BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan
sehari–hari, kita sering mendengar kata tawakal. Bagi sebagian orang
telah mengerti makna dari kata tawakal tersebut, namun sebagian orang lainnya belum paham mengenai
makna dari tawakal bahkan mendefinisikannya sebagai
pasrah. Hal tersebut tidak benar, oleh karena itu Al Quran sebagai sumber petunjuk telah lengkap menerangkan di dalam
beberapa ayat mengenai tawakal.
Memang manusia adalah tempatnya
salah dan lupa. Namun manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah
melakukan dosa sama sekali, akan tetapi manusia yang terbaik adalah manusia
yang ketika dia berbuat kesalahan dia langsung bertaubat kepada Allah dengan
sebenar-benar taubat. Bukan sekedar tobat sesaat yang diiringi niat hati untuk
mengulang dosa kembali. Kemudian apakah sebenarnya yang dimaksud dengan taubat
itu? bagaimanakah agar taubat seorang hamba itu diterima?.
Dalam makalah ini akan dibahas
beberapa masalah yang insya Allah bisa menjawab tentang permasalahan tawakkal.
Mudah-mudahan bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.
Amin.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Tawakkal
2. Taubat
C.
TUJUAN
MASALAH
1. Agar
mengetahui apa yang dimaksud dengan Tawakkal dan Taubat
2. Agar
mengetahui ruang lingkup dari Tawakkal dan Taubat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TAWAKKAL
1. Pengertian
tawakkal
Menurut bahasa tawakal berasal dari
kata dasar wakkala yang artinya mewakilkan atau menyerahkan.
Yakni mewakilkan atau menyerahkan suatu urusan kepada orang lain yang karena
sesuatu hal dirinya tidak bisa melakukannya. Sedangkan menurut istilah tawakal
adalah berserah diri kepada Allah dalam menghadapi suatu pekerjaan atau
keadaan. Dalam penerapannya tawakal merupakan tumpuan terakhir dalam suatu
usaha dan perjuangan, artinya berserah diri kepada Allah (tawakal) itu sesudah
melakukan ikhtiar nyata semaksimal mungkin sesuai kemampuan.
Berserah diri kepada
Allah subhanahu wa ta'ala atas segala hal hendaknya disertai dengan usaha atau
ikhtiar. Allah juga memerintahkan kita untuk berusaha. Misalnya, ketika kamu
ingin pintar, kamu harus rajin belajar. Kepintaran itu tidak akan datang dengan
sendirinya. Bahkan orang yang tadinya pintar jika tidak belajar kemungkinan
akan hilang kepintarannya.
Beberapa firman Allah SWT terkait
dengan sifat Tawakal:
a.
QS Ali Imran ayat 159 :
فَإذَا عَزَمْتَ فَتَوَ كَّلْ عَلَى الّلهَ. إنَّاللَّهَ
يُحبُّ الْمُتَوَكّلينَ.
“… kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
b.
QS Ali Imran ayat 160 :
إنْ تَنصرْ كُمٌاللَّهُ فَلاَ غأَلب لَكُمْ. وَإنْ يَخْذُ
لَكُمْ فَمَنْ ذاَ الّذى يَنْصُرُكُمْ مّنْ بَعْده. وَعَلَى اللّه فَلْيَتَوَكَّل
الْمُؤمنونَ.
“Jika Allah menolong kamu, maka tak
adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak
memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain)
dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang
mukmin bertawakkal”.
2. Jenis-jenis
Tawakkal
Imam Al
Ghazali membagi tawakkal ke dalam beberapa tingkatan:
a. Bidayah (tingkat
pemula), yakni tawakal pada tingkat hati yang selalu merasa tentram terhadap apa yang sudah
dijanjikan Allah SWT.
b. Mutawasithah (tingkat
pertengahan), yakni tawakal pada tingkat hati yang selalu merasa cukup
menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT. karena merasa yakin bahwa
Allah SWT telah mengetahui keadaan dirinya.
c. Nihayah (tingkat
tinggi), yakni tawakal pada tingkat terjadi penyerahan diri seseorang pada
ridla atau merasa lapang menerima segala ketentuan Allah SWT.
Tawakal pada tingkat
pertama disebut Tawakkalul Wakil (tawakalnya orang mukmin
biasa), yakni seseorang mempercayakan urusannya kepada sang wakil, yaitu Allah
SWT, karena merasa yakin bahwa Allah SWT merasa belas kasihan terhadap
hamba-Nya. Sedangkan Tawakal pada tingkat kedua dan ketiga disebutTawakkalut
Taslim (tawakalnya para nabi dan wali, yakni seseorang sudah tidak
lagi membutuhkan sesuatu selain hanya kepada Allah SWT, karena merasa yakin
bahwa Allah SWT telah mengetahui keadaan dirinya.
Sedangkan dari segi obyeknya tawakkal
terbagi menjadi dua macam:
a. Tawakkal kepada
Allah SWT.
Menyerahkan diri dan segala urusan
hanya kepada Allah SWT. Tawakal seperti ini hukumnya wajib, karena dengan tawakal
hanya kepada Allah SWT iman menjadi sempurna, sedangkan menyempurnakan iman
merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
b. Tawakkal kepada
selain Allah SWT.
1)
Tawakkal kepada selain Allah SWT dalam
hal-hal yang menjadi urusan Allah, misalnya menyerahkan urusan rizki dan syafa’at (pertolongan)
kepada arwah para kyai dan guru yang sudah wafat atau kepada patung/berhala.
Tawakal seperti ini hukumnya haram, karena termasuk kategori syirik
akbar (syirik besar).
2) Tawakkal kepada
selain Allah SWT dalam hal-hal yang termasuk urusan manusia, misalnya
menyerahkan urusan perekonomian, keamanan atau kesehatan kepada orang lain yang
dianggap kompeten (memiliki keahlian dalam bidang itu). Tawakal
seperti ini hukumnya mubah (boleh), dengan catatan tetap
bertawakal kepada Allah SWT, karena hanya Allah yang dapat memberi petunjuk dan
kemudahan kepada mereka dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan. Dengan
demikian berhasil tidaknya urusan itu tidak terlepas dari kehendak Allah SWT.
3. Keutamaan Orang Yang Tawakkal
a)
Dapat membuktikan keimanan yang benar
Orang
yang bertawaqal merupakan orang yang dapat membuktikan keimanannya, karena
salah satu cirri orang beriman adalah bertawaqal kepada Allah swt.
b)
Memperoleh jaminan rezeki
Rasulullah
saw bersabda:
“seandainya kalian bertawaqal kepada
Allah dengan tawaqal yang sebenar-benarnya, kalian pasti diberikan rezeki
sebagaimana burung yang diberi rezeki, ia pergi pada pagi hari dalam keadaan
perut kosong, kemudian pulang pada sore harinya dalam keadaan kenyang.” (H.R.
Tirmidzi)
c)
Memperoleh kecukupan dari apa yang di butuhkan
Orang
yang bertawaqal kepada allah akan dicukupkan apa yang jadi keperluan dalam
hidup. Bila dari sisi jumlah tidak cukup, paling tidak dengan bertawaqal itu
dia akan merasa cukup dengan apa yang diperolehnya. Allah swt berfirman:“Barang
siapa bertawaqal kepada allah niscaya dia akan mencukupkan keperluannya
(ath-thalaaq: 3)
d)
Tidak di sukai setan
Orang
yang bertawaqal tidak bisa di goda apalagi dikuasai oleh setan. Sebab,
bagaimana mungkin setan dapat menggoda orang-orang yang begitu dekat dan
terikat kepada allah wst, sebagaimana firmannya: “Sungguh
setan itu tidak akan berpengaruh terhadap oreang yang beriman dan bertawaqal
kepada tuhan.” (an-nahl:99)
e)
Menghargai usaha yang dilakukan
Saat seseorang berusaha lalu tidak mencapai hasil yang
diharapkannya kadang dia merasa sia-sia atau percuma saja berusaha bila
hasilnya hanya demikian. Sikap ini di sebabkan oleh tidak bertawaqalnya dia
kepada Allah swt. Bila dia bertawaqal, maka dia akan menerima apa yang sudah di
perolehnya dan disyukurinya yang bertawaqal, dia belum memuaskan seperti yang
dia harapkan, maka dia akan berusaha lagi dengan uasaha yang lebih maksimal.
Dapat dipahami apabila suatu pekerjaan atau usaha dirinya sendiri saja sudah
tidak dihargai, bagaimana mungkin dia bisa menghargai pekerjaan orang lain,
apalagi bila pekerjaan itu tidak mencapai hasil yang di inginkan.
4. Contoh perilaku
tawakkal adalah sebagai berikut:
a. Senantiasa
beryukur atas karunia Allah SWT, dan bersabar jika tidak mendapatkannya.
b. Senantiasa
merasa tenang dan tentram serta tidak berkeluh kesah dan gelisah.
c. Senantiasa
berusaha dan berikhtiar untuk mendapatkan karunia Allah SWT.
d. Senantiasa
menerima segala ketentuan Allah SWT, dan ridla terhadap keadaan.
e. Senantiasa berusaha
memberikan manfaat kepada orang lain.
5. Prinsip-prinsip
Tawakkal
a. Mujahadah,
artinya sungguh sungguh dalam melakukan suatu pekerjaan, artinya tidak asal
asalan. Contohnya, sebagai pelajar, belajarlah sungguh sungguh agat dapat
memperoleh prestasi yang baik.
b. Doa,
artinya walaupun kita sudah melakukan upaya mujahadah (sungguh sungguh) kita
pun harus tetap berdoa memohon kepada Allah subhanahu wa ta'ala
c. Syukur,
artinya apabila menemukan keberhasilan kita harus mensyukurinya. Prinsip ini
perlu kita punya. Jika tidak, kita akan menjadi orang yang sombong atau angkuh
(kufur nikmat)
d. Sabar, Artinya tahan uji menghadapi berbagai
cobaan termasuk hasil yang tidak memuaskan (kegagalan). Sabar tidak berarti
diam dan meratami kegagalan, tetapi sabar adalah instropeksi dan bekerja lebih
baik agar kegagalan tidak terulang
B.
TAUBAT
a. Pengertian
Taubat
Kata taubah dalam kamus besar bahasa Indonesia mengandung
dua pengertian:
1.
Taubat berarti sadar dan menyesali dosanya dan berniat akan
memperbaiki tingkah lakunya dan perbuatannya.
2.
Taubah berarti kembali kepada agama yang benar.
Dapat di simpulkan bahwasanya Taubat ialah menyadari,
menyesali dan berniat hendak memperbaiki perbuatannya yang salah.
Dalam bahasa Arab, kata taubat diambil dari huruf ta’, wawu,
dan ba’, yang menunjukkan pada arti pulang dan kembali. “Taubat adalah
pengakuan, penyesalan sebagai upaya untuk meninggalkan dosa serta berjanji
tidak akan mengulangi berbuat dosa lagi”
Sedangkan secara etimologis,
taubat berarti kembali, meninggalkan, membersihkan hati dari segala dosa. Dan
taubat sebenarnya melibatkan keberpalingan dari apa yang Allah SWT melarang
karena takut kepada larangan Allah SWT. Rasulullah bersauda yang artinya:
“bertaubat adalah tindakan kembali” (an-nadam at-taubah). Oleh karena
itu dikatakan: “barang siapa menarik diri diri perbuatan-perbuatan salah karena
takut kepada Allah SWT, maka ia adalah taib, yaitu termasuk orang yang
bertaubat. Barang siapa yang kembali ke jalan yang benar karena malu kepada
pengawasan Allah, maka ia adalah orang yang munib, yaitu orang yang kembali.
Dan barang siapa yang kemabli ke jalan yang benar karena mengagungkan Allah,
maka ia adalah orang yang sungguh-sungguh kembali”.
b. Syarat Taubat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang
bertobat agar tobatnya diterima Allah awt. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Tobat harus dilaukan dalam keadaan
tidak mempunyai tanggungan hak orang lain. Contohnya adalah utang. Tobat tidak
diterima sebelum utang tersebut dibayar.
2. Tobat harus merupakan nasuha, yaitu
benar-benar menyesal atas kesalahan yang diperbuat dan bertekat tidak akan
mengulangi lagi.
3. Tobat harus desertai pengakuan dan
kesadaran bahwa manusia sangat membutuhkan ampunan dari Allah swt.
4. Tobat harus diikuti dengan perbuatan
baik.
5. Ikhlas. Artinya, taubat pelaku dosa
harus ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena lainnya.
6. Menyesali dosa yang telah
diperbuatnya.
7. Meninggalkan sama sekali maksiat
yang telah dilakukannya.
8. Tidak mengulangi. Artinya, seorang
muslim harus bertekad tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut.
9. Istighfar, Yaitu memohon ampun
kepada Allah atas dosa yang dilakukan terhadap hakNya.
10.
Waktu diterimanya taubat itu dilakukan di saat hidupnya,
sebelum tiba ajalnya. Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam : “Sesungguhnya
Allah akan menerima taubat seorang hambaNya selama belum tercabut nyawanya.”
(HR. At-Tirmidzi, hasan).
Al-Qur'an yang memotifasi bertaubat
Firman Allah Ta'ala QS. At-Tahrim : 8
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى
رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ
وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا
إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada
Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan
Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak
menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersamanya."
2. Firman Allah Ta'ala QS. An-Nur: 31
وَتُوبُوا
إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."
3. Firman Allah Ta'ala QS. Al-Maidah : 74
أَفَلَا
يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Maka Mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah
dan memohon ampun kepada-Nya?. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
c. Hukum
Taubat
Hukum taubat ada dua macam:
1. Pertama, wajib. Yaitu bertaubat dari
meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman.
2. Kedua, sunnah. Yaitu bertaubat dari
meninggalkan perkara sunnah atau melakukan perkara yang makruh.
Orang yang bertaubat dari yang pertama termasuk abrar
muqtasidin. Adapun yang bertaubat dari keduanya termasuk sabiqin
muqarrabin. Sedangkan orang yang tidak melakukan taubat yang pertama bisa
menjadi dzalim, fasik bahkan kafir.
d. Taubat yang
Diterima dan Taubat yang Tidak Diterima
Siapa yang bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha dan
menghimpun semua syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka bisa
dipastikan bahwa taubatnya diterima oleh Allah.
Namun diantara ulama ada yang mengatakan, diterimanya taubat
itu belum bisa dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang yang bertaubat ada
di bawah kehendak Allah sekalipun ia sudah bertaubat. Mereka berhujjah dengan
firman Allah dalam QS. An-Nisa : 48
Pendapat lain mengatakan bahwa, seseorang yang telah
melakukan taubat hakiki jika dia benar-benar telah berpaling dan kembali dari
dosa-dosa menuju kebajikan dan petunjuk. Apabila berpaling dari dosa dilakukan
dengan kesungguhan dan bukan semata-mata karena menyaksikan hukuman, dengan
kekuasaan dan rahmat-Nya Allah Swt akan menerima taubatnya.
Ada dua macam taubat yang tidak akan diterima, yaitu: yang
pertama taubat atas kesalahan yang dilakukan di dunia tatkala hukuman telah
mengenai dirinya. Sesungguhnya dalam keadaan ini tampak seolah-olah dia
bertaubat, padahal tidak demikian. Allah Awt berfirman dalam QS. Al-Mukmin :
84-85 :
Yang kedua adalah taubat yang dilakukan seorang hamba di
akhirat kelak. Ketika seorang hamba telah sampai kea lam akhirat, maka taubat
dan penyesalannya tidak berguna lagi. Taubat itu tidak diterima lagi bukan
hanya karena ketika itu hukuman balasan telah tampak jelas di hadapannya, akan
tetapi karena di alam akhirat amal perbuatan dan aktivitas menuju kesempurnaan
sudah tidak mempunyai arti.
e. Macam-macam
Dosa atau perbuatan yang menuntut taubat
Taubat diharuskan pada setiap melakukan dosa, Maka
taubat adalah dari semua dosa besar dan kecil. Ada yang mengatakan bahwa tidak
ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus dan tidak ada dosa besar
bersama istighfar.
Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya
menyebutkan dosa-dosa yang meminta taubat adalah sebagai berikut:
a)
Dosa karena meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan.
Kedurhakaan
yang pertama kehadap Allah adalah meninggalkan apa yang diperintahkan.
Ini merupakan kedurhakaan iblis. Sebagaimana di dalam surah Al-Baqarah ayat 34.
Kedurhakaan yang kedua adalah mengerjakan apa yang dilarang Allah swt, yaitu
merupakan kedurhakaan Adam.
b)
Dosa anggota tubuh dan dosa hati
Banyak
orang yang tidak tahu macam-macam kedurhakaan dan dosa selain dari apa yang
ditangkap indranya atau yang berkaitan dengan anggota tubuh zhahir, seperti
kedurhakaan yang lahir dari tangan, kaki, mata, telinga, lidah hidung dan
lain-lainnya yang berhubungan dengan syahwat perut, kemaluan, birahi dan naluri
keduniaan yang ada pada diri manusia. Kedurhakaan mata adalah memandang apa
yang diharamkan Allah. Kedurhakaan telinga adalah mendengar apa yang diharamkan
oleh Allah, seperti kata-kata yang menyimpang yang diucapkan lisan. Kedurhakaan
lisan adalah mengucapkan perkataan yang diharamkan oleh Allah, yang menurut
Imam al-Ghazali ada dua puluh ma cam, seperti, dusta, ghibah, adu domba,
olok-olok, sumpah palsu, janji dusta, kata-kata batil, omong kosong, tuduhan
terhadap wanita-wanita muslimah yang lalai, ratap tangis, kutukan, caci maki
dan sebagainya.
c)
Dosa yang berupa kedurhakaan dan bid’ah
“Jauhilah
oleh kalian urusan-urusan yang baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah dan
bid’ah itu adalah kesesatan”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).
“Barang
siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam agama kami yang bukan
termasuk darinya maka dia tertolak” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Bahkan
pada hakikatnya bid’ah itu merupakan salah satu jenis kedurhakaan, hanya
saja dengan sifat yang lebih khusus. Pelakunya mendekatkan diri kepada Allah
dengan melakukan bid’ah dan dia yakin bahwa dengan bid’ah ini menjadikan
dirinya lebih dekat kepada Allah dari pada orang lain yang tidak melakukannya.
d)
Yang terbatas dan dosa yang tidak terbatas
Di
antara ketaatan dan kebaikan, ada yang terbatas dan tidak berpengaruh
kecuali terhadapa dirinya sendiri, seperti shalat, puasa, haji, umrah,
haji, dzikir, membaca al-Qur’an, shadaqah, berbakti kepada orang tua, berbuat
baik kepada tetangga, orang miskin dan ibnu sabil. Hal ini tidak berbeda dengan
dosa dan keburukan, yang sebagian diantaranya ada yang hanya berpengaruh kepada
pelakunya dan tidak menjalar kepada orang lain. Namun sebagian lain ada yang
berpengaruh kepada orang lain, sedikit atau banyak
e)
Yang berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba
Cukup
banyak contoh dosa, kedurhakaan dan pelanggaran terhadap hak-hak Allah, seperti
meninggalkan sebagian perintah, mengerjakan sebagian yang dilarang, seperti
minum khamar, mendengarkan hal-hal yang tidak pantas, menyiksa binatang,
menyiksa diri sendiri, memboroskan harta dan sebagainya. Sedangkan dosa yang
berkaitan dengan hak hamba, terutama hak material, maka taubat darinya, tetapi
harus mengembalikan hak itu kepada pemiliknya atau meminta pembebasan darinya
atau minta maaf dan memohon pembebasan dari pemenuhan hak karena Allah semata.
Jika tidak hak itu sama dengan hutang yang harus dilunasinya, hingga kedua
belah pihak harus membuat perhitungan tersendiri pada hari kiamat. Jika
kebaikannya tidak mencukupi, maka keburukan-keburukan orang yang memiliki hak
itu dialihkan kepadanya, sampai akhirnya hak itu terpenuhi.
f. Contoh perilaku taubat
Diantara contoh dan tanda orang yang bertaubat adalah: Lebih
berhati-hati dalam melakukan sesuatu disebabkan takut terjerumus lagi ke dalam
dosa. Selain itu orang yang bertaubat akan lebih giat beramal karena merasa
khawatir dosanya belum diampuni oleh Allah Swt.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat diambil
kesimpulan. Tawakkal Adalah berserah diri
kepada Allah dalam menghadapi suatu pekerjaan atau keadaan. Dalam penerapannya
tawakal merupakan tumpuan terakhir dalam suatu usaha dan perjuangan, artinya
berserah diri kepada Allah (tawakal) itu sesudah melakukan ikhtiar nyata
semaksimal mungkin sesuai kemampuan.
Taubat adalah amalan seorang hamba
untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa yang kemudian ia
kembali kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran yang diperintahkan oleh
Allah dan senantiasa akan menjauhi segala larangannya) dengan penyesalan telah
hanyut dalam kesalahan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar