang seperti gunung berapi di
kedalaman dunia keagamaan. Dengan demikian patut ditekankan reformasi sikap
dalam menangani masalah-masalah tersebut.
Rekapitulasi
daripada pendekatan Islam dalam mengatasi masalah-masalah itu dapat disimpulkan sebagai :
1.
Semua
agama di dunia, terlepas apakah mereka mengakui Islam atau tidak, harus
mematuhi prinsip dasar Islam yang tidak mengizinkan penggunaan paksaan dengan
cara apa pun sebagai instrumen untuk penyelesaian perselisihan antar sekte dan
antar agama. Kebebasan memilih agama, kemerdekaan dalam pengamalan,
pengembangan dan pelaksanaan, kebebasan untuk tidak mempercayai lagi atau
beralih kepercayaan, merupakan kebebasan yang harus dilindungi secara mutlak.
2.
Walaupun
agama lainya tidak sepaham dengan konsep Islam mengenai kebenaran universal
atau bahkan mereka yang memiliki sudut pandang Yahudi, Nasrani, Budha,
Konghucu, Hindu, Zarathustra dan lain-lain menganggap agama lainnya sebagai
palsu dan bukan datang dari Tuhan, semua agama seharusnya mematuhi prinsip yang
dianut Islam dalam hal menghormati semua Pendiri dan para wujud suci agama
masing-massing. Yang jelas mereka tidak harus mengkompromikan prinsip-prinsip mereka
sendiri. Masalahnya semata-mata bersangkutan dengan hak azasi manusia. Adalah
hak setiap manusia bahwa kepekaan dan sentimen keagamaannya tidak diganggu atau
dirusak.
3.
Perlu
kiranya diingat bahwa prinsip di atas tidak boleh dipaksakan pelaksanaannya berdasarkan
hukum nasional atau pun internasional. Harus dipahami bahwa berkaitan dengan
prinsip di atas maka setiap hujatan tidak harus dibalas dengan hukuman buatan
manusia melainkan cukup dikemukakan dan dicegah dengan cara membangun opini
publik bahwa tindakan seperti itu adalah tidak sopan dan menjijikkan.
4.
Konferensi
antar agama menurut pola sebagaimana diperkenalkan oleh Jemaat Ahmadiyah di
penghujung abad ini, perlu digalakkan dan dikembangluaskan. Inti pati daripada
konferensi demikian dapat disimpulkan berdasarkan karakterisitik berikut :
a)
Semua
pembicara diberikan keleluasaan penuh guna mengemukakan semua sisi positif dan
menarik dari kepercayaan mereka masing-masing tanpa menjelek-jelekkan agama
lainnya.
b)
Para
pembicara dari suatu agama patut pula kiranya mencoba mencari sisi-sisi baik
dari agama lainnya, mengutarakannya dan menjelaskan mengapa ia terkesan
karenanya.
c)
Pembicara
dari masing-masing agama sewajarnya menghormati keagungan dan kebaikan sifat
para pemimpin agama lainnya. Sebagai contoh, seorang pembicara Yahudi bisa
berbicara mengenai sifat-sifat menonjol dari Nabi Muhammad s.a.w. yang bisa
dipahami oleh semua manusia tanpa harus mengkom¬promikan kepercayaan agamanya
sendiri. Begitu juga dengan seorang pembicara Muslim yang dapat berbicara
mengenai Krishna, pembicara Hindu mengemukakan mengenai Jesus Kristus,
pembicara Budha mengenai Nabi Musa a.s. dan lain-lainnya. Pada tahun
tigapuluhan, konferensi demikian diselenggarakan oleh Jemaat Ahmadiyah untuk
memperbaiki hubungan Hindu - Muslim di India.
d)
Tanpa
berprasangka pada apa yang dikemukakan di titik c.) di atas, kesucian dialog
keagamaan di antara berbagai sekte dan kepercayaan harus dijaga. Pertukaran
pendapat antar agama jangan sampai dikutuk karena ini merupakan sabotase pada
kedamaian umat beragama. Adalah tehnik dialog yang keliru yang patut disalahkan
dan bukan dialognya itu sendiri. Kebebasan aliran pendapat merupakan salah satu
hak azasi manusia yang paling mendasar. Kebebasan ini tidak boleh dikompromikan
sama sekali.
e)
Guna
mempersempit jurang perbedaan dan memperbesar kemungkinan kesepakatan, perlu
diberikan batasan agar perdebatan dengan penganut agama lain mengikuti prinsip
bahwa semua agama ditelaah sampai ke sumbernya. Al-Quran menyatakan bahwa semua
agama mempunyai sumber yang sama. Pernyataan itu merupakan kebijakan yang patut
diteliti dan diekplorasi oleh semua agama demi kemaslahatan mereka sendiri mau
pun kemanusiaan secara keseluruhan.
5.
Patut
dikembangkan kerjasama di bidang-bidang yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Seperti proyek-proyek kemanusiaan atau philantropis yang dikerjakan bersama
oleh penganut-penganut Islam, Hindu, Nasrani, Yahudi dan lain-lain.
Hanya
dengan cara demikian kita bisa mengharapkan terciptanya impian Utopia para
pemikir dan wali-wali di masa lalu yaitu mempersatukan manusia dalam semua
aktivitas kemanusiaannya di bawah satu bendera, baik di bidang keagamaan,
sosial, ekonomi atau politik atau apa pun yang mempunyai arti.
C. Peranan
Agama Dalam Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan sehari-hari dapat
disaksikan dengan jelas perbedaan orang yang beragama (yang menjalankan ajaran
agam dengan baik) dengan orang yang hidupnya jauh dari ikatan agama. Pada wajah
orang-orang yang menjalankan ajaran agama dengan baik nampak tanda-tanda
ketenangan batin, tidak mudah cemas dalam menghadapi persoalan hidup dan
tindakannya tidak merugikan orang lain. Sebaliknya orang yang lepas dari
tatanan agama, biasanya ia mampu bersikap tenang hanya pada waktu segalanya
berjalan dengan baik dan menyenangkan. Akan tetapi bila keadaan mulai berubah,
ia akan merasa panik dan cemas. Ada yang sampai terganggu kesehatannya ataupun
melakukan sesuatu yang merugikan dirinya maupun orang lain. Pada garis besarnya
peranan agama dalam kehidupan manusia ada tiga, yaitu:
a.
Menjadi pembimbing
dalam hidup
Sikap seseorang dalalm hidup ini
dipengaruhi oleh kepribadian dirinya. Dan kepribadian itu adalah kumpulan dari
pengalaman, pendidikan dan keyakinan (agama) yang tertanam sejak awal. Dari
unsur-unsur diatas faktor keyakinan atau agama paling dominan pengaruhnya
terhadap sikap dan kepribadian seseorang. Bila agama sudah ditanamkan sejak
awal maka akan membentuk sikap dari dalam diri secara otomatis, sehingga dalam
menghadapi segala persoalan hidup ia selalu bersandar kepada ajaran agama yang
diyakininya. Ia akan rajin berbuat baik karena ia sadar bahwa hal itu sesuai
dengan perintah agama yang diyakininya dan akan menjauhi perbuatan yang tidak
baik, karena ia sadar bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran agama.
b.
Menjadi penolong dalam
menghadapi kesulitan
Bagi orang yang beragama dengan
baik tidak akan mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan. Ia menyadari bahwa
kesulitan itu adalah bagian dari hidup ini, yang merupakan cobaan dari tuhan,
karenanya ia sering meminta pertolongan kepadaNya, bersamaan dengan sikap sabar
dan keyakinan bahwa tuhan akan memberikan jalan keluar yang terbaik untuknya
Orang yang beragama dengan baik selalu mengingat:
1. Allah
tidak akan membebani (memberi cobaan) diluar kemampuan hambanya (surat
Al-Baqarah ayat: 25)
2. Dibalik
kesulitan ada kemudahan (surat An-Nasroh ayat: 6)
3. Kedekatan dengan allah akan mendapat jalan
keluar dari kesulitan (surat Al-Qalaq ayat: 123)
4. Siapa
yang benar-benar bertaqwa kepada allah akan diberiNya jalan keluar(dari
kesulitan) dan akan diberiNya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.
c.
Untuk menentramkan
batin
Orang yang beragama dengan baik
selalu merasakan seolah-olah tuhan itu dekat dengan dirinya, sehingga ia merasa
yakin senantiasa ditolong karena itu jiwanya menjadi tenang. Agama yang dapat
berperan seperti itu hanyalah agama islam, sesuai dengan firman allah dalam
al-qur’an yang artinya “sesungguhnya agama yang diakui allah hanyalah islam”
dan “siapa yang mencari agama lain selain islam, maka tidak akan diterima dan
diakhirat ia akan rugi” Islam terbagi menjadi tiga, yaitu:
1.
Aqidah (keimanan) Iman
kepada allah Iman kepada rasul Iman kepada malaikat Iman kepada hari kiamat
Iman kepada kitab-kitab allah Iman kepada ketentuan allah
2.
Syari’ah (hokum atau peraturan)
Hubungan manusia dengan allah Hubungan manusia dengan manusia.
3.
Akhlak Kepada allah
Kepada rasul Kepada diri sendiri Kepada ibu dan bapak Kepada keluarga Kepada
sesama muslim Kepada non muslim kepada mahluk lain.
Ø Peranan
Agama
1.
Faktor motifatif, yang
mendorong, mendasari dan melandasi cita-cita dan amal perbuatan manusia.
2.
Faktor kreatif, mendorong
manusia untuk berkreasi baru.
3.
Faktor sublimatif , yang
mengkuduskan perbuatan manusia
Faktor Integratif, agama dapat memadukan
segenap kegiatan manusia baik sebagai individu / anggota masyarakat.
BAB V
SUMBER
HUKUM AJARAN ISLAM
A.
Al Quran
v Pengertian
Al Quran
Sebagaimana telah disinggung
sebelum ini tentang sumber dalil dalam hukum Islam, maka Al Quran merupakan
sumber utama dalam pembinaan hukum Islam.
Al Quran yang berasal dari kata qara’a yang dapat diartikan dengan membaca, namun yang dimaksud dengan Al Quran dalam uraian ini ialah,”kalamullah yang diturunkan berperantarakan ruhul amin kepada Nabi Muhammad saw. Menjadi ibadah bagi siapa yang membacanya, ia ditulis di atas lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah dan di akhiri dengan surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian. Sebagaimana telah disebutkan bahwa sedikitpun tidak ada keraguan atas kebenaran dan kepastian isi Al Quran itu, dengan kata lain Al Quran itu benar-benar datang dari Allah. Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung di dalam Al Quran merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Banyak ayat-ayat yang menerangkan bahwa Al Quran itu benar-benar datang dari Allah.
Al Quran yang berasal dari kata qara’a yang dapat diartikan dengan membaca, namun yang dimaksud dengan Al Quran dalam uraian ini ialah,”kalamullah yang diturunkan berperantarakan ruhul amin kepada Nabi Muhammad saw. Menjadi ibadah bagi siapa yang membacanya, ia ditulis di atas lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah dan di akhiri dengan surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian. Sebagaimana telah disebutkan bahwa sedikitpun tidak ada keraguan atas kebenaran dan kepastian isi Al Quran itu, dengan kata lain Al Quran itu benar-benar datang dari Allah. Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung di dalam Al Quran merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Banyak ayat-ayat yang menerangkan bahwa Al Quran itu benar-benar datang dari Allah.
Ditinjau dari sudut tempatnya, Al Quran turun di dua
tempat yaitu:
1) Di
Mekkah atau yang disebut ayat makkiyah. Pada umumnya berisikan soal-soal
kepercayaan atau ketuhanan, mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya,
ayat-ayatnya pendek dan ditujukan kepada seluruh ummat. Banyaknya sekitar 2/3
seluruh ayat-ayat Al Quran.
2) Di
Madinah atau yang disebut ayat madaniyah. Ayat-ayatnya panjang, berisikan
peraturan yang mengatur hubungan sesama manusia mengenai larangan, suruhan,
anjuran, hukum-hukum dan syari’at-syari’at, akhlaq, hal-hal mengenai keluarga,
masyarakat, pemerintahan, perdagangan, hubungan manusia dengan hewan,
tumbuh-tumbuhan, udara, air dan sebagainya.
v Mu’jizat
Al Quran
Al Quran memiliki mu’jizat-mu’jizat
yang membuktikan bahwa ia benar-benar datang dari Allah SWT. Menurut Mana’
Qattan di dalam buku Mabahits Fi Ulumil Quran menyebutkan bahwa Al Quran
memilki mujizat pada 4 bidang yaitu:
1)
Pada lafadz dan susunan
kata. Pada zaman Rasulullah Syair sangat trend pada saat itu maka Al Quran turun dengan kata-kata
dan susunan kalimat yang maha puitis, sehingga Al Quran memastikan bahwa tak
ada seorangpun yang dapat membuat satu surah sekalipun semisal Al Quran.
Seperti yang termaktub dalam surah Al Isra ayat 88, Hud ayat 13-14, Yunus ayat
38 dan Al Baqarah ayat 23.
2)
Pada keterangannya,
selain pada kata-katanya Al Quran juga memiliki mujizat pada artinya yang
membuka segala hijab tentang hakikat manusiawi.
3)
Pada ilmu pengetahuan.
Di dalam terdapat sangat banyak pengetahuan baik hal yang zahir maupun yang
gaib, baik masa sekarang maupun yang akan datang.
4)
Pada penetapan hukum.
Peraturan yang ada di dalam Al Quran bebas dari kesalahan karena ia berasal
dari Tuhan Yang Maha Tahu atas segala ciptaanNya.
v Fungsi
Al Quran
Al Quran pertama kali turun di Gua
Hira surah Al Alaq ayat 1-5 dan terakhir kali turun surah al Maidah ayat 3. Al
Quran terdiri dari 30 juz, 144 surah, 6.326 ayat, 324.345 huruf . al quran
berfungsi sebagai:
1.
Menerangkan dan
menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
2.
Al-Qur’an kebenaran
mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
3.
Pembenar (membenarkan
kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10: 37; 35: 31;
46: 1; 12: 30)
4.
Sebagai Furqon (pembeda
antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
5.
Sebagai obat penyakit
(jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
6.
Sebagai pemberi kabar
gembira
7.
Sebagai hidayah atau
petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
8.
Sebagai peringatan
9.
Sebagai cahaya petunjuk
(QS. 42: 52)
10. Sebagai
pedoman hidup (QS. 45: 20)
B.
As-sunah
atau Hadits
Sunnah adalah sesuatu yang berasal
dari Rasul SAW, baik berupa perkataan, perbuatan dan penetapan pengakuan.
Hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alqur’an yang kurang jelas atau
sebagai penentu beberapa hukum yang tidak terdapat pada Al-Qur’an.
As-sunnah dibagi menjadi 4 macam yaitu;
1.
Sunnah qauliyah yaitu
semua perkataan Rasulullah SAW
2.
Sunnah fi’liyah yaitu
semua perbuatan Rasulullah SAW
3.
Sunnah taqririyah yaitu
penetapan dan pengakuan Nabi terhadap pernyataan dan pengakuan Nabi ataupun
perbuatan orang lain
4.
Sunnah hammiyah yaitu
sesuatu yang telah dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan.
a)
Macam-macam
As-Sunnah
Ø Ditinjau dari Kualitasnya. Tingkatan
hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan,
da'if dan maudu'
1)
Hadits
Shahih,
yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Sanadnya bersambung;
2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg
adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
3. Matannya tidak mengandung
kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak
nyata yg mencacatkan hadits.
2)
Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya,
serta matannya tidak syadz serta cacat.
3)
Hadits
Dhaif (lemah),
ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq,
mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau
tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
5)
dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
Ø Ditinjau
dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya
1) Mutawatir,
yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
2) Masyhur,
diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat
mutawir
3) Ahad,
yang diriwayatkan oleh satu orang.
Ø Ditinjau
dari segi diterima atau tidaknya
1) Maqbul,
yang diterima.
2) Mardud,
yang ditolak.
b)
Kedudukan
As-Sunnah:
1) Sunnah
adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an
2) Orang
yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al-Mujadilah, 58: 5)
3) Menjadikan
Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang beriman (QS. An-Nisa’, 4:
65)
C.
Sumber
Pelengkap Ar-Ra’yu (Ijtihad)
Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh,
yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari
ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun
hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada
perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan
para ahli agama Islam.
Tujuan
ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalamberibadah kepada Allah di
suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Macam bentuk
ijtihad antara lain :
1. Ijma'
Ijma'
artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum
hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang
terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara
ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah
fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk
diikuti seluruh umat.
2. Qiyâs
Qiyas
artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu
perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan
dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu
sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila
memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa
sebelumnya
Beberapa definisi qiyâs (analogi)
1.
Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada
cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
2.
Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya,
melalui suatu persamaan di antaranya.
3.
Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan
di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan
sebab (iladh).
3. Istihsân
Beberapa definisi
Istihsân
1.
Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal
itu adalah benar.
2.
Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya
3.
Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk
maslahat orang banyak.
4.
Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah
kemudharatan.
5.
Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat
terhadap perkara yang ada sebelumnya.
4. Maslahah murshalah
Adalah
tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan
pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan
menghindari kemudharatan.
5. Sududz Dzariah
Adalah
tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn
umat.
6. Istishab
Adalah
tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya,
7. Urf
Adalah
tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan
prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
BAB VI
PENGERTIAN, DASAR, DAN TUJUAN AKIDAH AKHLAK
A. Pengertian Akidah Akhlak
Menurut bahasa,
kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً] artinya adalah mengikat atau
mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah
urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa
puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan
oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain
disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya,
yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan
yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat
dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau
keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang
wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan
yang mengikat.
Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab,
yaitu [خلق] jamaknya [أخلاق] yang artinya tingkah laku,
perangai tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak
merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan
diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu
baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau
akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan
spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak
tercela atau akhlakul madzmumah.
B.
Dasar Akidah Akhlak
Dasar aqidah akhlak adalah ajaran
Islam itu sendiri yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam yaitu Al
Qur’an dan Al Hadits. Al Qur’an dan Al Hadits adalah pedoman hidup dalam Islam
yang menjelaskan kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia.
Dasar aqidah akhlak yang pertama dan utama adalah Al Qur’an dan. Ketika ditanya
tentang aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah berkata.” Dasar aqidah
akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur’an.”
Islam mengajarkan agar umatnya
melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Ukuran baik dan
buruk tersebut dikatakan dalam Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan
firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap muslim.
Dalam Surat Al-Maidah ayat 15-16
disebutkan yang artinya “Sesungguhnya telah datang kepadamu rasul kami,
menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan dan
banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu
cahayadari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah
Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke
jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan
orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang
dengan izinNya, dan menunjuki meraka ke jalan yang lurus.”
Dasar aqidah akhlak yang kedua bagi
seorang muslim adalah AlHadits atau Sunnah Rasul. Untuk memahami Al Qur’an
lebih terinci, umat Islam diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah
SAW, karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan
dimengerti oleh setiap umat Islam (orang muslim).
C.
Tujuan Akidah Akhlak
Aqidah akhlak harus menjadi pedoman
bagi setiap muslim. Artinya setiap umat Islam harus meyakini pokok-pokok
kandungan aqidah akhlak tersebut. Adapun tujuan aqidah akhlak itu adalah:
1)
Memupuk dan mengembangkan dasar
ketuhanan yang sejak lahir. Manusia adalah makhluk yang berketuhanan.
Sejak dilahirkan manusia terdorong mengakui adanya Tuhan. Firman Allah
dalam surah Al-A’raf ayat 172-173 yang artinya “Dan (Ingatlah), ketika Tuhanmu
menguluarkan kehinaan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka, seraya berfirman: “Bukankah Aku ini
Tuhanmu? “, mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami jadi saksi”
(Kami lakukan yang demikian itu), agar dihari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (Keesaan tuhan)” atau agar kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan
Tuhan sejak dulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang
(datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan
kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” Dengan naluri
ketuhanan, manusia berusaha untuk mencari tuhannya, kemampuan akal dan
ilmu yang berbeda-beda memungkinkan manusia akan keliru mengerti tuhan.
Dengan aqidah akhlak, naluri atau kecenderungan manusia akan keyakinan
adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dapat berkembang dengan benar.
2)
Aqidah akhlak bertujuan pula
membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia. Seseorang muslim yang
berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika
berhubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk lainnya serta
dengan alam lingkungan. Oleh karena itu, perwujudan dari pribadi muslim yang luhur
berupa tindakan nyata menjadi tujuan dalam aqidah akhlak.
3)
Menghindari diri dari pengaruh
akal pikiran yang menyesatkan. Manusia diberi kelebihan oleh Allah dari
makhluk lainnya berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau
pikiran-pikiran yang semata-mata didasarkan atas akal manusia,
kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, akal
pikiran perlu dibimbing oleh aqidah akhlak agar manusia terbebas atau
terhindar dari kehidupan yang sesat.
v Syari’at Islam
Syariat Islam adalah hukum
dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik
Muslim mahupun bukan Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, Syariat Islam juga
berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebahagian
penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh
permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
v
Sumber Hukum
Islam
1) Al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah sumber hukum Islam
yang pertama kerana merupakan firman Allah yang disampaikan pada Nabi Muhammad
SAW. Kerana tidak semuanya dinyatakan secara zahiriah, terdapat pelbagai
tafsiran tentang isi-isi Al-Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.
2) Hadis
Hadis adalah seluruh perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad
yang kemudian dijadikan sumber hukum. Fungsi hadis antara lain:
·
Mempertegas hukum dalam
Al-Qur'an
·
Memperjelas hukum dalam
Al-Qur'an
·
Menetapkan hukum yang
belum ada di Al-Qur'an
3) Ijma'
Ijma' (إجماع) maknanya kesepakatan yakni kesepakatan para
ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama Islam berasaskan al-Quran
dan Hadis
dalam suatu perkara yang terjadi.
4) Qiyas
Qiyas (قياس) ialah proses taakulan berasaskan analogi
daripada nass atau perintah yang diketahui untuk perkara-perkara baru. Qiyas
menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa
sebelumnya berasaskan perkara terdahulu yang memiliki kesamaan dari segi sebab,
manfaat, bahaya dan berbagai aspek lain sehingga dihukumi sama.
5) Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan
Al-Qur'an dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah wafat
sehingga tidak boleh langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun
hal-hal ibadah tidak boleh diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad adalah:
·
Ijma', kesepakatan para
ulama
·
Qiyas, diumpamakan
dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
·
Maslahah Mursalah,
untuk kemaslahatan umat
·
'Urf, kebiasaan.
v
Tasawuf Dalam Dunia Islam
1)
Pengertian
Tasawuf
Menurut Bahasa:
1.
Shafa (suci)
2.
Shuf (bulu domba)
3.
Shaff (barisan)
4.
Shuffah (tempat duduk)
5.
Shaufanah (buah-buahan kecil yang mempunyai
banyak bulu)
6.
Theosopil (theo=Tuhan shopos=nikmat)
7.
Shaufah (terpilih/terbaik)
Menurut Istilah:
Tasawuf adalah sekelompok pada masa Rasulullah SAW yang
berdiam diri di serambi-serambi masjid hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Pengertian menurut terminologis:
Menurut Ibrahim Basyuni
mengklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
1.
Al-Bidayah
Al-Bidayah mengandung arti bahwa
secara fitri sadar mengakui adanya realitas mutlak yang menguasai manusia,
elemen ini biasanya disebut kesadaran tasawuf.
2.
Al-Mujahadah
Berarti tahap perjuangan tasawuf.
Hal ini mengandung arti bahwa makhluk dan realitas mutlak memiliki jarak yang
sangat jauh, maka diperlukan sebuah perjuangan untuk mendekatkan diri
kepada-Nya.
3.
Al-Mazaqat
Menunjukkan bahwa telah dapat
mendekatkan jarak dengan realitas mutlak, maka para sufi dapat berkomunikasi
dengan realitas mutlak sedekat mungkin. Tahap ini biasa disebut pengalaman atau
penemuan mistik.
2)
Karakteristik
Tasawuf
Secara khusus dijelaskan bahwa
seseorang yang mempelajari tasawuf harus mempelajari karakteristik yaitu:
a)
Berdasarkan Syari’at
(Fiqih)
Syari’at (fiqih) merupakan pintu
gerbang menuju tasawuf, sebagaimana di katakan: “Barangsiapa yang mendalami
tasawuf tanpa fiqih, maka dia adalah zindik, yaitu seperti muslim tapi ajaran
kafir.” Imam Malik berkata, “Barangsiapa yang hanya mempelajari fiqih tanpa
tasawuf, maka dia fasik.” Tetapi jika digabungkan kedua-duanya maka itulah
kebenaran yang hakiki dan para ulama’ sufi berpendapat bahwa ajaran yang benar
jika berdasarkan fiqih dan tasawuf.
b)
Mendahulukan ilmu
sebelum ibadah
Imam Al-Ghazali: “Sebelum seseorang
memperbanyak ibadah ia harus terlebih dahulu mempelajari ilmunya.” Demikian
juga seseorang yang ingin mendalami tasawuf, maka ia mempelajari ilmu keislaman
lainnya seperti Fiqih, Tafsir, Hadits, dan Akhlak.
c)
Memperbanyak ibadah
Ibadah merupakan sarana untuk
latihan spiritual (mujahadah, riyadhah) zahiriyah, berdzikir, berwirid, dan
bermunajat. Dikatakan oleh salah satu tokoh sufi menegaskan bahwa, “Baragsiapa
yang bersungguh-sungguh memperbaiki dirinya dengan ibadah, maka Allah akan
menghiasi hatinya dengan mujahadah (hatinya yakin terhadap Allah).
d)
Mempelajari akhlak
Memperbaiki akhlak selama orang itu
mempelajari tasawuf, dengan kata lain seluruh sifat buruk yang ada pada dirinya
harus dibuang dan digantinya membiasakan dengan seluruh sifat perbaikan seperti
yang di contohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
3)
Maqamat
Sebagai Upaya Peningkatan Akhlak
Tujuan tasawuf adalah berada
sedekat mungkin dengan Allah dengan mengenalnyasecara langsung dan tenggelam
dalam keMaha Esaan-Nya yang mutlak. Dengan kata lain bahwa sufi adalah seorang
yang ego kepribadiannya sudah lebur dalam pelukan keabadian Allah, sehingga
semua rahasia yang membatasi dirinya dengan Allah terasingkan/kasayap. Untuk
mencapai tujuan seorang sufi, harusmenjalani latihan spiritual yang panjang
yaitu melalui tahapan-tahapan kesufian menuju Allah SWT yang disebut “MAQAMAT.”
Para ulama’ atau sufi banyak yang
berbeda pendapat mengenai pengategorikan susunan tahapan atau maqamat ini,
seperti Abu Nasr As saraj mengemukakan ada 7 fungsi yang harus ditempuh oleh
seorang sufi, hal ini berbeda dengan Abu Bakar yang menyebutkan sampai 40
maqamat yang harus ditempuh oleh seorang sufi.
4)
Maqamat
Dalam Tasawuf
Maqamat dalam bahasa Arab berarti
tempat orang berdiri atau pangkat mulia. Sedangkan menurut istilah maqamat
yaitu jalan yang ditempuh sufi untuk berada dekat dengan Allah SWT.
Adapun Maqamat dalam tasawuf yaitu:
1)
Zuhud
Zuhud dalam bahasa artinya
menghindari, meninggalkan, atau menjauhi. Adapun tingkatan zuhud yaitu rendah,
sedang, dan tinggi.
2)
Taubat
Taubat berasal dari kata thaba-yathubu-thaubatan, yang artinya
kembali. Taubat menurut istilah yaitu menninggalkan perbuatan dosa/salah dan
disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan salah/dosa
tersebut (Taubatan Nasuha).
3)
Wara’
Yaitu memelihara diri dari hal-hal
yang syubhat, lebih-lebih yang haram.
4)
Kefakiran
5)
Sabar
6)
Tawakkal
7)
Ridha
5)
Pembagian
Tasawuf:
Menurut para ahli sufi membagi
tasawuf menjadi 3 bagian.
1)
Tasawuf Falsafi
Yaitu tasawuf yang menggunakan
pendekatan dengan menggunakan rasio akal pikiran. Tasawuf ini menggunakan
bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filosof.
Seperti filsafat tentang Tuhan, manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan.
2)
Tasawuf Akhlaqi
Yaitu tasawuf yang menggunakan
akhlak yang terdiri dari takhalli.
3)
Tasawuf Amali
Yaitu tasawuf yang menggunakan
amaliah wirid yang selanjutnya mengambil bentuk tarekat.
Dengan mengamalkan tasawuf, baik
yang bersifat falsafi, akhlaki, maupun amali seseorang dengan sendirinya akan
berakhlak baik. Perbuatan itu ia lakukan dengan sengaja, sadar, pilihan sendiri
dan bukan karena terpaksa. Ke-3 macam tasawuf tersebut bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan
tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji.
Tujuan tasawuf adalah untuk
memperoleh suatu hubungan yang khusus dengan Allah. Hubungan yang di maksud
adalah mempunyai makna dengan penuh kesadaran bahwa manusia sedang berada di
hadirat Allah SWT. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog
antara roh manusia dengan Allah. Hal ini dapat di lakukan manusia dengan cara
mengasingkan diri. Keberadaan manusia yang dekat dengan Allah akan berbentuk ittihad (bersatu) dengan Tuhan.
6)
Ajaran
Pokok Dalam Tasawuf
a)
Syari’at
Syari’at berarti ajaran tentang
bagaimana jalan yang harus di tempuh muslim, yang sesuai dengan Al-Qur’an dan
Hadits.
b)
Tarekat
Tarekat ialah jalan atau petunjuk
dalam melakukan suatu peribadatan dengan ajaran-ajaran yang telah di tentukan
dan di contohkan Nabi SAW serta di kerjakan baik oleh sahabat maupun tabi’in
turun temurun sampai kepada guru-guru atau ulama’-ulama’ sambung menyambung dan
rantai berantai sampai pada masa kita ini.
c)
Hakekat
Hakekat di bagi menjadi 2 yaitu
hakekat tasawuf dan hakekat ma’rifat.
d)
Ma’rifat
Ma’rifat ialah pengenalan dengan
sesuatu, yakni merupakan ujung segala perjalanan dari ilmu pengetahuan.
v FILSAFAT
Filsafat
adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep
mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen
dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis,
mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk
solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika
bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang
sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat
menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping
nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan
ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling
dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan
sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Ø Etimologi
Kata falsafah atau filsafat
dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan
dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil
dari bahasa Yunani: Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini
merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia =
persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan").
Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. atau filosofi
yang dipungut dari bahasa Belanda juga
dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam
bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut
"filsuf".
Ø Klasifikasi
Dalam membangun tradisi filsafat
banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan
karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan
agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa
diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa
ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan
menurut latar belakang agama. Menurut wilayah, filsafat bisa dibagi menjadi:
filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah. Sementara, menurut
latar belakang agama, filsafat dibagi menjadi: filsafat Islam, filsafat Budha,
filsafat Hindu, dan filsafat Kristen.
Ø Filsafat Barat
Filsafat Barat
adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di
Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi
filsafat orang Yunani kuno.
Tokoh
utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes,
Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich
Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Dalam
tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang
menyangkut tema tertentu, yaitu: Metafisika, Epistemologi, Aksiologi, Etika
atau filsafat moral, Estetika.
Ø Filsafat Timur
Filsafat Timur
adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India,
Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya.
Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama.
Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat,
terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih
lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain
Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan
juga Mao Zedong.
Ø Filsafat Timur Tengah
Filsafat Timur Tengah
dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga
merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah
yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga
beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah
dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafah mereka. Lalu mereka
menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan
ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan
melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang
sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa.
Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail,
Kahlil Gibran dan Averroes.
Ø Filsafat Islam
Filsafat Islam
merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah
perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski
semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani
terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran
Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid.
Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam
justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak
dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia
dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi
sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.
Ø Filsafat Kristen
Filsafat Kristen
mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad
pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman
kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali
kepercayaan agamanya.
Filsafat Kristen banyak berkutat
pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen
adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas
dan Santo Bonaventura.
Ø Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama Filsafat barat
muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika
orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi
untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa
filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu
seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani,
tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara
intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa
diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat
Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates,
Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah
murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain
hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh
Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Buku karangan plato yg terkenal adalah berjudul
"etika, republik, apologi, phaedo, dan krito".
BAB
VII
POLITIK AGAMA
A.
Politik
dalam Islam
Islam mengandung ajaran yang
berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas
politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari dimensi etika
dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi
islam yang komprehensip dan mencabut akar dokrin islam yang sangat pundamental,
yakni akhlak politik.Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik
merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan. Al-mawardi, ahli politik islam
klasik terkemuka (w. 975 M) merumusskan syarat-syarat seorang politis sebagai
berikut:
1.
Bersifat dan berlaku
adil
2.
Mempunyai kapasitas
intelektual dan wawasan luas
3.
Professional
4.
Mempunyai visi yang
jelas
5.
Berani berjuang untuk
membela kepentingan rakyat
Politik dalam islam menjuruskan
kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syariat Allah
melalui system kenegaraan dan pemerintahan. Ia bertujuan untuk menyimpulkan
segala sudut islam yang syumul melalui 1 institusi yang mempunyai syasiah untuk
menerajui dan melaksanakan undang-undang. Pengertian ini bertepatan dengan
firman allah yang mafhunnya: “Dan katakanlah ya Tuhanku, masukkanlah aku dengan
cara yang baik dan keluarkan aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepada ku
dari pada sisimu kekuasaan yang menolong.’ (Al Isra: 80).
Asas-asa system politik islam ialah:
1.
Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa
pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam system politik islam hanyalah
hak mutlak Allah. Tidak mungkin ianya menjadi milik siapapun selain Allah dan
tidak ada siapapun yang memiliki suatu kebahagiaan daripadanya.
Firman Allah yang mafhumnya:
“Dan tidak ada sekutu bagi-Nya
dalam kekuasaan-Nya.” (Al-Furqan: 2) “Bagi-Nya segala puji di dunia dan di
akhirat dan bagi-Nya segala penentuan (hukum) dan kepada-Nya kamu
dikembalikan.” (Al-Qasas : 70) “ Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah SWT.
2.
Risalah
Jalan kehidupan para rasul diiktiraf
oleh islam sebagai sunan al huda atau jalan hidayah. Jalan kehidupan mereka
berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan daripada Allah untuk diri
mereka dan juga untuk umat- umat mereka. Para rasul ssendiri yang menyampaikan
hukum- hukum Allah dan syari’at- syari’at nya kepada manusia.
Dalam sistem politik islam, Allah
SWT telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan
Rasulullah SAW. Manusia di wajibkan tunduk kepada perintah- perintah Rasulullah
SAW dan tidak mengambil selain daripada Rasullah SAW untuk menjadi hakim dalam
segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah yang mafhumnya
“ Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang
dilarangnya bagi kamu maka tinggalkanlah.”(Al Hasyr:7 ). “ Dan kami tidak
mengutus seorang Rasul melainkan untuk di taati dengan seizin Allah.”(An Nisa
:64).
3.
Khalifah
Khilafah yang berarti perwakilan.
Dengan pengertian ini, ia bermaksud bahwa kedudukan manusia di atas muka bumi
ialah sebagai wakil Allah. Ini juga bermaksud bahwa di atas kekuasaan yang
telah diamanahkan kepadanya oleh Allah, maka manusia dikehendaki melakssanakan
Undang-undang Allah dalam batas-batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini,
maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia hanya khalifah atau
wakil allah yang menjadi pemilik yang sebenarnya. Firman allah yang mafhumnya:
“ingatlah ketika tuhan mu berfirman kepada malaikat: sesungguhnya aku akan
menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Al-Baqarah : 30). “kemudian kami jadikan
kamu khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya kami memperhatikan bagaimana
berbuat.
B.
Pembaharuan
dalam islam
Istilah
“Pembaharuan Pemikiran Islam” di Indonesia telah merupakan trade mark
yang menempel pada nama Nurcholish Madjid (NM). Meskipun Harun Nasution (HN)
mempunyai gagasan serupa, label lebih sering diberikan kepada NM. Inti
pembaharuan pemikiran yang ditawarkan NM adalah liberalisasi dan sekularisasi
pemikiran Islam, sedangkan HN membawa ide rasionalisasi pemahaman Islam.
Evaluasi dan kritik ini diharapkan dapat ditanggapi dalam amosfir ilmiyah
dengan kesadaran akan perlunya mengembangkan sikap “keterbukaan” dan sikap
pendewasaan intelektual demi membangun peradaban Islam. Ini sejalan dengan apa
yang sering disampaikan NM sendiri bahwa “kita harus belajar mengkritik dan
menerima kritik”.
Perjalanan
awal gagasan pembaharuan NM dimulai dari pidatonya di Taman Ismail Marzuki
tahun pada 2 januari 1970 berjudul Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan
Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan, dan pada tanggal 13 Januari 1972,
berjudul Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan di Kalangan Umat Islam
Indonesia. Inti dari gagasan yang disampaikan itu dapat disarikan dalam
beberapa poin:
a)
Kondisi Ummat Islam
Ketika
NM mengungkapkan gagasan “pembaruannya” itu ummat Islam
Indonesia baru melalui masa-masa pergumulan ideologi yang sangat keras di era Orde Lama dan masuk kedalam era Orda Baru. Namun, di era Orde Baru ternyata umat Islam harus menghadapi masalah yang lain yaitu progam de-politisasi. Nampaknya kekuatan ideologis umat Islam dengan partai politiknya Masyumi dianggap “membahayakan” tatanan politik Orde Baru dan diupayakan agar tidak menjadi kekuatan yang menyaingi ideologi negara. Upaya-upaya penggembosan dilakukan dengan berbagai macam cara. Dalam kondisi seperti ini NM menyatakan bahwa: Gambaran NM tentang penolakan umat terhadap partai Islam merupakan diskripsi yang tidak valid, sebab kekalahan partai-partai Islam waktu itu bukan karena rendahnya minat ummat Islam untuk memperjuangkan Islam lewat partai politik, tapi karena sistim politik yang tidak memberi kesempatan umat Islam untuk bersaing secara terbuka.
Indonesia baru melalui masa-masa pergumulan ideologi yang sangat keras di era Orde Lama dan masuk kedalam era Orda Baru. Namun, di era Orde Baru ternyata umat Islam harus menghadapi masalah yang lain yaitu progam de-politisasi. Nampaknya kekuatan ideologis umat Islam dengan partai politiknya Masyumi dianggap “membahayakan” tatanan politik Orde Baru dan diupayakan agar tidak menjadi kekuatan yang menyaingi ideologi negara. Upaya-upaya penggembosan dilakukan dengan berbagai macam cara. Dalam kondisi seperti ini NM menyatakan bahwa: Gambaran NM tentang penolakan umat terhadap partai Islam merupakan diskripsi yang tidak valid, sebab kekalahan partai-partai Islam waktu itu bukan karena rendahnya minat ummat Islam untuk memperjuangkan Islam lewat partai politik, tapi karena sistim politik yang tidak memberi kesempatan umat Islam untuk bersaing secara terbuka.
Terbukti
pada era reformasi dimana bangsa Indonesia mengenyam euforia kebebasan
berpolitik partai-partai berasas Islam memperoleh suara yang cukup signifikan.
Jika asumsi NM itu valid, maka semestinya kondisi ini berkembang hingga zaman
reformasi. Tapi perkembangan yang terjadi justru “Islam Yes Partai Islam Yes”.
Ini berarti umat Islam masih berpandangan bahwa berislam adalah juga berpartai
politik.
Selain
kondisi politik NM juga menyoroti kondisi pemikiran umat Islam. Dalam hal ini
ia mengidentifikasi problem umat Islam kedalam 2 hal:
1.
Umat Islam sekarang ini lebih mementingkan jumlah daripada mutu atau kuantitas daripada
kualitas.
2.
Kelumpuhan ummat Islam akhir-akhir ini disebabkan, antara lain, oleh kenyataan
bahwa mereka cukup rapat menutup mata terhadap cacat-cacat yang menempel pada
tubuhnya.
Yang pertama tidak ada penjelasannya, namun
nampaknya masih dalam konteks dan bahasa politik. Yang kedua mengasumsikan
kondisi umat Islam yang tertutup untuk menerima perubahan. Namun sayang, NM
tidak memberi penjelasan secara lebih rinci atau contoh kongkrit dari dua
variable kondisi pemikiran umat Islam tersebut. Karena gambaran kondisi yang seperti
itulah maka NM mengidamkan terjadinya dinamisme dalam tubuh umat Islam.
Dinamisme itu menurutnya tercipta dengan pembaharuan ide-ide.
b)
Gagasan Pembaruan dan Liberalisasi
Karena
kecenderunganya yang revelusioner itu maka pendekatan dan oritentasi pembaharuan
yang dicanangkan NM akhirnya tidak berpijak pada tradisi intelektual Islam. Ia
menyatakan :
Apa
yang ia maksud dengan “nilai-nilai tradisional” adalah orientasi kemasa lampau
dan bernostalgia yang berlebihan. NM menghendaki agar oritentasi ke masa lampau
itu dilepaskan atau dihilangkan. Namun ia tidak memberi alternatif apa pijakan
kita untuk memahami Islam jika tanpa melihat masa lampau? Disini pendekatan NM
jelas bertentangan dengan motto pesantren yang berbunyi “a-muhafazatu ala
al-qadim al-salih wa al-akhdhu bi al-jadid al-aslah“, (menjaga [tradisi] lama
yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik).
Kemudian
maksud dari kata-kata “berorientasi ke masa depan” ternyata adalah liberalisasi
dan obyek yang diliberalkan itu adalah “ajaran-ajaran Islam”, bukan nilai-nilai
tradisional yang disebutkan sebelumnya.
Jadi
gagasan pertama pembaruan NM adalah liberalisasi, oleh sebab itu konsepnya
berbeda dari tajdid. Poinnya masih senafas dengan sekularisme yaitu dichotomic,
artinya memisahkan masalah dunia dan akherat. Alasannya yang digunakan adalah
agar manusia dalam kehidupannya di dunia bebas memilih, dan tetap bertanggung
jawab kepada Tuhan. Sepintas nampak adanya integrasi antara hubungan
manusia-dunia dan manusia Tuhan. Namun pada baris-baris berikutnya ia
menyatakan bahwa sekularisasi adalah “desakralisasi terhadap segala sesuatu
selain hal-hal yang benar-benar bersifat ilahiyah yaitu dunia”. Ini sejatinya
tidak berbeda dari semangat modernisme yang programnya adalah menghilangkan
spiritualisme dan menggantinya dengan rasionalisme.
c)
Kebebasan Berfikir
Sejalan
dengan gagasan pembaharuan dengan liberalisasi pemikiran maka NM mencanangkan
gagasan kebebasan berfikir. Disini ia merujuk Pondok Modern Darussalam Gontor
sebagai lembaga pendidikan Islam yang liberal. Ini tidak benar. Motto kebebasan
berfikir di Gontor merujuk kepada pengertian Islam, dan tidak kepada pengertian
liberal. Dalam motto itu syarat untuk bisa befikiran bebas adalah akhlaq mulia
(berbudi tinggi), badan yang sehat dan ilmu yang tinggi (berpengatahuan luas).
Tanpa akhlaq dan pengetahuan kebebasan akan menjadi liar. Bebas dalam
pengertian Gontor tidak sampai kepada pemikiran yang meninggalkan tradisi atau
yang mempersoalkan masalah-masalah usul. Kebebasan yang dimaksud Gontor adalah
kebebasan memilih yang baik dari yang tidak baik berdasarkan ilmu. Jika
seseorang tidak mempunyai ilmu untuk membedakan yang baik dan buruk, ia tidak
bebas memilih. Kebebasan seperti ini disebut ikhtiyar, artinya memilih yang
khayr (baik). Jadi bebas dalam batas-batas pengetahuan Islam yang dapat
dipertanggung jawabkan.
d)
Sikap Keterbukaan dan Idea of Progress
Sesudah
menggagas kebebasan berfikir NM menyampaikan perlunya sikap terbuka. Makna
keterbukaan disini adalah terbuka menerima ide-ide dari luar Islam (baca:
Barat) asalkan mengandung kebenaran. Untuk menjustifikasi ini ia menggunakan
ayat al-Qur’an “Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu megikut apa yang
paling baik diantaranya. Mereka itulah yang diberi Allah petunjuk dan mereka
itulah orang-orang yang mempunyai akal” (QS. Al-Zumar 18). Namun sekali lagi
proses keilmuan bagaimana Islam menerima ide-ide dari luar, tidak dijelaskan.
Ia malah menyatakan bahwa: Karena tidak menyebut proses keilmuan yang jelas
maka kerancuannya segera nampak, bahwa ukuran penerimaan dan penolakan ide-ide
asing adalah adalah “obyektifitas”. Obyektifitas dalam pengertian Barat
bertentangan dengan subyektifitas. Kebenaran obyektif adalah kebenaran yang
ditentukan menurut ukuran-ukuran sosial. Jadi ukurannya bukan kebenaran menurut
al-Qur’an atau menurut Islam. Seakan-akan Islam tidak memiliki standar atau
ukuran kebenaran.
e)
Konsep Islam sebagai Al-Din
NM
mengkritik orang-orang yang mencoba menggunakan identitas Islam sebagai al-Din.
Ini menurutnya adalah sikap apologetik. Sebab Din juga dipakai untuk menyatakan
agama lain, termasuk agama syirknya orang-orang Quraisy Makkah. Karena itu ia
menyimpulkan bahwa al-Din adalah agama seperti agama-agama lain.
Enggan
NM menggunakan konsep al-Din karena tiga alasan 1) akan melahirkan apresiasi
ideologis-politis totaliter. 2) akan berpendirian bahwa selain menggarap bidang
spiritual Islam juga menangani bidang-bidang lain seperti ekonomi, politik,
sosial dsb. tidak kalah dengan Barat. 3) akan berfikir serba legalistik
terhadap Islam, artinya Islam itu adalah struktur dan kumpulan hukum, sehingga
menimbulkan sikap fikihisme. “Fikih telah kehilangan relevansinya dengan pola
kehidupan zaman sekarang. Sedangkan perubahan secara total, agar sesuai dengan
pola kehidupan modern dalam segala aspeknya, memerlukan pengetahuan menyeluruh
mengenai kehidupan modern dengan segala aspeknya, sehingga tidak hanya melihat
kompetensi dan kepentingan umat Islam saja, melainkan juga orang-orang lain.
Maka hasilnya pun tidak perlu hanya merupakan hukum Islam, melainkan hukum yang
meliputi semua orang untuk mengatur kehidupan bersama”.
Dari
uraian diatas maka kita dapat menangkap pokok pikiran NM dan konsep “pembaruan”
pemikiran Islam yang ditawarkannya 37 tahun yang lalu. Karena ide-ide yang
dilontarkan pertama kali di Taman Ismail Marzuki itu tidak teroragnisir dengan
baik dan kurang coherent, maka saya coba organisasikan kedalam lima poin
dibawah ini:
1.
Bahwa Islam bukan peradaban tapi dasar peradaban, dan bukan
pula al-Din yang berarti struktur dan kumpulan hukum yang totaliter. Pemikiran
umat Islam hanya berorientasi pada fikih, mengutamakan kuantitas, tidak dinamis
dan memfosil. Karena itu harus dipebaharui.
2.
Strategi penyebaran ide-ide pembaruan adalah shock therapy
dan penyebaran ide-ide yang revolusioner.
3.
Proses untuk itu adalah liberalisasi dalam bentuk
sekularisasi terhadap “ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan Islam” yaitu
dengan a) Melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional, dan mencari nilai-nilai
yang berorientasi ke masa depan. b) Menyesuaikan, mempersegar, memperbarui dan
mengorganisasikan ide-ide Islam sehingga ide-ide itu dapat sejalan dengan
kenyataan-kenyataan zaman sekarang, c) dengan mengembangkan keterbukaan
terhadap konsep-konsep asing dengan ukuran-ukuran kebenaran obyektif.
4.
Sarananya untuk melakukan liberalisasi adalah lembaga atau
badan yang dapat merespon tantangan zaman dalam bidang-bidang ekonomi, sosial
dan politik yang terus berkembang.
Pembaharuan
dalam islam mempunyai dua bentuk :
1.
Mempurnikan agama
setelah berjalannya beabad-abad lamanya dari hal- hal yang menyimpang dari al-
qur’an dan al sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana
Rasulullah SAW dan para sahabatnya menerapkan islam dalam keseharian mereka.
2.
Memberikan jawaban
terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan
zaman yang lain, intinya adalah bahwa islam mempunyai jawaban terhadap hal itu.
Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang- bidang pembaharuan
itu mencakup seluruh bagian ajaran.
Islam
tidak hanya fiqih, namun juga aqidah, akhlak dan yang lainya. Tadjid dapat saja
dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah umat telah mengalami pergeseran dari
yang seharusnya.
Pembaharuan
dalam islam timbul sebagai reaksi dan respon umat islam terhadap emperialisme
barat yang telah mendominasi dalam bidang politik dan budaya pada abad 19.
Namun, emperialisme barat bukanlah salah satu faktor yang menyebabkan adanya
pembaharuan dalam islam. Islam memiliki landasan teologis yang kuat untuk
mengadakan pembaharuan. Sselain itu, kondisi internal umat islam yang
memperhatinkan menjadi factor utama yang mendorong lahirnya pembaharuan dalam
islam.
C.
Ide-Ide Pembaruan Al-Kawókibi
a)
Ide-ide Pembaharuan Politik
Sistem
politik merupakan salah satu persoalan paling menonjol dalam bangunan pemikiran
pembaharuan Al-KawÉkibi. Tema ini bahkan menjadi mainstream
tulisan-tulisannya terutama terkait dengan kritiknya terhadap kekuasaan yang
tiran, otoriter dan despotis.
Dalam
konferensi fiktif Umm al-QurÉ, seorang delegasi dari Palestina (MandËb
al-Quds) sejak sidang sesi kedua menyatakan bahwa keterbelakangan umat
Islam dalam semua lini kehidupan merupakan akibat dari kemunduran sistem
politik pemerintahan yang berkuasa.
Sistem
politik yang awalnya ‘demokratis’ pada era KhulafÉ RÉshidun, bergeser menjadi
sistem dinasti (kerajaan) yang pada masa-masa awalnya masih menghargai
kaedah-kaedah pokok agama, namun kemudian menjadi kekuasaan yang sama sekali
absolut dan pada ahirnya melahirkan pemerintahan yang tiran.
Mengutip
penjelasan Samīr Abu Hamdan, Al-Kawākibi sebenarnya ingin menyatakan
bahwa kehidupan politik umat Islam pada periode awal tumbuhnya berdiri di
atas dua pijakan yaitu ‘demokrasi’ dan ‘aristokrasi’. Demokrasi memiliki arti
bahwa aspirasi, pandangan-pandangan (ÉrÉ’) dan kemaslahatan rakyat
menjadi penentu kebijakan politik pemerintah. Sedangkan pijakan kedua
(‘aristokrasi’) dimaknai dengan musyawarah yang dilakukan oleh perwakilan
orang-orang terpilih dan terbaik (ahl al-Íall wa al-`aqd). Demikianlah
prinsip politik Islam. Politik yang demokratis-aristokratik, yakni kebijakan
politik yang diambil melalui permusyawaratan ahl al-Íall wa al-`aqd
(bukan pribadi-pribadi yang memiliki kekuasaan absolut) dengan orientasi
kepentingan demi tercapainya kemaslahatan rakyat banyak.
Hal
ini tentu jauh berbeda dengan kekuasaan yang diwarnai dengan tinta hitam
tiranisme (al-istibdÉd), yang menurut Al-KawÉkibi secara generik berarti
“mengagungkan pendapat diri sendiri di dalam persoalan-persoalan yang
semestinya memerlukan adanya musyawarah atau pertukaran pendapat dengan
orang lain”. Sedangkan dalam ilmu politik, tiranisme (al-istibdÉd)
sering dimaknai dengan “perlakuan seseorang atau kelompok terhadap
hak-hak orang banyak dengan semena-mena tanpa menghiraukan akibat yang
ditimbulkannya”.
Untuk
menghindari terciptanya pemerintahan yang tiran, Al-KawÉkibi mendukung
pemisahan kekuasaan legislatif (sulÏah tashrÊ`iyah) dan eksekutif (sulÏah
tanfÊdziyah). Dalam hal ini Al-KawÉkibi menyatakan bahwa sebuah
pemerintahan akan dapat terjerumus kepada tiranisme “manakala pemegang
kekuasaan eksekutif tidak memepertanggungjawabkan tugasnya kepada pemegang
kekuasaan legislatif, dan pemegang kekuasaan legislatif tidak
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada rakyat, yaitu rakyat yang tahu cara
mengawasi dan mampu melakukan evaluasi”.
Pada
sisi lain, di samping memberikan perhatian besar dan kritik tajam pada model
sistem pemerintahan yang tiran, Al-Kawākibi juga sangat tergugah dengan kondisi
politik negara-negara Islam yang lemah dan tercerai berai. Kemajuan dan
persatuan negara-negara Islam menjadi angan-angan terdepan Al-Kawākibi,
sebagaimana tercermin dari rekomendasi utama konferensi Umm al-Qurā yang
digagasnya.
Dalam
pandangan Al-Kawākibi dunia Islam yang telah terpisah-pisah menjadi
negara-negara dan wilayah kekuasaan yang berdiri sendiri, bahkan ditambah pula
dengan semakin banyaknya umat Islam yang hidup di negara-negara non-muslim,
memerlukan ikatan-ikatan yang memersatukan. Unsur-unsur ikatan tersebut dapat
dikelompokan menjadi 3 bagian.
Pertama, Ikatan Keagamaan yang
Sentralistik. Diimplementasikan dengan adanya seorang 'Khalifah' tunggal yang
fungsi utamanya sebagai simbol persatuan spiritualitas keagamaan serta simbol
politik dan administrasi dunia Islam. Sesuai konsep ini, keberadaan sang
Khalifah sama sekali tidak membatalkan kedaulatan masing-masing Negara Islam.
Kedua, Ikatan Politik yang
ter-desentralisasi. Terwujud melalui pembentukan institusi permusyawaratan yang
anggotanya merupakan wakil-wakil dari seluruh dunia Islam. Fungsi institusi ini
adalah sebagai wadah koordinasi kebijakan-kebijkan politik bersama antar dunia
Islam.
Ketiga, Ikatan Keilmuan Bersama, yang
direpresentasikan dengan pembentukan Jam'iyyah Ta`lÊm al-MuwaÍÍidÊn,
yaitu sebuah organisasi bersama milik dunia Islam yang bekerja untuk memberikan
pendidikan bagi generasi muda sesuai dengan nilai-nilai Islam. Al-Kawakibi
menganggap organisasi ini sebagai salah satu pilar penting karena menurutnya
sumber segala penyakit dan kemunduran dunia Islam adalah merajalelanya
kebodohan akut (al-jahl al-muÏlaq).
b)
Ide-ide Pembaharuan Pendidikan
Sebagaimana
dipahami dari paragrap di atas, Al-Kawākibi menempatkan pendidikan sebagai
salah satu tema terpenting dalam proyek pembaruannya. Hal ini tentu tidak aneh,
mengingat sejak awal jalannya sidang konferensi Umm al-QurÉ, ketua
sidang pada pidato pembukaannya menegaskan bahwa sebab utama kemunduran umat
Islam adalah adanya “kebodohan menyeluruh” (al-jahl al-shÉmil).
Besarnya
perhatian dan melimpahnya ide-ide Al-Kawākibi tentang pembaharuan pendidikan
membuat Dr. Muhamad `ImÉrah -secara berlebihan- menyatakan bahwa pemikiran
Al-Kawākibi tersebut dapat dianggap sebagai karya ilmiah yang sangat layak
diajukan untuk meraih gelar master atau bahkan doktoral.
Al-Kawākibi
tidak hanya menyatakan keprihatinannya pada kebodohan yang menimpa umat Islam
secara umum, tapi juga ‘kebodohan’ yang menimpa para pemuka agama yang selama
ini mengaku sebagai ulama dan pemimpin umat. Melalui lidah delegasi dari
Madinah dalam Konferensi Umm al-QurÉ, Al-Kawakibi mengeluhkan kemiskinan
intelektual (al-faqr al-fikri) para ulama palsu yang membodohi umat
dengan ajaran-ajaran tasawuf yang tidak benar. Melalui lidah seorang delegasi
dari Konstantinopel, Al-Kawakibi juga mengecam ulama yang menjadi penjilat
penguasa Utsmani yang tiran.
Berangkat
dari situ Al-KawÉkibi menegaskan pentingnya pendidikan yang benar bagi umat
Islam. Al-KawÉkibi juga menggarisbawahi bahwa pendidikan bukanlah satu hal yang
berdiri sendiri, melainkan hakikatnya adalah sebuah kerja sosial (`amaliyah
ijtimÉ`iyah) yang ditentukan oleh peran seluruh komponen masyarakat, dan output-nya
sekaligus harus dapat menjawab dan memenuhi kebutuhan sosial masyarakat.
Untuk
itu, Al-KawÉkibi menyatakan perlunya pengajaran dan pengembangan ilmu-ilmu
alam yang pada masa itu cenderung
ditinggalkan. Pendidikan agama juga harus dibersihkan dari unsur-unsur negatif
yang lahir dari fanatisme buta. Dan untuk menjamin penguasaan mendalam
ilmu-ilmu tersebut baik ilmu agama maupun ilmu umum, Al-Kawakibi melihat
perlunya spesialisasi ilmu.
Yang
menarik untuk dicermati, Al-KawÉkibi ternyata juga menganggap penting
pendidikan profesi atau keahlian kerja (ta’hÊl mihnÊ) bagi para pemuda.
Padahal alih-alih di dunia Arab-Islam, konsep ini baru mulai diterapkan di
negara-negara Eropa pada tahun 1900-an.
Singkatnya,
Al-Kawakibi menginginkan sebuah sistem pendidikan yang mampu memadukan antara
pendidikan agama yang bebas dari segala bentuk campuran dari unsur asing (bid`ah)
dengan pendidikan umum dan ketrampilan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan
hidup sesuai dengan kemajuan zamannya, serta pada tahapan berikutnya mampu
melahirkan spesialis-spesialis yang benar-benar menguasai ilmu di bidangnya. Dalam
hubungannya antara pendidikan dengan pemerintahan, Al-Kawakibi juga sempat
menyinggung bahwa berbeda dengan pemerintahan yang tiran, sebuah pemerintahan
yang baik dan adil tentu akan memberikan perhatian sangat besar terhadap
pendidikan anak pada tahapan-tahapan yang paling dini bahkan sejak sebelum anak
tersebut lahir.
BAB
VII
AQIDAH
A. Pengertian Dan Hakikat Islam
a)
Pengertian akidah
Menurut bahasa (etimology), akidah berasal dari
perkataan bahasa Arab yaitu kata dasar al-aqd yaitu al-Rabith (ikatan), al-Ibram
(pengesahan), al-Ahkam (penguatan), al-Tawuts (menjadi kokoh, kuat), al-syadd bi quwwah (pengikatan dengan
kuat), dan al-Itsbat (penetapan).
Sedangkan menurut istilah (terminologi), aqidah berarti perkara yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi
suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan
kebimbangan, atau dapat juga diartikan sebagai iman yang teguh
dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya
serta tidak mudah terurai oleh pengaruh mana pun baik dari dalam atau dari luar
diri seseorang. Jadi,
aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang
yang mengambil keputusan
Pengertian aqidah dalam agama islam berkaitan dengan
keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya
pada Rasul. Dalam pengertian lengkapnya, aqidah adalah suatu kepercayaan dan
keyakinan yang menyatakan bahwa Allah SWT itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, Ia
tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada sesuatupun yang
menyerupaiNya. Keyakinan terhadap keesaan Allah SWT disebut juga ‘Tauhid’, dari kata ‘Wahhada-Yuwahidu’, yang artinya
mengesakan. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang
secara pasti adalah aqidah, baik itu benar atau pun salah.
Aqidah menurut hasan al-Banna adalah beberapa
perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman
jiwa yang tidak bercampur sedikit dengan keraguan-raguan. Adapun aqidah menurut
Abu Bakar Jabir al-Jazairy adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara
umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan
oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara
pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
b)
Hakikat akidah dan iman
Dalam
menjelaskan definisi akidah ada disebut perkataan kepercayaan atau keimanan.
Ini disebabkan Iman merupakan unsur utama kepada akidah. Iman ialah perkataan
Arab yang berarti percaya yang merangkumi ikrar (pengakuan) dengan lidah,
membenarkan dengan hati dan mempraktikkan dengan perbuatan. Ini adalah
berdasarkan sebuah hadis yang artinya:
"Iman itu
ialah mengaku dengan lidah, membenarkan di dalam hati dan beramal dengan
anggota." (al-Hadis)
Walaupun
iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain selain
dari dirinya sendiri dan Allah SWT, namun dapat diketahui oleh orang melalui
bukti-bukti amalan. Iman tidak pernah berkompromi atau bersekongkol dengan
kejahatan dan maksiat. Sebaliknya, iman yang mantap di dada merupakan pendorong
ke arah kerja-kerja yang sesuai dan secucuk dengan kehendak dan tuntutan iman
itu sendiri.
c)
Ruang Lingkup Aqidah
1)
Aqidah Pokok
Aqidah
Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut
Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan
Allah dalam zat, sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid
menjadi inti rukun iman.
Menurut
sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi:
1.
Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang
berhubungan dengan Tuhan (Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll
2.
Nubuwat, yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll
3.
Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik seperti jin, iblis, setan, roh dll
4.
Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
hanya bisa diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan
as-Sunnah seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat,
Surga-Neraka dsb. (2)
Tidak hanya diatas namun pembahasan
Aqidah juga dapat mengikuti Arkanul iman yaitu
1.
Kepercayaan akan adanya Allah dan segala sifat-sifatNya
2.
Kepercayaan kepada Malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk
rohani lainnya seperti Jin, iblis dan Setan)
3.
Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada
rasul
4.
Kepercayaan kepada Nabi dan Rasul
5.
Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada saat itu
6.
Kepercayaan kepada takdir (qadha dan qadar) Allah
Adapun
penjelasan ruang lingkup pembahasan aqidah yang termasuk dalam Arkanul Iman,
yaitu:
1.
Iman kepada Allah
Pengertian
iman kepada Allah ialah:
·
Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah
·
Membenarkan dengan yakin keesaan-Nya, baik dalam
perbuatan-Nya menciptakan alam, makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima
ibadat segenap makhluknya.
·
Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala
sifat sempurna, suci dari sifat kekurangan yang suci pula dari menyerupai
segala yang baru (makhluk). Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka
kita membenarkan segala perbuatan dengan beribadah kepadanya, melaksanakan
segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, mengakui bahwa Allah swt.
bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya di muka bumi sebagai bukti
keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah.
2.
Iman Kepada Malaikat
Beriman kepada malaikat ialah mempercayai
bahwa Allah mempunyai makhluk yang dinamai “malaikat” yang tidak pernah durhaka
kepada Allah, yang senantiasa melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan
secermat-cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat ialah beritikad adanya
malaikat yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasul-Nya, yang
membawa wahyu kepada rasul-rasul-Nya. Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang
menyeru kita mengimankan sejenis makhluk yang gaib, yang tidak dapat dilihat
oleh mata, tidak dapat dirasa oleh panca indera, itulah makhluk yang dinamai
malaikat. Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan
segala perintah-Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada
Allah swt.
Mengenai nama-nama dan tugas para malaikat
tidak bisa diperkirakan. Mereka juga ada perbedaan dan tingkatan-tingkatan,
baik dalam kejadian maupun dalam tugas, pangkat dan kedudukannya baik yang
berada dan tugas di alam ruh maupun ada yang bertugas di dunia.
Di antara nama-nama dan tugas malaikat adalah sbb :
Ø Malaikat Jibril, bertugas
menyampaikan wahyu kepada Nabi-nabi dan rasul
Ø Malaikat Mikail, bertugas mengatur
hal-hal yang berhubungan dengan alam seperti melepaskan angin, menurunkan
hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.
Ø Malaikat Israfil, bertugas meniup
terompet di hari kiamat dan hari kebangkitan nanti.
Ø Malaikat Izrail (Malaikal maut)
bertugas mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup lainnya.
Ø Malaikat Raqib dan Atid, bertugas
mencatat amal perbuatan manusia
Ø Malaikat Ridwan bertugas menjaga
surga dan memimpin para pelayan surga
Ø Malaikat Malik, bertugas menjaga
neraka dan pemimpin para malaikat menyiksa penghuni neraka
Ø Malaikat yang bertugas memikul Arasy
Ø Malaikat yang menggerakkan hati
manusia bentuk berbuat kebaikan dan kebenaran
Ø Malaikat yang bertugas mendoaka
orang-orang yang beriman supaya diampuni oleh Allah segala dosa-dosanya diberi
ganjaran surga dan dijaga dari segala keburukan dan doa-doa lain. Dengan
beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, maka kita akan lebih mengenal kebesaran
dan kekuasaan Allah swt. lebih bersyukur akan nikmat yang diberikan dan
berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala larangannya. Karena
malaikat selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia.
3.
Iman kepada kitab-kitab Allah
Keyakinan
kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu
memuat wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Tuhan ialah beritikad bahwa
Allah ada menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang berhubungan
itikad maupun yang berhubungan dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi
pedoman hidup manusia. baik untuk akhirat, maupun untuk dunia. Baik secara
individu maupun masyarakat.
Jadi,
yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani sebagaimana yang
diterangkan oleh Al-Qur’an dengan tidak menambah dan mengurangi. Kitab-kitab
yang diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak, sebanyak rasulnya. Akan
tetapi, yang masih ada sampai sekarang nama dan hakikatnya hanya Al-Qur’an.
Sedangkan yang masih ada namanya saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi
Musa, Injil kepada Nabi Isa dan Zabur kepada Daud.
4.
Iman kepada Nabi dan Rasul
Yakin
pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat. Perbedaan antara Nabi
dan Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi menerima tuntunan berupa wahyu,
akan tetapi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat
manusia. Rasul adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang
diterima kepada umat manusia.
Di
Al-Qur’an disebut nama 25 orang Nabi, beberapa diantaranya berfungsi juga
sebagai rasul ialah (Daud, Musa, Isa, Muhammad) yang berkewajiban menyampaikan
wahyu yang diterima kepada manusia dan menunjukkannya cara pelaksanaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana
manusia biasa lainnya Nabi dan Rasul pun hidup seperti kebanyakan manusia yaitu
makan, minum, tidur, berjalan-jalan, mati dan sifat-sifat manusia lainnya. Nabi
Muhammad saw. sebagai Nabi sekaligus Rasul terakhir tidak ada lagi rangkaian
Nabi dan Rasul sesudahnya.
Seorang
muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul-Nya yang telah diutus oleh
Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan namanya.
Seorang muslim wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan,
keistimewaan satu sama lain, tugas dan mukjizatnya masing-masing seperti yang
diperintahkan oleh Allah.
5.
Iman kepada hari Akhir
Rukun
iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat
penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai
hari akhirat sama halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu
merupakan hari yang tidak diragukan lagi. Hari akhirat ialah hari pembalasan
yang pada hari itu Allah menghitung (hisab) amal perbuatan setiap orang yang
suda dibebani tanggung jawab dan memberikan putusan ganjaran sesuai dengan
hasil perbuatan selama di dunia. Keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan
keimanan kepada hari akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah menuntut
amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan baru sempurna dengan keyakinan tentang
adanya hari akhirat. Demi tegaknya keadilan, harus ada suatu kehidupan baru
dimana semua pihak akan memperoleh secara adil dan sempurna hasil-hasil
perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing.
6.
Iman kepada qada dan qadar
Dalam
menciptakan sesuatu, Tuhan selalu berbuat menurut Sunnahnya, yaitu hukum sebab
akibat. Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubah-ubah, kecuali dalam hal-hal
khusus yang sangat jarang terjadi. Sunnah Tuhan ini mencakup dalam ciptaannya,
baik yang jasmani maupun yang bersifat rohani. Makna qadar dan takdir ialah
aturan umum berlakunya hukum sebab akibat, yang ditetapkan olehnya sendiri.
Definisi segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan
secara pasti oleh Allah SWT, untuk segala yang ada. Pengertian di atas sejalan
dengan penggunaan qadar di dalam Al-Qur’an berbagai macam bentuknya yang pada
umumnya mengandung pengertian kekuasaan Allah SWT, yang termasuk hukum sebab
akibat yang berlaku bagi segala makhluk hidup maupun yang mati.
2)
Aqidah cabang
Yang
dimaksud aqidah cabang adalah cabang-cabang aqidah yang pemahamannya bervariasi
dari masing-masing aspek rukun iman yang enam. Misalnya munculnya perbedaan
pendapat dalam membicarakan zat Tuhan, sifat Tuhan, dan perbuatan Tuhan.
Misalnya dalam soal zat Tuhan, muncul pertanyaan apakah Tuhan berjisim atau
tidak. Dalam masalah sifat Tuhan apakah Tuhan mempunyai sifat? Dalam soal perbuatan,
apakah tuhan wajib melakukan perbuatan? Dalam soal percaya kepada malaikat,
apakah iblis termasuk golngan malaikat? Delam soal iman kepada kitab, apakah
wahyu makhluk atau bukan. Semua isu tesebut muncul setelah umat Islam terpecah
atas beberapa golongan seperti Syiah, Khawarij, dan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
B.
Kemahaesaan Allah Swt
Dan Kiamat
Dalam
Islam, rukun iman yang pertama adalah iman kepada Allah
SWT. meyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan
amal perbuatan bahwa Allah lah dzat yang wajib kita yakini dan kita sembah. Dan
hanya kepada-Nya kita berserah.Hal yang sama juga dijelaskan dalam QS
Al-Fatihah Dari surat QS Al-Fatihah dapat kita ketahui bahwa Allah SWT memiliki
sifat Esa/Wahdaniyah dan juga penegasan tentang kemurnian keesaan Allah
s.w.t. dan menolak segala macam kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak ada
sesuatu yang menyamai-Nya.
Beriman
kepada Tuhan Yang Maha Esa terdapat dalam ayat 2, dimana dinyatakan dengan
tegas bahwa segala puji dan ucapan syukur atas suatu nikmat itu bagi Allah,
karena Allah adalah Pencipta dan sumber segala nikmat yang terdapat dalam alam
ini.
1.
Tauhid
Tauhid
yang berarti mengesakan Allah, lawannya adalah Syirk yang berarti menyekutukan
Allah. Tauhid memiliki 2 aspek
1.
Tauhid Ilmi (teoritis)
Yaitu
pemahaman yang benar mengenai Allah SWT. Tauhid teoritis menjauhkan manusia
dari pemahaman yang salah mengenai Allah.
Tauhid
memandang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Keesaan Allah meliputi tga aspek:
·
Zat-Nya (Tauhid Zati)
·
Sifat-Nya (Tauhid Sifati)
·
Perbuatan-Nya (Tauhid Fi’li)
Tauhid
Zati berarti bahwa Allah merupakan Tuhan Yang Mutlak (Absolut), Sumber Segala
Sesuatu, yang tak memiliki penyerupaan dan pembanding. Dan bahwa Dia adalah
Pencipta, Wajibul wujud, yang Esa. Tauhid Sifati berarti bahwa Allah memiliki
berbagai Sifat dan Nama-nama yang Baik (Asmaul-Husna), yang terpelihara dari
kelemahan (QS 59:22- 24). Dengan nama-nama itu kita menyeru kepadanya (17:110,
7:180)
Tauhid
Fi’li berarti bahwa Allah adalah Penguasa (Rabb) seluruh alam semesta, bahwa
semua partikel dan kesadaran bergerak karena kuasa dan kehendak Allah.
2.
Tauhid Amali
Sebagai
konsekuensi Tauhid Ilmi adalah tauhid amali, yaitu sikap dan perbuatan untuk
meng-esakan Allah. Mengesakan Allah dalam sikap dan perbuatan itulah yang disebut
ibadah. Ibadah adalah mengikuti perintah/syari’at-Nya. Sedang lawannya
adalah ma’syiat, yaitu memuja/memperturutkan selain kepada Allah.
Agar
bisa melaksanakan tauhid dalam amal (tauhid amali), manusia harus menundukkan
hawa nafsunya agar bisa tunduk kepada syari’at-Nya. Jika tidak mampu maka
justru hawa nafsu yang akan menjadi tuhannya.
2.
Iman Kepada Hari Akhir
Iman
kepada hari akhir (hari kiamat) merupakan rukun iman yang kelima dalam Agama
Islam. Maka setiap muslim hendaknya percaya akan datangnya hari akhir ini. Dan
sadar bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah fana atau sementara. Hari akhir
merupakan hari rusaknya alam semesta dengan segala isinya dengan ditandai
guncangan yang menyebabkan seluruh bumi hancur lebur. Saat itu bumi
mengeluarkan semua is kandungan yang ada di dalamnya.
Iman
kepada hari akhir adalah mempercayai bahwa seluruh alam semesta ini dan segala
isinya pada suatu saat akan mengalami mati atau kehancuran dan mengakui setelah
kehidupan di dunia ini ada kehidupan yang kekal dan abadi. Iman kepada hari
Akhir juga termasuk mengimani peristiwa-peristiwa yang akan terjadi sesudah
kematian. Hari Akhir memiliki beberapa nama lain, di antaranya: hari Kiamat
(Yaumul Qiyamah), hari Kebangkitan (Yaumul Baats), hari Keputusan (Yaumul
Fashl), hari Keluar (Yaumul Khuruj), hari Pembalasan (Yaumul Din), hari
Kekekalan (Yaumul Khulud), hari Perhitungan (Yaumul Hisab), Hari Ancaman
(Yaumul Wa’iid), Al-Ghasyiyah, Al-Waqi’ah, Al-Haaqqah, Al-Qari’ah.
Kepercayaan
pada hari akhir termasuk masalah sam’iyyat. Masalah sam’iyyat adalah
masalah yang hanya kita ketahui dan kita percayai berdasarkan pemberitahuan
Al-quran dan hadis semata dan tidak bisa dibuktikan dengan panca indera
3.
Pembagian kiamat
Para
ulama membagi kiamat menjadi dua macam, yaitu kiamat sugra dan kiamat kubra
a.
Kiamat Sugra (Kecil)
Yaitu
berupa kejadian atau musibah yang terjadi di alam ini, seperti kematian setiap
saat, banjir bandang, angin beliung, gunung meletus, gempa bumi, peperangan,
kecelakaan kendaraan, kekeringan yang kepanjangan, hama tanaman yang
merajalela. Keseluruhan rangkaian kejadian tersebut di atas ditinjau dari segi
aqidah merupakan peringatan dari Allah. Bagi umat yang beriman hal ini
merupakan peringatan dan ujian. Sedangkan bagi umat yang ingkar/kafir merupakan
siksaan atau azab Allah swt.
Setelah
mati , manusia akan memasuki sebuah alam yang bernama alam barzah. Alam barzah
adalah alam penantian datangnya hari kiamat. Semua manusia akan dibangkitkan
kembali pada hari itu.
b.
Kiamat kubra
Kiamat
kubra atau kiamat besar, yaitu musnahnya alam semesta beserta segala isinya
secara serempak atau berakhirnya seluruh kehidupan makhluk dan berakhirnya
kehidupan alam dunia serta hari mulai dibangkitkannya semua manusia yang sudah
mati sejak zaman Nabi Adam sampai manusia terakhir, untuk menjalankan proses
kehidupan berikutnya
v Nama lain kiamat kubra
Al
quran menggunakan istilah yang beraneka ragam untuk menyebutkan dan menjelaskan
proses berlangsungnya hari kiamat. Beberapa istilah tersebut adalah sebagai
berikut
Ø Yaumul qiyamah
Ø Yaumul akhir
Ø Yaumul zalzalah
Ø Yaumul waqi’ah
Ø Yaumul rajifah
4.
Tanda-tanda kiamat
Tanda-tanda
kiamat diterangkan oleh rasullullah saw. Melalui hadisnya yang diriwayatkan
Ibnu Abi Syaibah. Bukhari, Muslim dan tirmizi.
Tanda-tanda itu adalah sebagai
berikut:
v
Tanda-tanda kecil
a.
Hamba sahaya dikawini perempuan oleh tuanya
b.
Ilmu agama dianggap sudah tidak penting lagi
c.
Tersebarnya perzinaan karena mendapat izin dari penguasa
Dijelaskan
dalam sebuah hadist:
Di
antara tanda-tanda kiamat ialah ilmu terangkat, kebodohan menjadi dominan, arak
menjadi minuman biasa, zina dilakukan terang-terangan, wanita berlipat banyak,
dan laki-laki berkurang sehingga lima puluh orang wanita berbanding seorang
pria. (HR. Bukhari)
a.
Minuman keras merajalela
b.
Jumlah wanita Lebih banyak dari laki-laki dengan
perbandingan 50:1
c.
Adanya dua golongan besar yang saling membunuh, tetapi
sama-sama mengaku dirinya memperjuangkan islam
Dijelaskan
dalam sebuah hadist:
Belum
akan tiba kiamat sehingga merajalela ‘Alharju’. Para sahabat lalu bertanya,
“Apa itu ‘Alharju’, ya Rasulullah?” Lalu beliau menjawab,”Pembunuhan… pembunuhan…”
(HR. Ahmad)
v
Tanda-tanda besar
Adapun
sunnah maka hadis riwayat Muslim dan lainnya dari hadits Hudzaefah bin Usaid
Al-Ghifari berkata, “Rasulullah saw melewati kami, sementara kami sedang berbincang-bincang. Beliau bertanya, ‘Apa yang
kalian perbincangkan?’ Kami menjawab, ‘Kiamat’. Beliau bersabda,
‘Sesungguhnya ia tidak akan datang sehingga kalian
melihat sepuluh tanda sebelumnya’. Lalu beliau menyebutkan dukhan (kabut),
Dajjal, binatang bumi, terbitnya matahari dari arah barat, turunnya Isa bin
Maryam, Ya’juj dan Ma’juj, tiga pembenaman: pembenaman di timur, pembenaman di
barat dan pembenaman di jazirah Arab, dan yang terakhir adalah api yang
menggiring manusia ke Mahsyar mereka.” (HR. Muslim no. 2901, Abu Dawud
no.4311 dan at-Tirmidzi no. 2184).
C.
Hukum Alam Dan Akhirat
Akhirat
adalah hari akhir, hari pengumpulan setelah kiamat tiba, dan untuk manusia
merupakan hari penghisaban terhadap seluruh perbuatannya di dunia. Secara
teknis ini disebut dengan proses kembali kepada Tuhan (inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un), di mana Allah dengan segenap Rakhmat-Nya memberikan
kesempatan kepada makhluk-Nya untuk kembali (mendekat) kepada-Nya.
Sebagaimana
diketahui, bahwa materi senantiasa bergerak dan bersifat potensial untuk
menjadi hal-hal yang memungkinkan secara aktual. Misalnya, tanah jika memenuhi
syarat dan sebab-sebabnya yang bergerak menjadi mani, kemudian menjadi darah,
daging, dan seterusnya, akan menjadi manusia yang memiliki jasad dan ruh.
Selanjutnya ia akan semakin tua dan meninggal dunia. Pasca wafat, jasad
materialnya dikuburkan sedangkan ruhnya kembali ke alam barzakh, menanti
terjadinya kiamat yang membuat seluruh alam material akan hancur dan mengalami
kepunahan. Pada waktu itulah alam dunia beralih
menjadi alam akhirat, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan
dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa
menghendaki pahala di dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala di dunia itu,
dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya
pahala akhirat. Dan Kami berikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
(Q.S. Ali Imran: 145).
a.
Karakteristik Alam Akhirat
Alam
akhirat berbeda dengan alam dunia yang material ini. Karena itu, alam akhirat
memilki kekhususan-kekhususan yang menjadi karakteristiknya, diantaranya :
1.
Bersifat non-material, kekal dan abadi. Alam dunia adalah
alam material, karenanya alam akhirat yang merupakan alam di atas alam
material, pastilah bersifat non-material, yang lebih ‘luas’ dari alam dunia,
dikarenakan tidak memiliki batas-batas ruang dan waktu. Selain itu, karena ia
bersifat non-material, maka alam akhirat tidak akan mengalami kemusnahan dan
kehancuran seperti halnya alam dunia yang material.
2.
Tempat yang pasti untuk terealisasinya kenikmatan dan siksa
secara utuh. Karena bersifat non-material, maka berbagai kenikmatan atau siksa
yang akan diterima manusia di akhirat adalah secara utuh dan langsung,
dikarenakan tidak adanya lagi penghalang material.
3.
Tempat pembalasan bukan tempat pembebanan tanggung jawab. Di
alam akhirat tidak ada lagi taklif dan tugas, semua itu sudah dilakukan
di dunia, karenanya di akhirat, manusia hanya tinggal menerima balasan atas
semua amal perbuatanya, apakah itu perbuatan buruk maupun perbuatan baik.
4.
Sesungguhnya dunia ini adalah tempat beramal tanpa hisab,
sedangkan akhirat adalah tempat hisab tanpa amal. Kita ketahui bahwa di dunia
kita dibebani tanggungjawab dan syariat untuk mengerjakan berbagai perintah
Allah dan menjauhi berbagai larangan-Nya, dan semua itu tanpa ada penghisaban
dan balasannya. Yang ada hanyalah penilaian baik dan buruk, dosa dan pahala.
Sedangkan di akhirat yang merupakan tempat pembalasan, maka tidak ada lagi
tanggungjawab, syariat, perintah dan larangan. Yang ada adalah perhitungan (hisab)
berbagai amal yang telah dilakukan di dunia.
b.
Kebangkitan di Akhirat : Jasmani dan Ruhani
Dalam
sejarah pemikiran Islam, perdebatan tentang kebangkitan di akhirat telah
mewarnai blantika khazanah intelektual Islam. Bahkan, perdebatan itu sampai
memuncak hingga saling menghujat, menyesatkan, dan mengkafirkan. Perdebatan itu
diantaranya berkisar pada persoalan sifat kebangkitan di akhirat, apakah
bersifat jasmani atau bersifat ruhani?
Melalui
analisis yang cermat dengan argumentasi rasional dan argumentasi kewahyuan maka
dapat diyakini bahwa kebangkitan di akhirat bersifat jasmani dan ruhani manusia
bersama-sama akan dibangkitkan di akhirat dan bersama-sama pula akan menempuh
kehidupan baru, sebab keduanya telah bersama-sama hidup di dunia. Karena itu
bersama-sama pula harus menerima balasan yang setimpal, siksa atau kenikmatan.
Di
samping itu, sebagian besar ayat-ayat al-Quran yang berbicara mengenai
kebangkitan justru mengisyaratkan tentang kebangkitan jasmani, seperti jawaban
al-Quran atas kebingungan orang-orang yang menentang kebangkjtan jasmani, yang
mempertanyakan bagaimana tulang-tulang yang telah hancur dapat kembali hidup,
bahwa:
Katakanlah,
yang menghidupkannya adalah yang pertama kali menciptakannya. (QS. 36:79) Apakah manusia
mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan tulang belulangnya? Tentu Kami bisa,
dan Kami kuasa mengumpulkan jarijemarinya dengan sempuma. (QS. 75:3-4)
Ayat-ayat
di atas dan yang sejenisnya dengan jelas menunjukkan adanya kebangkitan
jasmani. Demikian pula ayat-ayat yang berbicara mengenai kebangkitan dari
kubur. Ya, rnemang sebagian besar ayat-ayat yang berbicara mengenai hari
kebangkitan menegaskan adanya kebangkitan jasmani dan ruhani.
Kemungkinan
kebangkitan jasmani juga dapat diterima secara filosofis dan rasional. Karena
di dalam diri manusia terdapat substansi materi yang selalu menjaga
keterhubungan perubahan pada badan duniawi, akan tetapi materi tersebut tidak
lagi membentuk badan duniawi karena alam akhirat adalah alam yang lebih tinggi
dari alam dunia dengan hukum yang jauh berbeda. Sebab itu, maka badan yang akan
terbentuk di akhirat adalah badan ukhrawi yang dibentuk oleh karakter
jiwa manusia tersebut.
Yang
dimaksud dengan tubuh atau jasmani materi ukhrawi adalah jasmani yang terbentuk
melalui inti materi pada manusia tersebut dan selalu terjaga sebagai dasar bagi
materinya dan bentuk identitas dari identitas jiwanya yang disebabkan oleh
tindakan dan ilmu yang dimiliki manusia tersebut. Karena setiap tindakan yang dilakukan
atau ilmu yang dimiliki oleh seorang manusia bersatu dengan eksistensi manusia
tersebut dan menempatkan esensi dirinya dalam tingkat tertentu dari kualitas
eksistensi, karena setiap aktivitas eksternal dalam tindakan ataupun proses
pencerapan ilmu memberikan bentuk eksistensi mental yang bersatu dengan
jiwanya.
Dengan
proses kebangkitan seperti ini, maka kebangkitan kembali manusia dengan tubuh
ukhrawinya akan didasarkan pada wujud mental yang membentuk karakter dirinya.
Setidaknya ada enam karakter manusia yang akan dibangkitkan di akhirat kelak
yaitu : karakter insani, karakter malaikat, karakter setan, karakter binatang,
karakter tumbuh-tumbuhan, dan karakter benda padat. Semua karakter ini dibentuk
berdasarkan tindakan yang dilakukan selama kehidupan di dunia dan proses
berpikir dalam upaya meningkatkan kualitas ilmunya. Kedua bentuk ini bersatu
secara eksistensial pada diri manusia.
Dalam
hal ini juga ada pembahasan tentang terbentuknya amal atau penjasmanian amal (tajassum
al-amal), yang mana dikarenakan manusia memiliki dimensi jasmani dan
ruhani, maka perbuatan-perbuatan manusia di alam jasmani memiliki bentuk dan
karakter tesendiri di alam ruhani. Banyak ayat al-Quran dan riwayat-riwayat
yang menjelaskan tentang hal ini, misalnya siapa yang memakan harta anak yatim
maka sebenarnya ia memakan api diperutnya. (Q.S.) dan siapa yang menggunjing
maka sama seperti memakan daging saudaranya sendiri (Q.S.).
c.
Balasan di Akhirat : Material dan Spiritual
Pembalasan
di hari kiamat mencakup dua sisi, material dan spiritual. Karena kebangkitan
mengandung sisi material dan spiritual. Balasan tersebut terjadi secara
sempurna baik itu bersifat siksa neraka maupun kenikmatan surga. Hal ini karena
tidak adanya lagi perantara antara diri manusia dengan beragam siksaan dan
kenikmatan tersebut. Jika kita membayangkan sesuatu yang nikmat saja sudah
dapat merasakan kebahagiaan, bagaimana jika hal itu menjadi nyata dan bukan
sekedar khayalan?. Begitu pula, jika kita membayangkan wujud angker saja sudah
merasa takut dan tersikasa, bagaiman jika wujud itu menjadi nyata di hadapan
kita? Sudah pasti kita akan merasakan nikmat atau siksa yang lebih besar.
Demikian
juga, kita sudah menjelaskan bahwa di dunia ini manusia terdiri dari tubuh
material serta ruh yang non-material, dan kita juga sudah buktikan bahwa ruh
itulah yang sebenarnya hakikat manusia yang sebenarnya. Artinya, tubuh material
hanyalah perantara bagi ruh untuk merasakan atau berbuat di alam dunia ini.
Karenanya, jika di alam dunia ini saja—dengan perantaraan materi—kita dapat
menikmati atau merasakan sakit yang luar biasa, maka bagaimana jika kita di
alam akhirat menikmati dan merasakan sakit secara langsung? Jelaslah semuanya
akan terasa begitu dahsyat, sehingga Allah dalam al-Quran banyak menyampaikan
kedahsyatan siksa neraka atau nikmat surga. Perhatikan ayat-ayat tentang
balasan kenikmatan berikut ini :
ü
“Allah telah menyediakan surga untuk mereka yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan
yang besar.”
(QS. At-Taubah : 89)
ü
“Perumpamaan sorga yang dtjanjikan kepada orang-orang yang
taqwa (ialah surga) yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, makanannya abadi
(tak habis-habisnya) begitupun naungannya. Itulah kesudahan orang-orang yang
bertaqwa sedang kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.” (QS. Al-Ra’d : 35)
ü
“Katakanlah, “Apakah kamu ingin aku kabarkan kepadamu apa
yang lebih baik dari yang demikilan itu?” Yaitu untuk orang-orang yang bertaqwa
pada sisi Tuhan mereka ada surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya;
mereka itu kekal di dalamnya, dan ada pasangan-pasangan yang suci serta
keridhaan dari Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali Imran: 15)
ü
“Ridha Allah lebih besar dan bahwa itulah keuntungan yang
agung”. (QS.
Al-Taubah: 72).
ü
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah pada Tuhanmu dengan
ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah
ke sorga-Ku.”
(QS. 89:27-30).
Perhatikan
juga ayat-ayat tentang siksa berikut ini :
ü
“Dan tahukan kamu apa huthamah itu? (Yaitu) api (yang
disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati.” (Q.S. al-Humazah: 5-7)
ü
“Di hadapannya ada jahanam dan dia akan diberi minuman
dengan air nanah, diminumnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya
dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak
juga mati; dan dihadapannya masih ada azab yang berat.” (Q.S. Ibrahim:
16-17)
Dari
ayat-ayat di atas juga menunjukkan dua dimensi balasan di akhirat, yaitu
bersifat material dan juga bersifat spiritual, yang tercermin dalam pancaran
cahaya ma’rifat Ilahi, kedekatan rohani pada al-Khaliq, dan
penampakan keindahan dan keagungan-Nya, tajaliyah al-jamal wa al-jahl,
suatu kenikmatan yang tiada tara, yang tidak dapat dilukiskan oleh kata-kata
maupun pena.
d.
Hakikat Siksa dan Kenikmatan
Telah
dijelaskan di atas bahwa manusia senantiasa bergerak dan mengalami perubahan
sesuai dengan kondisi dan usahanya masing-masing. Akan tetapi, ia tetap
mewarisi kemanusiaanya. Oleh karena itu, ketika manusia berubah menjadi
binatang atau api neraka, maka akan sangat tersiksa. Sebab, hakikatnya adalah
api yang manusia, atau binatang yang manusia. Sedangkan, jika manusia berubah
total menjadi api atau menjadi binatang, maka siksaan tidak akan terasa lagi,
karena setiap wujud menyenangi kewujudannya. Jadi api asli tidak mungkin
menyiksa api asli.
Dengan
demikian, siksa neraka timbul karena bersatunya berbagai macam esensi yang
semestinya berbeda. Hal ini karena, ketika sesesorang memiliki bermacam esensi,
maka sesuai karakter alam akhirat yang defakto secara otomatis setiap esensi
akan berwujud sesuai dengan karakternya. Dan setelah terwujud, akan menyerang
atau mencabik-cabiknya. Begitulah seterusnya, hingga dosa-dosanya habis, maka
siksa itupun hilang dan berganti menjadi kebahagiaan surga. Kecuali bagi
orang-orang kafir yang kekal di dalam neraka.
Jadi,
jati diri baru dari seseorang yang tersiksa, akan menimbulkan dua hal, yaitu
‘kesedihan dan ketakutan’. Ia sedih karena mendapat wujud baru yang buruk dan
takut karena ia berasal dari manusia. Ketika ia sedih, maka timbullah siksa
pertama, dan ketika ia takut, maka akan terciptalah wujud-wujud esensi yang ada
pada dirinya misalnya api, ular, kalajengking, anjing, dan lainnya yang
kemudian menyiksanya.
Jika
siksaan di dalam neraka diciptakan oleh manusia melalui kesedihan dan
ketakutannya, maka di dalam surga, perwujudan kenikmatan akan sesuai dengan
keinginan dan kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya sesuai dengan aturan
penciptaan. Hal ini karena, orang yang di surga tidak memiliki rasa sedih dan
rasa takut.
Jadi,
orang yang di surga akan mewujudkan berbagai keinginannya untuk dinikmatinya.
Proses kewujudan nikmat-nikmat tersebut berawal dari perhatian dan keyakinan
yang utuh terhadap rahmat, kuasa, dan janji-janji Tuhan.
e.
Surga ke neraka
Setelah
pengecekan amal perbuatan para hamba, hukum Tuhan mengumumkan bahwa para
hamba-hamba yang taat, supaya berpisah dari hamba-hamba yang selalu
membangkang. Mukminin dengan wajah putih berseri-seri bahagia dan dengan
tertawa pergi menuju surga. Sedangkan orang-orang kafir dan munafik berwajah
hitam penuh sedih, dan dengan penuh kehinaan pergi dan digiring menuju neraka.
Namun semuanya akan melewati dan melintasi neraka, dan Mukminin dengan cahaya
yang dimiliki akan menerangi jalan mereka, berbeda dengan orang-orang kafir
yang akan melalui semua itu dengan kegelapan.
Orang-orang
beriman akan memasuki surga, yang di dalamnya terdapat taman-taman yang luas
seluas langit dan bumi, yang dipenuhi oleh aneka ragam kenikmatan, seperti
buah-buahan, sungai-sungai dengan air jernihnya, susu, dan madu serta minuman
yang suci. Para penduduk surga mengenakan pakaian sutra halus dan terhias
dengan berbagai macam hiasan. Mereka duduk berhadap-hadapan, dan mereka
bersandar di atas dipan-dipan yang empuk dengan bantal yang empuk, mereka
senantiasa memuji Tuhan, mereka berbicara dan tidak mendengar omong kosong,
tidak merasakan dingin juga tidak kepanasan, tidak tersiksa dan pula tidak
lelah dan bosan, tidak takut dan pula tidak susah, dan hati-hati mereka telah
tersucikan dari iri hati dan sifat-sifat tercela lainnya.
Begitu
pula para bidadari yang cantik jelita dan suci menemani para penghuni surga.
Mereka menuangkan cawan-cawan berisikan minuman-minuman surga yang rasanya tak
bisa disifati lagi dan tak ada hal yang membahyakan di dalamnya (memiliki efek
samping). Dan lebih dari itu, semua nikmat spiritual berupa keridhaan Allah SWT
yang akan mereka dapatkan. Berbagai anugerah dan kelembutan agung dari Tuhan
mereka rasakan yang membuat mereka tenggelam dalam kebahagian puncak,
kebahagian yang tak pernah dan tak akan terlintas dalam benak siapapun juga.
Yang lebih penting lagi, kebahagiaan yang tak terhingga, dan nikmat-nikmat yang
tak dapat disifati, serta rahmat dan kedekatan terhadap Tuhan ini akan terus
berjalan selamanya, dan tidak ada kata akhir di dalamnya.
Sedangkan
neraka adalah tempat tinggal orang-orang kafir dan munafik yang hati mereka tak
pernah disinari oleh cahaya keimanan. Neraka merupakan tempat yang di dalamnya
dipenuhi oleh segala macam siksaan dan penderitaan, seperti api yang
menyala-nyala, teriakan dan hardikan, kebengisan dan kemarahan para penjaga
neraka. Wajah-wajah mereka kotor, penuh emosi, hitam, jelek, dan bengis,
sehingga para malaikat yang tinggal di sana tak terlihat lagi rasa sayang dan
lemah lembut.
Para
penduduk neraka akan dibelenggu dengan rantai besi, dan sekujur tubuhnya akan
dijilat oleh api membara, dan mereka sebagai kayu bakarnya. Kepala mereka akan
dituangi air mendidih yang akan mendidih dalam badanya, dan kapanpun permintaan
air akibat haus yang mencicik terdengar dari mereka, maka air panas dan kotor
serta menjijikkan disajikan. Makanan mereka adalah pohon zaqqûm, sebuah
pohon yang tumbuh dari api dan menambah rasa panas dalam tubuh mereka. Pakaian
mereka dari ter yang panas. Dan ketika kulit mereka habis dan hangus, kulit
mereka akan diganti dengan yang baru dan begitu seterusnya azab dan siksa tetap
berlanjut dan lebih pedih dan menyakitkan. (QS. An-Nisâ`: 56) Teman duduk para
penduduk neraka adalah para setan dan jin. Para penduduk nereka saling melaknat
dan mengejek satu sama lain.
Penjelasan
di atas sangatlah ringkas dan tidak memadai untuk menguraikan tentang kehidupan
di dalam surga dan neraka, tetapi setidaknya dapat menggambarkan kepada kita
akan posisi surga sebagai tampat kenikmatan dan nerakan tempat penderitaan.
f.
Balasan Bagi Orang-Orang Udzur
Jika
seseorang tidak mampu mengetahui ushuluddin karena udzur seperti
berpenyakit gila, tidak waras, atau karena kondisi yang meliputinya, maka orang
seperti ini akan diampuni sesuai dengan kadar udzur dan kelemahannya. Tetapi
jika memiliki kesiapan untuk mengenal ushuluddin dan agama, akan tetapi
ia lalai dan tetap dalam keraguan atau mengingkari ushuluddin setelah
jelas, maka ia akan mendapat siksa yang abadi. Adapun amal-amal baik yang
dilakukannya hanya berpengaruh dalam meringankan siksanya atau akan mendapatkan
balasannya langsung di dunia. Sedangkan orang-orang yang masih beriman di dalam
hatinya, namun karena berbuat dosa sehingga masuk neraka, maka mereka akan
keluar dari dalamnya setelah disucikan di neraka dan kemudian akan masuk ke
dalam surga.
v Allah berfirman : “Katakanlah,
‘kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?’ Katakanlah, ‘kepunyaan
Allah.’ Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh
akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya…”
(Q.S. al-An’am: 12).
v Allah berfirman : “Dan dia yakin
bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia)”. (Q.S.
al-Qiyamah: 28).
v Perhatikan ayat-ayat berikut ini : “Sesungguhnya
apa yang dijanjikan kepadamu itu pasti terjadi. Maka apabila bintang-bintang
telah dihapuskan. Dan apabila langit telah dibelah. Dan apabila gunung-gunung
telah dihancurkan menjadi debu.” (Q.S. al-Mursalat: 7-10); “Dan ketika
langit dilenyapkan.” (Q.S. al-Takwir: 11).
v Perhatikan firman Allah : “Dan
ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi, kecuali
siapa yang dikehendaki Allah..” (Q.S. az-Zumar: 68).
BAB IX
PERANAN MALAIKAT DAN MAKHLUK GHOIB LAINNYA SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP MANUSIA.
A.
Malaikat
Malaikat adalah mahluk Ruh yang diciptakan
Allah dari cahaya . Mereka merupakan hamba-hamba Allah yang ditugaskan menjaga
kelangsungan system yang ada dialam semesta ini. Mereka bertugas mengatur
peredaran bumi, matahari, bulan dan bintang, mengatur perjalanan awan, hujan,
menumbuhkan berbagai tanaman, memberi makan berbagai mahluk Allah dilangit dan
dibumi. Mereka tidak pernah lelah menjalankan tugas yang dibebankan Allah
padanya, mereka mempunyai kedudukan bertingkat tingkat disisi Allah sesuai
tugas mereka sebagaimana disebutkan dalam surat Fathir ayat 1 . Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan
bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai
macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan
empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Fathir 1)
Ada beberapa nama Malaikat yang
sudah dikenal akrab oleh umat Islam yaitu Jibril yang membawa wahyu Al-Qur’an
kepada nabi muhammad saw. Mikail yang bertugas membagikan rezeki, Izroil yang bertugas
mencabut nyawa manusia ketika datang kematian, Rakib dan Atid yang bertugas
mencatat amal baik dan buruk manusia, Munkar dan Nakir yang menanyakan manusia
dialam kubur, Isrofil yang meniup sangkakala ketika terjadi peristiwa kiamat,
Ridwan yang bertugas menjaga Syurga dan Malik yang bertugas menjaga Neraka
jahanam, dan banyak lagi nama Malaikat yang tidak disebutkan dan belum kita
kenal.
Allah juga mempunyai beberapa
Malaikat khusus yang ditugaskan menjaga dan memperhatikan kebutuhan hamba Allah
yang saleh dan selalu bertawakal dan bertakwa padaNya sebagaimana disebutkan
dalam surat Fushilat ayat 30.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
“Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.31- Kami lah
Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu
memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang
kamu minta. (Fushilat 30-31)
Orang yang beriman, bertakwa dan
bertawakal pada Allah selalu mendapat pengawalan dan penjagaan dari Malaikat
yang ditugaskan khusus oleh Allah dalam mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi dan musuh yang datang mengancam, Allah mengingatkan hal ini
dalam surat Al Anfal ayat 9 (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan
kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan
mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut”. (Al Anfal 9)
Malaikat sangat banyak jumlahnya.
Mengenai berapa banyak jumlah malaikat tidak ada yang dapat mengetahui secara pasti
kecuali hanya Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya:
Artinya: dan tiada Kami jadikan
penjaga neraka itu melainkan dari Malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan
bilangan mereka itu melainkan untuk Jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya
orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman
bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al kitab dan orang-orang
mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada
penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): “Apakah yang dikehendaki Allah
dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah membiarkan
sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia
sendiri. dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. (QS.
Al-Muddatsir:31)
Sebagai umat islam, kita diwajibkan
beriman kepada malaikat maupun terhadap makhluk yang ghaib lainnya, disini
bukan berarti kita menyembah mereka tapi kita hanya diwajibkan mengimaninya
bahwa mereka itu ada, dan juga kita tidak perlu mengetahui hakikatnya. Karena
itu, keterangan yang mengatakan bahwa malaikat itu bersayap, maka hendaklah
kita pahami bahwa sayap malaikat tidak serupa dengan sayap burung. Apabila
dikatakan, bahwa malaikat itu dibebankan tugas menjaga alam, tubuh,
tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya, maka hendaklah dipahami bahwa di alam ini, ada
lagi alam yang lebih halus dari alam yang dapat kita jangkau dengan
pancaindera. Tegasnya, malaikat itu adalah makhluk ghaib yang tidak dapat kita
ketahui hakikatnya.
1)
Fungsih malaikat
Malaikat memiliki fungsi tertentu,
fungsi utama malaikat berkenaan dengan tugasnya terhadap manusia dan sebagai
pelaksana kehendak Allah. Malaikat juga berfungsi sebagai utusan penyampaian
wahyu, sebagai pengawas manusia, sebagai pencatat segala perbuatan manusia,
untuk mendatangkan azab kepada umat yang zalim serta mereka yang mengingkari
ayat-ayat Allah, sebagai pengantar untuk memperkuat para nabi atau rasul dan
kaum muslimin, menolong dan memintakan ampun bagi mereka yang ada di Bumi,
membantu meningkatkan kehidupan rohaniah manusia untuk senantiasa berbuat baik,
sebagai penjaga neraka, menyampaikan berita gembira kepada manusia yang berhak
masuk surge
2)
Adapun fungsi iman kepada malaikat
adalah:
·
Selalu melakukan perbuatan baik dan merasa najis serta anti
melakukan perbuatan buruk karena dirinya selalu diawasi oleh malaikat.
·
Berupaya masuk kedalam surga yang dijaga oleh malaikat
Ridwan dnegan bertaqwa dan beriman kepada Allah Swt serta berlomba-lomba
mendapatkan Lailatul Qadar.
·
Meningkatkan keikhlasan, keimanan dan kedisiplinan kita
untuk mengikuti/meniru sifat dan perbuatan malaikat.
·
Selalu berfikir dan berhati-hati dalam melaksanakan setiap
perbuatan karena tiap perbuatan yang baik maupun yang buruk akan dipertanggung
jawabkan siakhirat kelak.
3)
Sifat-sifat malaikat
Sifat-sifat malaikat yaitu mereka selalu patuh
terhadap apa-apa yang diperintahkan Allah kepada mereka dan mereka diciptakan
dari nur atau cahaya, mereka tidak diciptakan untuk membangkang atau melawan
kepada Allah, malaikat tidak dilengkapi dengan hawa nafsu, tidak memiliki
keinginan seperti manusia, tidak berjenis lelaki atau perempuan, dan tidak
berkeluarga, tidak sombong, malaikat tidak pernah lelah dalam melaksanakan
apa-apa yang diperintahkan kepada mereka, mereka tidak makan, minum atau tidur
seperti manusia, mereka tidak bertambah tua ataupun bertambah muda, keadaan
mereka sekarang sama persis ketika mereka diciptakan
B.
Makhluk gaib lainnya
Selain malaikat, Allah juga
menciptakan makhluk ghaib lainnya seperti yang sering kita dengar atau kita
ketahui yaitu Jin, Iblis dan Setan. Jin, iblis dan setan masih menyisakan
kontroversi hingga kini. Namun yang jelas, eksistensi mereka diakui dalam
syariat. Sehingga, jika masih ada dari kalangan muslim yang meragukan
keberadaan mereka, teramat pantas jika diragukan keimanannya. Firman Allah swt:
Artinya: dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada Para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, Maka sujudlah
mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, Maka ia mendurhakai
perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil Dia dan turanan-turunannya sebagai
pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis
itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (QS. Al-kahfi : 50)
Dari firman Allah
diatas, maka dapat kita ketahui bahwa sebenarnya iblis itu merupakan golongan
jin yang dulunya pernah berada di surga dan diciptakan sebelum terciptanya
manusia. Asal usul jin dan terciptanya jin sebelum manusia dapat kita ketahui
berdasarkan firman Allah Swt
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari
api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 26-27)
Jin dicipatakan oleh Allah dari api
yang sangat panas, sedangkan iblis dan setan merupakan golongan dari jin. Kata
iblis berasal dari bahasa Arab Iblas yang artinya putus dari rahmat
atau kasih sayang Allah. Sedangkan kata setan berasal dari bahasa arab syithana
yang artinya jauh. Jadi, setan artinya sangat jauh, yaitu sangat
jauh dari kebajikan dan sangat dekat dengan kejahatan.
Setan sebenarnya dari nafsu jelek
dari manusia maupun Jin. Iblis adalah nama jin yang dulunya di Surga yang
pernah tidak menyukai Adam dan Hawa. Iblis adalah sebutan nama jin seperti nama
orang. Sedangkan Jin adalah bangsa jin yang dari keturunan Iblis seperti bangsa
manusia yang dari keturunan Adam dan Hawa.
Setiap saat kita selalu berinteraksi
dengan mahluk ruh(ghaib) disekitar kita, itu adalah hal alamiah yang tidak bisa
kita hindari. Bisikan baik dan buruk dari mahluk ruh disekitar kita silih
berganti masuk kedalam fikiran dan hati kita. Bisikan yang dominan
, akan membentuk karakter dan kepribadian seseorang. Mereka yang banyak
dipengaruhi bisikan negatif dari golongan jin dan syetan akan cenderung
melakukan perbuatan negatif dan buruk. Mereka yang beriman dan yakin akan
kehidupan akhirat terpelihara dari bisikan negatif tersebut dan mereka
cenderung pada bisikan Malaikat yang selalu mengajak pada kebaikan.
1)
Iblis la’natullah
Iblis adalah Jenderal atau Panglima
Besar dari semua kejahatan dan perilaku buruk yang dikerjakan manusia, Ia sudah
hadir didunia ini sejak zaman nabi Adam dan akan tetap hidup sampai hari
kiamat. Ia mengerahkan pasukannya yang terdiri atas balatentara syetan dari
golongan Jin dan manusia untuk menyebar bencana dan kemaksiatan dimuka bumi.
Iblis memiliki dendam turun temurun terhadap anak cucu Adam
sebagaimana disebutkan dalam surat Al Israk ayat 62- Dia (iblis) berkata: “Terangkanlah
kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika
Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan
aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil”.63- Tuhan berfirman:
“Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya
neraka Jahanam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup.
64- Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan
ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang
berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri
janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka
melainkan tipuan belaka. ( Israak 62-64)
2)
Mahluk Jin
Jin adalah mahluk Ruh yang dijadikan
Allah dari api . Iblis adalah salah satu dari golongan Jin ini, sebagaimana
dijelaskan Allah dalam surat Kahfi ayat 50
50- Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka
sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka
ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan
turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah
musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang
yang lalim. (Kahfi 50)
Dalam kehidupan sehari hari kita
bercampur gaul dengan mahluk Jin ini tanpa kita sadari, karena kita tidak bisa
melihat mereka dengan kasat mata. Jin juga berbangsa dan bergolongan
seperti manusia, diantara mereka ada yang baik , soleh dan ada pula yang jahat
dan kufur pada Allah sebagaimana dijelaskan dalam surat Jin ayat 11. Dan
sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada
(pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang
berbeda-beda. (Jin 11)
Biasanya Jin membentuk koloni dan menetap
ditempat yang tidak dihuni manusia seperti Rimba belantara, lautan, Gurun
pasir, pulau kosong, rumah atu bangunan kosong, sungai, pantai yang sunyi, Gua
dan lubang ditanah, Pohon besar dan lain sebagainya. Diantara Jin ini ada juga
yang tinggal bersama manusia di kota, perumahan , pasar dan lain sebagainya.
Kadang kala terjadi juga keributan
dan perseteruan antara golongan Jin dan manusia karena sesuatu dan lain hal. Ada
sekelompok Jin yang tidak senang karena tempat tinggal mereka yang berupa pohon
besar atau bangunan tua dibongkar oleh manusia. Kelompok Jin yang
habitatnya terganggu akan menyerang dan merasuk kedalam tubuh manusia membuat
keributan berupa kesurupan masal disekolah, pabrik atau tempat umum lainnya.
Diantara manusia ada juga yang
berkongsi dan minta pertolongan pada Jin untuk tujuan tertentu, misalnya
untuk mendapat kekayaan, menyerang atau menyakiti orang yang tidak disenangi,
melakukan sihir, santet, tenung dan lain sebagainya. Dan bahwasanya ada beberapa orang
laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di
antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Jin 6)
Gangguan Jin pada manusia ada yang dilakukan
karena permintaan seseorang , ada pula yang dilakukan karena merasa habitatnya
terganggu, karena itu Rasulullah melarang umat Islam untuk membuang air kecil
dilubang dan tempat yang mungkin didiami Jin.
Banyak orang yang meyakini bahwa jin
bisa melakukan perbuatan luar biasa yang tidak bisa dilakukan manusia. Hal
tersebut menarik hati sekelompok orang untuk bekerja sama dan minta bantuan Jin
untuk melaksanakan maksud dan tujuannya. Dizaman dahulu Nabi Sulaiman
memanfaatkan Jin untuk mengerjakan pekerjaan berat seperti membangun gedung,
menyelam mengambil mutiara dan perhiasan dari dalam laut. Namun sebenarnya
orang yang bertakwa memiliki kekuatan yang jauh lebih dahsyat dari Jin
ini sebagaimana dikisahkan dalam surat An Naml 38-40
38- Berkata Sulaiman: “Hai
pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa
singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang
berserah diri”.39- Berkata `Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan
datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri
dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi
dapat dipercaya”.40- Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al
Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka
tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata:
“Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau
mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya
dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar,
maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. ( An Naml 38-40)
Jin Ifrit mengatakan bahwa ia
bisa membawa singgasana Ratu Bilqis dari Yaman ke Palestina sebelum nabi
Sulaiman berdiri dari duduknya, namun seorang yang mendapat Ilmu dari Allah
telah mendahuluinya dengan memindahkan singgasana itu hanya dalam sekejap mata
saja. Ini menunjukan bahwa Allah memberi kemampuan yang lebih besar kepada
orang yang bertakwa kepadaNya. Pada kenyataannya seluruh Jin dimasa itu
juga tunduk dalam kekuasaan nabi sulaiman sebagai raja dimasa itu.
Kehidup Jin sama seperti manusia
berbangsa, suku, kelompok dan golongan. Jin mempunyai kewajiban sama seperti
manusia, mereka juga akan diminta pertanggungan jawab atas perbuatan mereka
kelak diakhirat. Jin yang taat patuh pada Allah akan masuk kedalam syurga
sedangkan Jin yang membangkang akan dimasukan kedalam Neraka jahanam. Al Qur’an
menjelaskan ini dalam beberapa ayat sebagai berikut:
130- Hai golongan jin dan manusia,
apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang
menyampaikan kepadamu ayat-ayat Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap
pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: “Kami menjadi saksi atas diri kami
sendiri”, kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas
diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.(Al An Aam 130)
179- Dan sesungguhnya Kami jadikan
untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai
hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al A’raaf 179)
56- Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.(Adz Dzariyat 56)
56- Di dalam surga itu ada
bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh
oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka)
dan tidak pula oleh jin. (Ar
Rahman 56)
Diantara Jin juga ada yang mempelajari
Qur’an dan menyampaikan dakwah bagi kalangan mereka, sebagaimana disebutkan
dalam surat Al Ahqaf 29.
29- Dan (ingatlah) ketika Kami
hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur’an, maka tatkala
mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk
mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya
(untuk) memberi peringatan. (Al Ahqaf 29)
Dalam keadaan tertentu Jin bisa masuk
kedalam tubuh manusia dan mengendalikan gerak tubuh manusia sesuai
keinginannya. Ia berbicara dengan bahasa dan gaya yang dimiliki Jin tersebut,
sehingga adakalanya orang yang dimasuki Jin tersebut berbicara dalam bahasa
China, Arab, Batak, atau sunda padahal dalam keadaan sehari hari orang yang
dimasuki Jin itu tidak bisa bahasa tersebut. Jin yang masuk kedalam tubuh
seseorang ini sering mengaku sebagai neneknya yang telah meninggal , ia
menirukan cara bicara dan gerak gerik neneknya itu sehingga keluarga orang yang
kemasukan Jin itu akan mempercayainya. Ada juga Jin yang mengaku sebagai salah
seorang Wali songo, ulama terkenal dan lain sebaginya.
3)
Setan Dan Bala Tentaranya
Syetan adalah balatentara Iblis yang
ditugaskan untuk menghasut dan menyesatkan manusia dari jalan yang lurus.
Syetan ini ada dua macam yaitu syetan dari golongan Jin yang tidak bisa dilihat
oleh penglihatan mata dan syetan dari golongan manusia yang bisa dilihat dengan
kasat mata.
112- Dan demikianlah Kami jadikan
bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan
(dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu
menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan
apa yang mereka ada-adakan. (Al An Aam 112)
Dibawah perintah Panglima
tertingginya Iblis yang tetap hidup sampai hari kiamat nanti , syetan dan
balatentaranya terus berjuang setiap saat untuk menyesatkan manusia dari jalan
Allah yang lurus. Syetan memperlihatkan indah semua perbuatan manusia yang
buruk dan memperlihatkan buruk semua perbuatan yang baik. Orang yang telah
disesatkan syetan merasa bahwa ia berada pada jalan yang benar , ia tidak
menyadari bahwa ia telah ditipu dan disesatkan syetan dari jalan yang benar.
Dalam
usahanya menyesatkan manusia syetan membagi manusia menjadi tiga
kelompok:
1.
Kelompok orang yang maksiat, yaitu orang yang tidak percaya
pada Allah dan kehidupan akhirat. Seluruh hidupnya hanya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan syahwat dan hawa nafsunya. Iblis mengatakan padas
balatentaranya:” Tinggalkanlah orang itu, kalian tidak perlu membuang tenaga
untuk menipu dan menyesatkan mereka, karena ia lebih sesat dari kita. Mereka
tidak percaya pada Allah dan kehidupan akhirat sedang kita masih percaya pada
Allah dan kehidupan akihirat.
2.
Kelompok orang bertakwa, yaitu orang yang percaya pada Allah
dan kehidupan akhirat serta selalu berusaha untuk tetap istiqomah pada jalanNya
yang lurus. Iblis mengatakan pada balatentaranya: ”Tinggalkanlah orang itu,
kalian tidak perlu membuang tenaga untuk menyesatkan orang itu,
karena mereka dijaga dan dilindungi Allah dari tipu daya kita. Allah telah
menjamin mereka bahwa kita tidak akan bisa menyesatkan mereka”
3.
Kelompok orang awam, yaitu orang yang selalu ragu
kadang iman kadang tidak. Iblis mengatakan pada balatentaranya:” Datangilah
mereka dari segala penjuru, jangan beri kesempatan pada mereka walau hanya
sedetik untuk mengingat Allah, janjikan kepada mereka njanji indah dan muluk,
perserikatkan hati mereka dengan harta dan anak anak, dorong mereka untuk
melakukan perbuatan maksiat dan durhaka pada Allah, jadikan mereka teman kita
didalam neraka jahanam kelak”
Syetan tidak mempunyai kekuatan
untuk mempengaruhi orang yang beriman dan bertawakal pada Allah, syetan hanya
mampu menguasai dan mengendalikan orang yang mengambilnya sebagai pemimpin dan
menjadikannya sebagai sekutu Allah sebagaimana disebutkan dalam surat an Nahl
ayat 99-100.
99- Sesungguhnya setan ini tidak
ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya.
100- Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang
mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan
Allah. (An Nahl 99-100)
C.
Pengaruh Keberadaan Makhluk Gaib
Terhadap Manusia
Seringkali kita tidak menyadari
bahwa benda di hadapan kita yang kelihatannya biasa saja ternyata dihuni oleh
sesuatu mahluk gaib di dalamnya. Bahkan rumah dan perabotan rumah kita pun
dapat saja merupakan rumah bagi suatu mahluk gaib. Mahluk gaib bisa berdiam di
mana saja, bahkan di dalam tubuh manusia sekalipun. Yang menentukan apakah
keberadaan sesuatu gaib bermanfaat bagi manusia atau tidak adalah sifat
pengaruh energi dari mahluk tersebut dan tujuan keberadaannya, terhadap
kehidupan manusia. Bila sesuatu benda mempunyai sesuatu gaib yang berdiam di
dalamnya, maka ada 2 pertimbangan bagi manusia untuk bijaksana bersikap, yaitu
apakah keberadaan gaib itu memberikan pengaruh tertentu kepada manusia, dan
jika memberikan pengaruh tertentu, pengaruhnya bersifat positif ataukah negatif
terhadap manusia.
Keberadaan suatu gaib di dalam
tongkat kayu, perabotan rumah atau di pohon / rumah dapat saja memberikan
manfaat yang baik untuk pemiliknya. Biasanya manfaat yang diberikannya adalah
untuk penjagaan atau keselamatan dari gangguan gaib atau orang-orang jahat dan
tamu yang bersikap tidak sopan. Selain itu gaibnya bisa juga memberikan manfaat
ketenangan dan keteduhan bagi yang berdiam di dalamnya (berbeda dengan
ketenangan dan keteduhan rumah biasa).
Bila ada bagian dari rumah kita yang
menyebabkan kita merinding atau takut bila melewatinya atau saat berada di
dalamnya, mungkin disitu memang berpenghuni mahluk halus. Biasanya si mahluk
halus bermaksud memberitahu bahwa kita melewati atau berada di tempat
kediamannya, tujuannya supaya kita berhati-hati dan berlaku sopan dan dengan
cara itu dia juga menunjukkan rasa tidak sukanya dengan keberadaan kita di
tempatnya.
Kita akan menyebut keberadaan suatu
gaib bersifat positif bagi manusia bila pengaruh aura energinya selaras dengan
manusia, tidak merugikan manusia, dan keberadaannya cenderung menguntungkan
manusia. Begitu juga sebaliknya, kita akan menyebut keberadaan suatu gaib
bersifat negatif bagi manusia bila pengaruh aura energinya tidak selaras dengan
manusia dan keberadaannya cenderung merugikan manusia.
Pengaruh dari keberadaan suatu
mahluk halus terhadap manusia sebagiannya dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar
mahluk halus itu sendiri, seperti sifat energinya positif atau negatif, sifat
wataknya baik atau jahat, dsb. Pengaruh lainnya disebabkan oleh tujuan
keberadaan mahluk halus itu, misalnya ingin ikut dengan menempel di tubuh
manusia, marah dan menegur manusia. Walaupun mereka ada di sekitar kita dan
mungkin juga berdiam di rumah kita, biasanya mereka tidak merasa ada hubungan
dengan kita, 'urusan sendiri-sendiri'. Tetapi bila kita berbuat
kesalahan terhadap mereka atau keberadaannya, mereka bisa marah dan mungkin
akan menegur kita dengan cara mereka sendiri.
Kadangkala tanpa sepengetahuan kita, ada mahluk halus di sekitar kita yang kerap menolong kita dan keluarga, misalnya membantu menjaga keamanan rumah, mengobati yang sedang sakit, membantu memberi ilham untuk penyelesaian masalah, dsb. Biasanya bila mereka sudah cocok dengan kita atau rumah kita, bila sudah pernah membantu, mereka akan terus membantu tanpa meminta imbalan. Dalam batasan ini dianggap keberadaan mereka bersifat positif bagi manusia.
Kadangkala tanpa sepengetahuan kita, ada mahluk halus di sekitar kita yang kerap menolong kita dan keluarga, misalnya membantu menjaga keamanan rumah, mengobati yang sedang sakit, membantu memberi ilham untuk penyelesaian masalah, dsb. Biasanya bila mereka sudah cocok dengan kita atau rumah kita, bila sudah pernah membantu, mereka akan terus membantu tanpa meminta imbalan. Dalam batasan ini dianggap keberadaan mereka bersifat positif bagi manusia.
Ada bangsa jin yang senang membantu
atau berinteraksi dengan manusia, terutama adalah yang memiliki kaitan dengan
leluhur seseorang. Mereka memperlakukan kita seolah-olah kita adalah anak cucu
keturunannya. Kadang-kadang mereka datang menjenguk kita, mengobati yang sedang
sakit, atau mengikut kepada seseorang yang dia merasa cocok. Ketika mereka
datang, mereka menunjukkan bau-bauan tertentu atau rasa tertentu supaya manusia
tahu bahwa mereka datang.
Kadangkala tanpa sepengetahuan kita,
ada juga mahluk halus di sekitar kita yang keberadaannya bersifat negatif dan merugikan kita, misalnya yang berhawa energi
panas kerap menyusahkan kita dan keluarga, membuat suasana rumah 'panas',
sehingga kita mudah marah dan bertengkar, tidak betah tinggal di rumah,
menyebabkan sakit-sakitan, mendatangkan banyak kesialan, musibah, dsb. Mereka
tidak bermaksud jahat dan mengganggu, hanya saja energinya tidak cocok dengan
kita. Tetapi bangsa jin yang dari golongan hitam biasanya bersikap jahat kepada
kita dan cenderung menyesatkan, walaupun kita tidak berbuat jahat atau salah
kepada mereka.
Mahluk halus yang perwatakannya
termasuk dalam golongan hitam dan abu-abu, keberadaannya di sekitar tempat
tinggal manusia atau bersama manusia, keberadaannya akan cenderung menyesatkan
manusia. Melebihi mahluk halus dari golongan putih, mereka akan
menunjukkan kerja yang giat, bahkan mereka akan tetap bekerja walaupun tidak
diperintah. Mereka menyesatkan dengan mewujudkan banyak keinginan si
manusia, sehingga si manusia merasa doa-doanya dikabulkan Tuhan,
merasa dekat dengan Tuhan, atau bahkan merasa menjadi wakil atau perantara
Tuhan di bumi, tetapi perilakunya menyebarkan kebencian dan permusuhan, merasa
ilmunya ampuh dan kata-katanya manjur selalu terjadi. Dan keberadaan
mereka pasti akan menyulitkan dalam proses kematian orang tersebut,
karena tidak mau begitu saja ditinggal mati, kecuali ada orang lain yang mau
menerima mereka.
Beberapa
contoh pengaruh perbuatan mahluk halus, atau pengaruh energi dari
keberadaannya, yang secara negatif dialami oleh manusia, misalnya :
·
kejadian-kejadian aneh, misalnya ada barang-barang yang suka
berpindah tempat atau hilang atau benda-benda tertentu bergerak sendiri, atau
penampakan-penampakan gaib yang membuat takut manusia.
·
mengganggu secara psikologis, misalnya sering bermimpi
buruk, mudah marah atau bertengkar, malas bekerja.
·
Ada mahluk gaib di rumah kita yang bersifat baik yang
ingin mengingatkan kita akan sesuatu hal yang sifatnya penting, namun setelah
diberitahu dengan berbagai cara kita belum juga tanggap akan arti maksudnya,
cara inilah yang kemudian sering dilakukan oleh mahluk gaib, supaya kita
benar-benar memperhatikan pesannya.
·
Mungkin juga ini adalah karena ada mahluk gaib dari suatu
tempat yang mengikut dengan cara menempel di tubuh kita (ketempelan). Niatnya
tidak jahat, hanya ingin ikut saja. Namun karena si manusia tidak tahan
kebebanan energi si gaib, maka dia mengalami sakit.
·
Ada mahluk gaib di rumah / sekitar kita yang energinya
bersifat negatif. Artinya energi si gaib tidak selaras dengan energi manusia,
maka lama-lama kita akan mengalami sakit karena pengaruh energi negatifnya
terhadap tubuh maupun psikologis kita.
·
Mungkin ada mahluk gaib yang marah dan menegur kita, karena
kita melakukan kesalahan (kesambet). Bila ini yang terjadi, biasanya sakitnya
akan disertai panas demam tinggi selama beberapa hari.
Dalam menghadapi keberadaan sesuatu
gaib di sekitar kita, haruslah kita bersikap bijaksana, dengan kesadaran bahwa
Tuhan menciptakan segala macam mahluk, yang kelihatan mata manusia maupun yang
tidak kelihatan, dan semuanya itu ditempatkanNya untuk hidup bersama di bumi.
Jadi memang sudah semestinya kita dan mereka bisa hidup berdampingan, sama
seperti manusia, binatang dan tumbuhan yang hidup bersama di bumi.
Bila kita menyadari bahwa rumah atau
ada sesuatu benda milik kita yang berpenghuni gaib, maka kita harus dapat
menentukan apakah sifat gaibnya itu baik (positif) ataukah berpengaruh negatif
terhadap manusia. Kita juga harus bijaksana untuk bersikap supaya perilaku kita
tidak menyinggung atau membuat mereka marah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar