TEORI
INTELIGENSI
A.
Memahami Muitiple
Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan yang di bawa sejak
lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara yang tertentu.
Menurut Teory Of Muitiple Inteligences dari Gardner
(1983-2003), paling tidak ada delapan Inteligensi yang terpisah yaitu: linguistic
(verbal), musical, spasial, logis-matematis, jasmaniah-kinestis (gerakan),
interpersonal (memahami orang lain), intrapersonal (memahami diri sendiri), dan
naturalis (memahami dan mengamati pola dan system-sistem alamiah dan buatan
manusia). Gardner menekankan bahwa mungkin lebih banyak lagi jenis inteligensi,
delapan bukan angka ajaib. Baru- baru ini, ia berspekulasi bahwa mungkin ada
inteligensi spiritual dan inteligensi
eksistensial yaitu: kemampuan untuk mengontemplasikan pertanyaan-pertanyaan besar tentang makna
hidup (Gardner 2003). Gardner mendasarkan gagasannya tentang
kemampuan-kemampuan yang terpisah itu pada bukti-bukti bahwa kerusakan otak
(akibat stroke, misalnya) sering kali mengganggu fungsi di salah satu bidang,
misalnya bahasa, tetapi tidak mempengaruhi fungsi bidang-bidang lainnya. Selain
itu individu-individu mungkin unggul di salah satu di antara kedelapan bidang
tersebut, tetapi tidak memiliki kemampuan yang menonjol di ketujuh bidang
lainnya.
Muitiple Inteligensi di sekolah. Salah satu
keunggulan perspektif Gardner adalah
memperluas pemikiran Guru tentang kemampuan dan
jalur pengajaran. Akan tetapi teori ini telah di gunakan secara keliru.
Sebagian Guru memakai versi simplistic. Mereka memasukkan semua
“inteligensi” ke dalam setiap pelajaran,
tanpa memedulikan apropriasinya.
B.
Teori-teori Inteligensi
dapat di bedakan menjadi empat yaitu:
1. Teori Faktor
Teori ini dikembangkan
oleh Spearman, dia mengembangkan teori dua factor dalam kemampuan mental
manusia. Yakni :
a.
teori factor “g” (factor kemampuan umum) : kemampuan menyelesaikan masalah atau
tugas – tugas secara umum (misalnya, kemampuan menyelesaikan soal – soal
matematika)
b.
teori factor “s” (factor kemampuan khusus) : kemampuan menyelesaikan masalah
atau tugas – tugas secara khusus (misalnya, mengerjakan soal – soal
perkalian,atau penambahan dalam matematika)
2. Teori Struktural
Intelektual
Teori ini dikembangkan
oleh Guilford, dia mengatakan bahwa tiap tiap kemampuan memiliki jenis keunikan
tersendiri dalam aktifitas mental atau pikiran (operation), isi informasi
(content), dan hasil informasi (product).penjelasannya adalah sbb :
a.
Operation (aktivitas pikiran atau mental)
•
Cognition yaitu aktivitas mencari, menemukan, mengetahui dan memahami
informasi. Misalnya mengetahui makna kata “adil” atau “krisis”
•
Memory yakni menyimpan informasi dalam pikiran dan mempertahankannya
•
Divergent production yakni proses menghasikan sejumlah alternative informasi
dari gudang ingatan untuk memenuhi kebutuhan, misalnya mengusulkan sejumlah
judul sebuah cerita
•
Convergent production yaitu penggalian informasi khusus secara penuh dari
gudang ingatan. Misalkan menemukan kata – kata yang cocok untuk jawaban TTS
•
Evaluation yakni memutuskan yang paling baik dan yang cocok dengan tuntunan
berpikir logis
b.
Content (isi informasi)
•
Visual yaitu informasi – informasi yang muncul secara langsung dari stimulasi yang
diterina oleh mata
•
Auditory yakni informasi – informasi yang muncul secara langsung dari stimulasi
yang diterina oleh system pendengaran (telinga)
•
Simbolic yaitu item – item informasi yang tersusun urut bersamaan dengan item –
item yang lain.
•
Misalnya sederet angka, huruf abjad dan kombinasinya
•
Sematic biasanya berhubungan dengan makna atau arti tetapi tidak melekat pada
symbol – symbol kata
•
Behavioral yakni item informasi mengenai keadaan mental dan perilaku
individuuang dipindahkan melalui tindakan dan bahasa tubuh.
c.
Product (bentuk informasi yang dihasilkan)
•
Unit yaitu suatu kesatuan yang memiliki suatu keunuikan didalam kombinasi sifat
dan atributnya, contoh bunyi musik,cetakan kata
•
Class yakni sebuah konsep dibalik sekumpulan obyek yang serupa. Misalkan
bilangan genap dan ganjil
•
Relation yakni hubungan antara dua item. Contoh dua orang yang memiliki huruf
depan berurutan, Abi kawin dengan Ani
•
Sistem yakni tiga item atau lebih berhubungan dalam suatu susunan totalitas.
Misalkan tiga orang berinteraksi didalam sebuah acara dialog di TV
•
Transformation yaitu setiap perubahan atau pergantian item informasi
•
Implication yakni item informasi diusulkan oleh item informasi yang sudah ada.
Misalkan melihat 4X5 dan berpikir 20.
3. Teori Kognitif
Teori ini dikembangkan
oleh Sternberg menurutnya inteligensi dapat dianalisis kedalam beberapa
komponen yang dapat membantu seseorang untuk memecahkan masalahnya diantaranya
:
•
Metakomponen adalah proses pengendalian yang terletak pada urutan lebih tinggi
yang digunakan untuk melaksanakan rencana, memonitor, dan mengevaluasi kinerja
dalam suatu tugas
•
Komponen kinerja adalah proses – proses pada urutan lebih rendah yang digunakan
untuk melaksanakan berbagai strategi bagi kinerja dalam tugas
•
Komponen perolehan pengetahuan adalah proses – proses yang terlibat dalam
mempelajari informasi baru dan penyimpanannya dalam ingatan
4. Teori Inteligensi Majemuk (multiple
intelligences)
Teori ini dikembangkan
oleh Howard Gadner, dalam teorinya ia mengemukakan sedikitnya ada tujuh jenis
inteligensi yang dimiliki manusia secara alami, diantaranya :
Inteligensi
bahasa (verbal or linguistic intelligence) yaitu kemampuan memanipulasi kata –
kata didalam bentuk lisan atau tulisan. Misalnya membuat puisi
Inteligensi
matematika-logika (mathematical-logical) yaitu kemampuan memanipulasi
system-sistemangka dan konsep-konsep menurut logika. Misalkan para ilmuwan
bidang fisika, matematika
•
Inteligensi ruang (spatial intelligence) adalah kemampuan untuk melihat dan
memanipulasi pola-pola dan rancangan. Contohnya pelaut, insinyur dan dokter
bedah
•
Inteligensi musik (musical intelligence) adalah kemampuan memahami dan
memanipulasi konsep-konsep musik. Contohnya intonasi, irama, harmoni
•
Inteligensi gerak-tubuh (bodily-kinesthetic intelligence) yakni kemampuan untuk
menggunakan tubuh dan gerak. Misalkan penari, atlet
•
Inteligensi intrapersonal yaitu kemampuan untuk memahami perasaan – perasaan
sendiri, refleksi, pengetahuan batin, dan filosofinya, contohnya ahli sufi dan
agamawan
•
Inteligensi interpersonal yaitu kemmampuan memahami orang lain, pikiran maupun
perasaan – perasaannya, misalnya politis, petugas klinik, psikiater
2.2 PERBEDAAN GAYA BELAJAR SISWA
1. Perbedaan Kemampuan
Kemampuan
sering diartikan secara sederhana sebagai kecerdasan. Para peneliti
tentang perbadaan individu dalam belajar mengasumsikan bahwa kecerdasan adalah
kemampuan dalam belajar. Kemampuan umum didefinisikan sebagai prestasi
komparatif individu dalam berbagai tugas, termasuk memecahkan masalah dengan
waktu yang terbatas . kemampuan juga meliputi kapasitas individu
untuk memahami tugas, dan untuk ,menemukan strategi pemecahan masalah
yang cocok, serta prestasi individu dalam sebagian besar tugas-tugas belajar.
Perbedaan kecerdasan dapat dipahami dari berbedaan skor yang dihasilkan dari
tes kecerdasan. Pengukuran kecerdasan manusia mengikuti suatu distribusi
normal. Seseorang yang memiliki skor tes kecerdasan diatas 130 biasa di
sebut gifted. Anak-anak gifted berasal dari anak-anak professional,
bahwa anak-anak gifted lebih banyak dating dari kelas social ekonomi
tinggi. Beberapa dari anak dari kelompok gifted tersebut terlibat dari
perkara kriminal, droup out dari sekolah lebih dini atau gagal dalam beberapa
pelajaran. Mereka kurang sukses karena secara emosional kurang matang atau
kurang motivasi di bandingkan yang lain. Anak-anak gited kemungkinan
memiliki kemungkinan untuk mengalami kesulitan serius di sekolah. Mereka
mungkin sangat bosan sebayanya dan pengetahuannya mungkin melebihi apa yang di
sampaikan oleh guru. Guru mungkin melihatnya sebagai tidak sopan atau cari
perhatian. Dia menjadi bermasalah berada di kelas yang di rancang untuk
anak-anak “rata-rata”, selain itu juga mengalami kesulitan dalam belajar. Anak
–anak gifted perlu mendapat perhatian. Pendidikan yang direncanakan harus
sesuai dengan kebutuhan mereka. Yaitu memusatka pada kekuatan, minat, dan
kapasitas intelektual mereka yang superior. Bagi mereka yang kesulitan
dalam belajar perlu mengunakan stategi kompesensi.
Anak terbelakang yaitu mereka yang memiliki IQ di bawah 70. Anak-anak
terbelakng memerlukan pendidikan khusus yang sesuai dengan drajat
keterbelakangannya, misalnya pendidikan luar biasa bagi anak tergolong mild
retardation dan moderat. Tujuan dari sekolah luar biasa tidak berbeda denagan
tujuan sekolah anak-anak normal, yakni melatih belajar membaca dan
berhitung disertai dengan mengembangkan keterampilan social anak,
keterampilan tangan sesuai dengan bakat anak dan latihan tanggung jawab dalam
masyarakat.
2.
Perbedaan Gaya Belajar
Belajar
merupakan proses internal yang di ukur melalui perilaku. Adanya perbedaan
kognitif, akfektif, maupun psikomotorik diantara para siswa mempengaruhi
pilihan belajar mereka yang muncul dalam bentuk perbedaan gaya belajar. Gaya
belajar dapat menjelaskan perbedaan belajar diantara siswa dalam setting
pembelajaran yang sama. Gaya belajar adalah pola perilaku spesifik dalam
menerima informasi baru dan mengembangkan keterampilan baru, serta proses
penyimpanan informasi baru dan mengembangkan keterampilan baru. Gaya belajar
merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang membuat suatu pembelajaran
efektif untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang lain.
Keefe (19880 menyatakan behwa gaya belajar
berhubungan dengan cara anak belajar, serta cara belajar anak yang disukai.
Siswa akan memperoleh informasi dalam satu cara yang dirasakan tidak nyaman
baginya. Siswa memiliki kebutuhan belajar sendiri, belajar dengan cara berbeda.
Oleh karena itu jika gaya mengajar guru tidak memperhatikan kebutuhan khusus
mereka, maka belajar tidak akan terjadi. Ketika guru mengajar sesuai dengan
gaya belajar siswa, guru sama dengan memberitahu pada siswa bahwa dia
mengetahui mereka adalah individu yang mungkin belajar dengan cara berbeda
dengan siswa lain.
Menurut
Bernice mccarthy (1980) mengidentifikasi 4 macam gaya belajar yaitu :
a.
Mengalami (merasakan dan mereflesikan )- innovative learner, orang dengan tipe
ini memilih berbicara mengenai pengalaman dan perasaan mereka, bertanya atau
bekerja dalam kelompok. Mereka menyukai belajar masalah-masalah yang
berhubungan dengan kehidupan nyata, diasuh oleh guru, diberi atas pertanyaan
“mengapa”.
b.
Mengkonseptualisasikan (mereflesikan dan memikirkan) orang tipe ini
berorientasi pada pengetahuan, konseptual dan keteraturan. Mereka memilih
belajar melalui ceramah-ceramah, bekerja secara mandiri, serta mendiskusikan
ide-ide.
c.
Mengaplisasikan, orang dengan tipe belajar ini suka memecahkan masalah secara
aktif, belajar melalui pencarian, sentuhan, manipulasi, membentuk dan
tugas-tugas special.
d.
Membentuk (membentuk dan melakukan) orang dengan tipe belajar ini memilih
belajar dengan menemukan sendiri, mancari pengetahuan dengan trial and eror,
dan bekerja secara mandiri.
Lain
ladang, lain ikannya. Lain anak, lain pula gaya belajarnya. Pepatah di atas
memang pas untuk menjelaskan fenomena bahwa tak semua anak punya gaya belajar
yang sama. Meskipun mereka bersekolah di sekolah atau bahkan duduk di kelas
yang sama. Kemampuan setiap anak dalam memahami dan menyerap pelajaran sudah
pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat
lambat. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa
memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Sebagian siswa lebih suka
jika belajar dengan cara membaca dari hasil tulisan guru di papan tulis. Tapi,
sebagian siswa lain lebih suka menerima materi pelajaran dengan cara guru
menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya.
Sementara itu, tidak sedikit
siswa yang mempunyai model belajar dengan menempatkan guru tak ubahnya seorang
penceramah. Guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori
dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa mendengarkan sambil
menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya mereka pahami sendiri.
Apa pun cara yang dipilih, gaya belajar menunjukkan mekanisme setiap individu
menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Karenanya, jika kita bisa memahami
perbedaan gaya belajar setiap anak dan memberikan materi pelajaran yang sesuai
dengan gaya belajarnya akan memberikan hasil yang optimal bagi dirinya. Dalam
buku Quantum teaching, ada beberapa tipe gaya belajar.
1. Gaya Belajar
Visual. Gaya belajar seperti ini
bercirikan harus melihat dulu buktinya baru bisa mempercayainya. Karakteristik
yang khas gaya belajar visual: pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu
(informasi/pelajaran) secara visual, kedua teratur, memperhatikan segala
sesuatu dan menjaga penampilan, ketiga mudah mengingat jika dengan gambar, dan
lebih suka membaca daripada dibacakan. Pendekatan yang bisa digunakan agar anak
bisa menerima informasi / materi pelajaran secara optimal: pertama adalah
menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi
pelajaran. Perangkat grafis itu bisa berupa film, slide, gambar
ilustrasi, coretan-coretan, kartu bergambar, catatan dan kartu-kartu gambar
berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan.
2. Gaya belajar
auditorial
atau gaya belajar yang mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan
mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan
pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya,
anak harus mendengar, baru kemudian bisa mengingat dan memahami informasi yang
diterimanya. Karakter yang lain bagi anak bertipe ini: perhatiannya mudah
terpecah, dan jika belajar dengan cara menggerakkan bibir/bersuara saat
membaca. Pendekatan yang bisa dilakukan bila anak memiliki kesulitan belajar
seperti di atas: pertama, menggunakan tape perekam sebagai alat bantu. Alat ini
digunakan merekam bacaan atau catatan yang dibacakan atau ceramah pengajar di
depan kelas untuk kemudian didengarkan kembali. Dan yang kedua adalah dengan
wawancara atau terlibat dalam kelompok diskusi.
Sedang pendekatan ketiga yaitu dengan mencoba membaca informasi,
kemudian diringkas dalam bentuk lisan dan direkam untuk kemudian didengarkan
dan dipahami. Langkah terakhir adalah dengan melakukan review secara verbal
dengan teman atau pengajar.
3. Gaya belajar kinestetik yakni harus menyentuh sesuatu yang memberikan
informasi tertentu agar bisa mengingatnya. Tentu saja, ada beberapa
karekteristik gaya belajar seperti ini yang tak semua anak bisa melakukannya.
Pertama adalah menerima informasi/pelajaran dengan cara menyentuh, berdiri
berdekatan dan banyak bergerak. Sedang kedua, saat membaca sambil menunjuk
tulisan. Karakter ketiga adalah anak tidak bisa/tahan duduk terlalu lama untuk
mendengarkan pelajaran. Keempat, anak merasa bisa belajar lebih baik bila
berjalan. Untuk anak yang memiliki karakteristik seperti di atas, pendekatan
belajar yang mungkin bisa dilakukan adalah belajar berdasarkan atau melalui
pengalaman dengan menggunakan berbagai model atau peraga, bekerja di
laboratorium atau bermain sambil belajar. Cara lain yang juga bisa digunakan
adalah secara tetap membuat jeda di tengah waktu belajar. Tak jarang, orang
yang cenderung memiliki karakter Kinestetik juga akan lebih mudah
menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk
belajar mengucapkannya atau memahami fakta.
Penggunaan komputer bagi anak yang
memiliki karakter kinestetik akan sangat membantu. Karena, dengan
komputer ia bisa terlibat aktif dalam melakukan touch, sekaligus
menyerap informasi dalam bentuk gambar dan tulisan. Selain itu, agar belajar
menjadi efektif dan berarti, anak dengan karakter di atas disarankan untuk
menguji memori ingatan dengan cara melihat langsung fakta di lapangan. Setiap
anak itu unik. Tidak semua anak memproses suatu informasi dengan cara yang
sama. Sebagai pendidik, pelatih dan orang tua, kita harus mengetahui bagaimana
perbedaan gaya berfikir mereka yang kemudian diterjemahkan kedalam gaya belajar
yang berbeda. Adakalanya pendidik, pelatih maupun orang tua memaksakan kehendak
untuk mengikuti gaya belajar mereka. Biasanya gaya berfikir diri sendiri akan
mendominasi pendekatan yang digunakan saat mengajar. Sebagai pengajar, pelatih
dan pendidik kita cenderung mengajar dengan cara yang sama seperti cara belajar
yang kita sukai sendiri. Padahal dibalik gaya belajar individual anak ada satu
manfaat yang besar dari balik kekuatan gaya belajar yang berbeda.
Gaya belajar juga dipengaruhi oleh
modalitas perseptual yaitu reaksi khas individual dalam mengadopsi data secara
efisien yang dipengaruhi oleh faktor biologis, dan lingkungan fisik. Ada empat
gaya belajar ditinjau dari modalitas perseptual:
a.
Visual learners are
learning through seeing. Siswa dengan gaya ini membutuhkan melihat langsung
bahasa tubuh guru, ekspresi wajah, untuk dapat memahami sepenuhnya isi
pelajaran. Mereka cenderung duduk di deretan depan untuk menghindari penghalang
pandangan mata
(misalnya kepala teman-temannya).
Mereka cenderung berpikir dalam bentuk piktorial dan mempelajari sesuatu paling
efektif dari tampilan visual seperti diagram, buku yang berilustrasi,
transparensi (slides), video, flipcharts, dan handouts.
Selama pelajaran atau diskusi kelas
berlangsung, mereka lebih suka mencatat untuk menyerap informasi.
b. Auditory learnersare learning
through listening. Mereka paling mudah menangkap informasi melalui pembicaraan,
ceramah, diskusi, mengungkapkan sesuatu, dan mendengar apa yang orang lain
katakan. Siswa dengan modalitas auditori menginterpretasi (menafsirkan) arti
pembicaraan dengan mendengarkan suara, nada, kecepatan, dan intonasi. Informasi
tertulis hanya sedikit berpengaruh, tetapi akan sangat berpengaruh jika dibacakan
atau dijelaskan. Siswa seperti ini sangat terbantu dengan metode membaca keras
(reading aloud) dan menyetel tape recorder.
c. Tactile or kinesthetic learners
are learning by moving, doing, and touching.
Siswa dengan modalitas perasa,
peraba, dan kinestetik paling efektif menyerap informasi melalui menyentuh
dengan tangan, merasakan melalui indera pencecap, mencium aroma, melakukan
gerakan-gerakan, unjuk kerja, dan aktif mengeksplorasi lingkungan. Mereka
kesulitan jika harus duduk berlama-lama dan mudah pecah konsentrasinya karena
keinginan untuk aktif bergerak dan mengeksplorasi. Pada bagian ini,
modalitasnya juga dikenal dengan sebutan kinestetik, olfaktori (penciuman), dan
gustatif (perasa). Pemprosesan informasi di otak terjadi dengan cara berbeda
dalam aktivitas merasakan, memikirkan, memecahkan masalah, dan mengingat
informasi. Masing-masing individu lebih menyukai cara tertentu,
yang dipakai terus-menerus, cara mempersepsi, mengorganisir, dan memelihara
informasi. Misalnya, belajar melalui workshop, praktikum, atau metode informal
lainnya mungkin lebih cocok bagi orang tertentu. Kadangkala, orang merasa
kurang bisa menyerap pelajaran, padahal masalahnya bukan karena kesulitan
memahami pelajaran namun karena ia kurang mengenali gaya belajarnya yang paling
sesuai untuk dirinya sendiri.
Selain modalitas perseptual,
kepribadian seseorang juga mempengaruhi cara belajarnya. Aspek-aspek
kepribadian yang perlu diperhatikan terkait dengan gaya belajar adalah
bagaimana fokus atau perhatian, kondisi emosionalitas, dan nilai-nilai yang
diyakini siswa. Dengan memahami ketiga aspek kepribadian ini, maka kita dapat
memprediksi bagaimana reaksi dan apa yang dirasakan siswa terhadap situasi yang
berbeda-beda.
Fokus atau perhatian siswa dapat
dipahami sebagai minat (interest). Masing-masing siswa memiliki ragam minat dan
derajat yang berbeda-beda dalam berbagai bidang. Ruang lingkup minat fokus atau
perhatian adalah segala sesuatu yang dapat menarik minat siswa. Pada masa
sekarang ini, apa saja bisa menjadi hobi (kesukaan) anak baik berupa kesenangan
terhadap suatu aktivitas, benda, atau situasi. Ada siswa yang sangat tertarik
dengan membaca komik, bermain games, berolah raga, musik, tari, modeling, film,
belanja, menghafal Al Qur’an, membaca buku, otak-atik komputer, otak-atik
mesin, berjualan, memasak, menjahit, desain, dan sebagainya. Seorang guru perlu
memahami apa saja minat atau hobi siswa. Pemahaman ini dapat digunakan untuk
menata kegiatan kelas, ekstrakurikuler, dan strategi belajar yang tepat untuk
siswa.
Misalnya saja pelajaran menghafal
surat-surat pendek dapat dilakukan dengan strategi merekam suara atau
mem-film-kan penampilan setiap anak. Jadi dengan mendekatkan antara beragam
minat siswa dengan materi pelajaran, maka ketertarikan terhadap aktivitas yang
disukai tersebut dapat digeneralisir siswa sebagai ketertarikan pada pelajaran
sekolah.
Emosionalitas siswa merupakan
bagian penting yang perlu dikenali guru, sebab aktivitas berpikir seseorang
tidak terpisah dari emosi. Setidaknya ada dua unsur emosionalitas yang perlu
diperhatikan yaitu mood (suasana hati) dan emosionalitas secara umum. Suasana
hati adalah kondisi emosionalitas yang dapat berubah sewaktu-waktu. Suasana
hati bersifat temporer atau sementara. Misalnya saat udara panas, belum sarapan,
dan tugas sekolah banyak yang harus dikerjakan, maka suasana hati para siswa
cenderung negatif. Sementara emosionalitas secara umum merujuk pada emosi siswa
yang diekspresikan secara lebih persisten.
Ada siswa yang lebih menyimpan
perasaan, tenang, hati-hati, dan pendiam (reserved). Ada pula yang lebih
ekspresif atau spontan(loose or movable). Dengan kemampuan memahami minat
siswa, kita bisa memancing siswa yang pendiam menjadi lebih aktif
dalam aktivitas belajar.
Apabila guru mengetahui minat siswa
yang ekspresif, maka mereka dapat lebih berkonsentrasi belajar. Untuk itu guru
perlu berlatih memperhatikan suasana hati dan kecenderungan emosionalitas
siswa.
Nilai atau value adalah sesuatu
yang dianggap penting atau berharga bagi seseorang. Dalam filsafat dikenal ada
tiga jenis tolok ukur nilai yaitu logika, moral, dan estetika. Nilai logika
hanya mengenal benar atau salah ditinjau dari penalaran. Nilai moral menimbang
baik atau buruknya sesuatu bagi kepentingan diri dan masyarakat. Sementara
estetika menekankan indah atau tidaknya sesuatu. Keyakinan terhadap suatu nilai
tertentu dipengaruhi oleh adat istiadat dan religiusitas seseorang. Seseorang
yang tinggal dalam komunitas yang menjunjung tinggi adat istiadat ataupun
menjunjung tinggi keyakinan agama, maka akan cenderung mengadopsi nilai-nilai
moral yang lebih kuat. Tindak-tanduknya cenderung merujuk pada petunjuk adat
atau ajaran agama yang diyakini. Singkatnya apa yang dianggap oleh seseorang
sebagai hal yang penting akan berpengaruh terhadap bagaimana merespon termasuk
dalam gaya belajarnya.
Peran guru adalah mengenali apa
nilai yang dipandang paling penting bagi siswa dan menggunakannya untuk
memperlancar kegiatan pembelajaran. Lebih bagus lagi apabila guru mampu
mengungkapkan nilai apa yang dapat diambil dari setiap pelajaran yang diberikan
bagi siswa. Untuk mengenali kepribadian siswa, guru perlu mengamati, bergaul,
dan bertanya pada mereka. Catatan penting dalam aspek ini adalah guru
semestinya mau menerima, mendengar,dan menghargai apa yang menjadi minat, hal
yang dirasakan, dan apa yang dipandang penting oleh para siswa.
Guru pun dapat mendorong siswa
mengenali kecenderungan kecerdasannya, dan mengajari mereka untuk menggunakan
gaya belajar yang sesuai . Misalnya dalam pelajaran bahasa, siswa yang dominan
kecerdasan interpersonalnya dapat didorong berlatih berpasang-pasangan dengan
teman. Sementara siswa dengan kecerdasan intrapersonal didorong untuk tampil
tunggal.
Contoh gaya belajar siswa-siswa Gifted
dan Talented
Anak-anak yang benar-benar Gifted bukan sekedar
siswa yang belajar cepat dengan sedikit usaha. Hasil kerja siswa Gifted juga
orisinal, ekstrem advanced untuk anak seusianya, dan secara potensial penting
untuk jangka lama. Anak-anak ini mungkin membaca dengan lancar tanpa banyak di
ajari pada usia 3 atau 4 tahun. Mereka mungkin memainkan alat music seperti
orang dewasa yang ahli, merubah kunjungan mereka ke toko menjadi teka teki
matematika, dan sangat terpesona dengan aljabar saat temen-temennya maseh
kesulitan untuk menjumlahkan.
Terman dan rekan-rekan sejawatnya menemukan bahwa
anak-anak Gifted lebih besar, lebih kuat, dan lebih sehat di banding normanya.
Mereka sering kali berjalan dengan leebih cepat dan atletis. Mereka lebih
stabil secara emosional di banding teman-teman sebayanya dan menjadi orang
dewasa dengan penyesuaian diri yang lebih baik di banding individu kebanyakan.
Mereka memiliki tingkat delingkuensi,
masalah emosional, perceraian, masalah obat, dan lain-lain yang lebih rendah. Siswa
Gifted cendrung lebih suka berteman dengan anak yang lebih tua dan mungkin
cepat bosan bila berteman dengan anak-anak seumurnya. Dalam menangani siswa
Gifted dan Talented guru harus imajinatif, fleksibel, toleran, dan tidak merasa
terancam oleh kemampuan siswa.
Siswa-siswa Gifted belajar dengan mudah dan cepat
dan menyimpan apa yang telah mereka pelajari, menggunakan commonsense dan
pengetahuan praktis, tahu banyak hal yang tidak di ketahui anak-anak lain,
menggunakan kata-kata dalam jumlah besar dengan mudah dan akurat, mengenali
berbagai hubungan dan memahami maknanya, waspada dan pengamat yang tajam serta
merespon dengan cepat, persisten dan sangat termotivasi di beberapa tugas, dan
kreatif atau membuat koneksi-koneksi yang menarik. Sedangkan siswa nonGifted
mereka cukup kesulitan menerima pelajaran dari guru.
2.3 PERBEDAAN BUDAYA DAN GENDER DALAM
PROSES BELAJAR MENGAJAR
1.
Pengaruh Budaya
keterkaitannya dengan Sekolah
Kebudayaan itu sangat berpengaruh
dalam lingkungan sekolah. Teman,
kelompok, yang ada pada suatu saat akan sangat mempengaruhi tingkah lakunya.
Selanjutnya anak dipengaruhi oleh kepala sekolah dan guru-guru, yang
masing-masing mempunyai kepribadian sendiri-sendiri yang antara lain terbentuk
atas golongan sosial dari mana ia berasal dari orang-orang yang dipilihnya
sebagai kelompok pergaulannya. Pendidikan sendiri dapat dipandang sebagai
sosialisasi, yang terjadi dalam interaksi sosial. Maka karena itu sudah
sewajarnya seorang pendidik harus berusaha menganalisa lapangan pendidikan dari
segi sosiologi, mengenai hubungan antara manusiawi dalam keluarga di sekolah,
diluar sekolah, dalam masyarakat dan sistem-sistem sosialnya. Selain memandang
anak sebagai makhluk sosial, sebagai anggota dari berbagai macam lingkungan sosial.
Proses sosial dimulai dari interaksi sosial yang
didasarkan pada faktor-faktor berikut ini :
1.
Imitasi.
Peniruan yang bisa bersifat positif atau negatif yang
dilihat peserta didik dari lingkungannya
2.
Sugesti,
Sesorang yang memiliki sifat tertarik atau menerima pada
pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
3.
Identifikasi,
Seorang anak akan mensosialisasikan lewat identifikasi,
ia akan berusaha menyamakan dirinya dengan orang lain baik secara sadar maupun
tidak sadar.
4.
Simpati,
Sikap ini akan terjadi jika sesorang tertarik terhadap
orang lain.
Faktor perasaan disini sangat dominan dan biasanya
terjadi hubungan yang akrab diantaranya. Keempat faktor tersebut yang mendasari sosialisasi
anak-anak dimana terjadi suatu tingkatan keterlibatan hati anak-anak dalam
mengadakan proses sosial.
Jadi, budaya sangat berpengaruh dalam perkembangan
siswa. Dengan budaya mereka bisa bersosialisasi di dalam lingkungan keluarga,
sekolah maupun lungkungan masyarakat.
2. Perbedaan Gender dan perbedaan
perlakuan di dalam kelas
Gender merupakan aspek psikososial
dari laki-laki dan perempuan, berupa perbedaan yang di bangun secara sosial
budaya. Perbadaan jenis kelamin mempengararuhi pendidikan hal ini dapat dilihat
dalam penilaian dalam mata pelajaran olahraga, secara fisik laki-laki lebih
kuat di bandingkan perempuan, dalam penilaian praktik olahraga harus guru
membedakan penilainya terhadap siswa laki-laki dan perempuan, misalnya sewaktu
penilaian lompat jauh harus di bedakan antara laki-laki dan perempuan,
penilainya terhadap siswa laki-laki dan perempuan, misalnya sewaktu penilaian
lompat jauh harus di bedakan antara laki-laki dan perempuan,
ketimpangan gender dalam pendidikan diluar sekolah menghasilkan perbedaan
yang menggangu untuk kedua gender, menghalangi usaha anak laki-laki dan
perempuan untuk menemukan jati diri mereka, dan mengangu persiapan mereka untuk
masa depan. Prestasi akademik tidak dapat dijelaskan melalui
perbedaan biologis, factor sosial kulturlah yang merupakan alasan utama yang
menyebabkan terdapat perbedaan gender dalam prestasi akademik. Factor
–faktor tersebut meliputi familiaritas siswa dengan mata pelajaran, perubahan
aspirasi pekerjaan, persepsi terhadap mata pelajaran khusus yang dianggap
tipikal gender tertentu, gaya penampilan laki-laki dan perempuan, serta harapan
guru. Sebagian guru memperlakukan laki-laki dan perempuan secara berbeda,
meskipun pada umumnya perempuan memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan
laki-laki di sekolah dasar, perempuan sering kehilangan prestasi di sekolah
menengah, khususnya dalam mata pelajaran matematika dan sains, padahal
penelitian pada kemampuan kognitif laki-laki dan perempuan sejak lahir sampai
dewasa, tidak ada yang menemukan bahwa laki-laki memiliki bakat intrinsik yang
lebih besar dalam metematika dan sains. Hal ini tidak terlepas dari
adanya stereotip gender yang ada, yaitu anak laki-laki didorong untuk mencapai
prestasi, sementara anak perempuan didorong untuk aktifitas mengasuh. Perbedaan
yang Nampak dalam interaksi guru-siswa (sadkers dalam Elliott 1999
)menemukan bahwa siswa laki-laki menerima lebih banyak komentar, khususnya
lebih banyak pujian, kritikan remidisasi, guru lebih banyak bertanya kepada
anak laki-laki di bandingkan anak perempuan, serta menunggu lebih lama
untuk menjawabnya. Perbedaan anak laki-laki dan perempuan lebih
disebabkan oleh perlakuan dari lingkungan mereka, dalam hal ini orang tua
maupun guru di sekolah. Oleh karena itu guru seharusnya memberi kesempatan
yang sama kepada siswa laki-laki maupun perempuan dalam berbagai
aktivitas pembelajaran. Siswa perempuan perlu di dorong untuk lebih aktif
dalam pelajaran-pelajaran yang selama ini di anggap pelajaran laki-laki,
seperti pelajaran matematika dan sains. Jika selama ini siswa perempuan
terlihat kuarang aktif dalam dikusi di kelas, maka guru juga perlu untuk
memberikan dukungan yang memadai agar mereka memiliki kepercayaan diri untuk
menyampaikan pendapat. Dengan demikian pada akhirnya tidak ada lagi perbedaan
perlakuan yang disebabkan karena jenis kelamin yang dimiliki siswa. Selanjutnya
siswa akan belajar dan berprestasi sesuai dengan potensi masing-masing,
terlepas dari ia dilahirkan sebagai perempuan atau laki-laki.
Sebagai contoh, sebagian geru sekolah
menghabiskan lebih banyak waktu akademiknya dengan anak laki-laki di bidang
matematika dan dengan anak perempuan di bidang membaca. Di salah satu studi,
guru geometri SMA mengarahkan sebagian besar pertanyaannya kepada anak
laki-laki, meskipun anak perempuan lebih sering bertanya dan menjawab
pertanyaan secara sukarela. Beberapa peneliti menemukan bahwa sebagian guru
cendrung menerima jawaban yang salah dari anak perempuan. Demikian pula pada
hal belajar, sekolah cendrung member reward pada perilaku pasif dan kooperatif
pada anak perempuan. Cara belajar anak laki-laki dan perempuan itu berbeda di
sekolah. Anak perempuan mendapat perlakuan khusus dan program khusus. Dan anak
laki-lakilah yang lebih lamban membaca, lebih banyak yang drop-out dari sekolah,
lebih banyak yang harus didisiplinkan, lebih banyak berada di program-program
untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Di sekolah anak perempuan lebih baik,
anak laki-lakilah yang terlibat masalah dan program-program khusus untuk anak
laki-lakilah yang di perlukan.
Betting in your city - Sporting 100
BalasHapusBetting sporting100 in your city https://tricktactoe.com/ - Sporting 1xbet login 100 herzamanindir.com/