Kamis, 20 Maret 2014

TAWAKKAL DAN TAUBAT



BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari–hari, kita sering mendengar kata tawakal. Bagi sebagian orang telah mengerti makna dari kata tawakal tersebut, namun sebagian orang lainnya belum paham mengenai makna dari tawakal bahkan mendefinisikannya sebagai pasrah. Hal tersebut tidak benar, oleh karena itu Al Quran sebagai sumber petunjuk telah lengkap menerangkan di dalam beberapa ayat mengenai tawakal.
Memang manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali, akan tetapi manusia yang terbaik adalah manusia yang ketika dia berbuat kesalahan dia langsung bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benar taubat. Bukan sekedar tobat sesaat yang diiringi niat hati untuk mengulang dosa kembali. Kemudian apakah sebenarnya yang dimaksud dengan taubat itu? bagaimanakah agar taubat seorang hamba itu diterima?.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah yang insya Allah bisa menjawab tentang permasalahan tawakkal. Mudah-mudahan bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Amin.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Tawakkal
2.      Taubat

C.      TUJUAN MASALAH
1.      Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Tawakkal dan Taubat
2.      Agar mengetahui ruang lingkup dari Tawakkal dan Taubat

BAB II
PEMBAHASAN

A.      TAWAKKAL
1.      Pengertian tawakkal
Menurut bahasa tawakal berasal dari kata dasar wakkala yang artinya mewakilkan atau menyerahkan. Yakni mewakilkan atau menyerahkan suatu urusan kepada orang lain yang karena sesuatu hal dirinya tidak bisa melakukannya. Sedangkan menurut istilah tawakal adalah berserah diri kepada Allah dalam menghadapi suatu pekerjaan atau keadaan. Dalam penerapannya tawakal merupakan tumpuan terakhir dalam suatu usaha dan perjuangan, artinya berserah diri kepada Allah (tawakal) itu sesudah melakukan ikhtiar nyata semaksimal mungkin sesuai kemampuan.
Berserah diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala atas segala hal hendaknya disertai dengan usaha atau ikhtiar. Allah juga memerintahkan kita untuk berusaha. Misalnya, ketika kamu ingin pintar, kamu harus rajin belajar. Kepintaran itu tidak akan datang dengan sendirinya. Bahkan orang yang tadinya pintar jika tidak belajar kemungkinan akan hilang kepintarannya.
Beberapa firman Allah SWT terkait dengan sifat Tawakal:
a.              QS Ali Imran ayat 159 :
فَإذَا عَزَمْتَ فَتَوَ كَّلْ عَلَى الّلهَ. إنَّاللَّهَ يُحبُّ الْمُتَوَكّلينَ.
 “… kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.



b.              QS Ali Imran ayat 160 :
إنْ تَنصرْ كُمٌاللَّهُ فَلاَ غأَلب لَكُمْ. وَإنْ يَخْذُ لَكُمْ فَمَنْ ذاَ الّذى يَنْصُرُكُمْ مّنْ بَعْده. وَعَلَى اللّه فَلْيَتَوَكَّل الْمُؤمنونَ.
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal”.
2.      Jenis-jenis Tawakkal
 Imam Al Ghazali membagi tawakkal ke dalam beberapa tingkatan:
a.       Bidayah (tingkat pemula), yakni tawakal pada tingkat hati yang selalu     merasa tentram terhadap apa yang sudah dijanjikan Allah SWT.
b.      Mutawasithah (tingkat pertengahan), yakni tawakal pada tingkat hati yang selalu merasa cukup menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT. karena merasa yakin bahwa Allah SWT telah mengetahui keadaan dirinya.
c.       Nihayah (tingkat tinggi), yakni tawakal pada tingkat terjadi penyerahan diri seseorang pada ridla atau merasa lapang menerima segala ketentuan Allah SWT.
Tawakal pada tingkat pertama disebut Tawakkalul Wakil (tawakalnya orang mukmin biasa), yakni seseorang mempercayakan urusannya kepada sang wakil, yaitu Allah SWT, karena merasa yakin bahwa Allah SWT merasa belas kasihan terhadap hamba-Nya. Sedangkan Tawakal pada tingkat kedua dan ketiga disebutTawakkalut Taslim (tawakalnya para nabi dan wali, yakni seseorang sudah tidak lagi membutuhkan sesuatu selain hanya kepada Allah SWT, karena merasa yakin bahwa Allah SWT telah mengetahui keadaan dirinya.
Sedangkan dari segi obyeknya tawakkal terbagi menjadi dua macam:
a.       Tawakkal kepada Allah SWT.
Menyerahkan diri dan segala urusan hanya kepada Allah SWT. Tawakal seperti ini hukumnya wajib, karena dengan tawakal hanya kepada Allah SWT iman menjadi sempurna, sedangkan menyempurnakan iman merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
b.      Tawakkal kepada selain Allah SWT.
1)      Tawakkal kepada selain Allah SWT dalam hal-hal yang menjadi urusan Allah, misalnya menyerahkan urusan rizki dan syafa’at (pertolongan) kepada arwah para kyai dan guru yang sudah wafat atau kepada patung/berhala. Tawakal seperti ini hukumnya haram, karena termasuk kategori syirik akbar (syirik besar).
2)      Tawakkal kepada selain Allah SWT dalam hal-hal yang termasuk urusan manusia, misalnya menyerahkan urusan perekonomian, keamanan atau kesehatan kepada orang lain yang dianggap kompeten (memiliki keahlian dalam bidang itu). Tawakal seperti ini hukumnya mubah (boleh), dengan catatan tetap bertawakal kepada Allah SWT, karena hanya Allah yang dapat memberi petunjuk dan kemudahan kepada mereka dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan. Dengan demikian berhasil tidaknya urusan itu tidak terlepas dari kehendak Allah SWT.
3.      Keutamaan Orang Yang Tawakkal 
a)      Dapat membuktikan keimanan yang benar
Orang yang bertawaqal merupakan orang yang dapat membuktikan keimanannya, karena salah satu cirri orang beriman adalah bertawaqal kepada Allah swt.
b)      Memperoleh jaminan rezeki
Rasulullah saw bersabda:
“seandainya kalian bertawaqal kepada Allah dengan tawaqal yang sebenar-benarnya, kalian pasti diberikan rezeki sebagaimana burung yang diberi rezeki, ia pergi pada pagi hari dalam keadaan perut kosong, kemudian pulang pada sore harinya dalam keadaan kenyang.” (H.R. Tirmidzi)
c)      Memperoleh kecukupan dari apa yang di butuhkan
Orang yang bertawaqal kepada allah akan dicukupkan apa yang jadi keperluan dalam hidup. Bila dari sisi jumlah tidak cukup, paling tidak dengan bertawaqal itu dia akan merasa cukup dengan apa yang diperolehnya. Allah swt berfirman:“Barang siapa bertawaqal kepada allah niscaya dia akan mencukupkan keperluannya (ath-thalaaq: 3)
d)     Tidak di sukai setan
Orang yang bertawaqal tidak bisa di goda apalagi dikuasai oleh setan. Sebab, bagaimana mungkin setan dapat menggoda orang-orang yang begitu dekat dan terikat kepada allah wst, sebagaimana firmannya: “Sungguh setan itu tidak akan berpengaruh terhadap oreang yang beriman dan bertawaqal kepada tuhan.” (an-nahl:99)
e)      Menghargai usaha yang dilakukan
Saat seseorang berusaha lalu tidak mencapai hasil yang diharapkannya kadang dia merasa sia-sia atau percuma saja berusaha bila hasilnya hanya demikian. Sikap ini di sebabkan oleh tidak bertawaqalnya dia kepada Allah swt. Bila dia bertawaqal, maka dia akan menerima apa yang sudah di perolehnya dan disyukurinya yang bertawaqal, dia belum memuaskan seperti yang dia harapkan, maka dia akan berusaha lagi dengan uasaha yang lebih maksimal. Dapat dipahami apabila suatu pekerjaan atau usaha dirinya sendiri saja sudah tidak dihargai, bagaimana mungkin dia bisa menghargai pekerjaan orang lain, apalagi bila pekerjaan itu tidak mencapai hasil yang di inginkan.
4.      Contoh perilaku tawakkal adalah sebagai berikut:
a.       Senantiasa beryukur atas karunia Allah SWT, dan bersabar jika tidak mendapatkannya.
b.      Senantiasa merasa tenang dan tentram serta tidak berkeluh kesah dan gelisah.
c.       Senantiasa berusaha dan berikhtiar untuk mendapatkan karunia Allah SWT.
d.      Senantiasa menerima segala ketentuan Allah SWT, dan ridla terhadap keadaan.
e.       Senantiasa berusaha memberikan manfaat kepada orang lain.
5.      Prinsip-prinsip Tawakkal
a.       Mujahadah, artinya sungguh sungguh dalam melakukan suatu pekerjaan, artinya tidak asal asalan. Contohnya, sebagai pelajar, belajarlah sungguh sungguh agat dapat memperoleh prestasi yang baik.
b.      Doa, artinya walaupun kita sudah melakukan upaya mujahadah (sungguh sungguh) kita pun harus tetap berdoa memohon kepada Allah subhanahu wa ta'ala
c.       Syukur, artinya apabila menemukan keberhasilan kita harus mensyukurinya. Prinsip ini perlu kita punya. Jika tidak, kita akan menjadi orang yang sombong atau angkuh (kufur nikmat)
d.       Sabar, Artinya tahan uji menghadapi berbagai cobaan termasuk hasil yang tidak memuaskan (kegagalan). Sabar tidak berarti diam dan meratami kegagalan, tetapi sabar adalah instropeksi dan bekerja lebih baik agar kegagalan tidak terulang

B.       TAUBAT
a.     Pengertian Taubat
Kata taubah dalam kamus besar bahasa Indonesia mengandung dua pengertian:
1.     Taubat berarti sadar dan menyesali dosanya dan berniat akan memperbaiki tingkah lakunya dan perbuatannya.
2.     Taubah berarti kembali kepada agama yang benar.
Dapat di simpulkan bahwasanya Taubat ialah menyadari, menyesali dan berniat hendak memperbaiki perbuatannya yang salah.
Dalam bahasa Arab, kata taubat diambil dari huruf ta’, wawu, dan ba’, yang menunjukkan pada arti pulang dan kembali. “Taubat adalah pengakuan, penyesalan sebagai upaya untuk meninggalkan dosa serta berjanji tidak akan mengulangi berbuat dosa lagi”
Sedangkan secara etimologis, taubat berarti kembali, meninggalkan, membersihkan hati dari segala dosa. Dan taubat sebenarnya melibatkan keberpalingan dari apa yang Allah SWT melarang karena takut kepada larangan Allah SWT. Rasulullah bersauda yang artinya: “bertaubat adalah tindakan kembali” (an-nadam at-taubah). Oleh karena itu dikatakan: “barang siapa menarik diri diri perbuatan-perbuatan salah karena takut kepada Allah SWT, maka ia adalah taib, yaitu termasuk orang yang bertaubat. Barang siapa yang kembali ke jalan yang benar karena malu kepada pengawasan Allah, maka ia adalah orang yang munib, yaitu orang yang kembali. Dan barang siapa yang kemabli ke jalan yang benar karena mengagungkan Allah, maka ia adalah orang yang sungguh-sungguh kembali”.
b.    Syarat Taubat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang bertobat agar tobatnya diterima Allah awt. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Tobat harus dilaukan dalam keadaan tidak mempunyai tanggungan hak orang lain. Contohnya adalah utang. Tobat tidak diterima sebelum utang tersebut dibayar.
2.    Tobat harus merupakan nasuha, yaitu benar-benar menyesal atas kesalahan yang diperbuat dan bertekat tidak akan mengulangi lagi.
3.    Tobat harus desertai pengakuan dan kesadaran bahwa manusia sangat membutuhkan ampunan dari Allah swt.
4.    Tobat harus diikuti dengan perbuatan baik.
5.    Ikhlas. Artinya, taubat pelaku dosa harus ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena lainnya.
6.    Menyesali dosa yang telah diperbuatnya.
7.    Meninggalkan sama sekali maksiat yang telah dilakukannya.
8.    Tidak mengulangi. Artinya, seorang muslim harus bertekad tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut.
9.    Istighfar, Yaitu memohon ampun kepada Allah atas dosa yang dilakukan terhadap hakNya.
10.               Waktu diterimanya taubat itu dilakukan di saat hidupnya, sebelum tiba ajalnya. Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam : “Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hambaNya selama belum tercabut nyawanya.” (HR. At-Tirmidzi, hasan).
Al-Qur'an yang memotifasi bertaubat

Firman Allah Ta'ala QS. At-Tahrim : 8
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersamanya."
2. Firman Allah Ta'ala QS. An-Nur: 31
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."
3. Firman Allah Ta'ala QS. Al-Maidah : 74
أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Maka Mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya?. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
c.    Hukum Taubat
Hukum taubat ada dua macam:
1.      Pertama, wajib. Yaitu bertaubat dari meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman.
2.      Kedua, sunnah. Yaitu bertaubat dari meninggalkan perkara sunnah atau melakukan perkara yang makruh.
Orang yang bertaubat dari yang pertama termasuk abrar muqtasidin. Adapun yang bertaubat dari keduanya termasuk sabiqin muqarrabin. Sedangkan orang yang tidak melakukan taubat yang pertama bisa menjadi dzalim, fasik bahkan kafir.
d.   Taubat yang Diterima dan Taubat yang Tidak Diterima
Siapa yang bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha dan menghimpun semua syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka bisa dipastikan bahwa taubatnya diterima oleh Allah.
Namun diantara ulama ada yang mengatakan, diterimanya taubat itu belum bisa dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang yang bertaubat ada di bawah kehendak Allah sekalipun ia sudah bertaubat. Mereka berhujjah dengan firman Allah dalam QS. An-Nisa : 48
Pendapat lain mengatakan bahwa, seseorang yang telah melakukan taubat hakiki jika dia benar-benar telah berpaling dan kembali dari dosa-dosa menuju kebajikan dan petunjuk. Apabila berpaling dari dosa dilakukan dengan kesungguhan dan bukan semata-mata karena menyaksikan hukuman, dengan kekuasaan dan rahmat-Nya Allah Swt akan menerima taubatnya.
Ada dua macam taubat yang tidak akan diterima, yaitu: yang pertama taubat atas kesalahan yang dilakukan di dunia tatkala hukuman telah mengenai dirinya. Sesungguhnya dalam keadaan ini tampak seolah-olah dia bertaubat, padahal tidak demikian. Allah Awt berfirman dalam QS. Al-Mukmin : 84-85 :
Yang kedua adalah taubat yang dilakukan seorang hamba di akhirat kelak. Ketika seorang hamba telah sampai kea lam akhirat, maka taubat dan penyesalannya tidak berguna lagi. Taubat itu tidak diterima lagi bukan hanya karena ketika itu hukuman balasan telah tampak jelas di hadapannya, akan tetapi karena di alam akhirat amal perbuatan dan aktivitas menuju kesempurnaan sudah tidak mempunyai arti.

e.    Macam-macam Dosa atau perbuatan yang menuntut taubat
Taubat diharuskan pada setiap melakukan dosa,  Maka taubat adalah dari semua dosa besar dan kecil. Ada yang mengatakan bahwa tidak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus dan tidak ada dosa besar bersama istighfar.
Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya menyebutkan dosa-dosa yang meminta taubat adalah sebagai berikut:
a)         Dosa karena meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan.
Kedurhakaan yang pertama kehadap Allah adalah meninggalkan  apa yang diperintahkan. Ini merupakan kedurhakaan iblis. Sebagaimana di dalam surah Al-Baqarah ayat 34. Kedurhakaan yang kedua adalah mengerjakan apa yang dilarang Allah swt, yaitu merupakan kedurhakaan Adam.
b)        Dosa anggota tubuh dan dosa hati
Banyak orang yang tidak tahu macam-macam kedurhakaan dan dosa selain dari apa yang ditangkap indranya atau yang berkaitan dengan anggota tubuh zhahir, seperti kedurhakaan yang lahir dari tangan, kaki, mata, telinga, lidah hidung dan lain-lainnya yang berhubungan dengan syahwat perut, kemaluan, birahi dan naluri keduniaan yang ada pada diri manusia. Kedurhakaan mata adalah memandang apa yang diharamkan Allah. Kedurhakaan telinga adalah mendengar apa yang diharamkan oleh Allah, seperti kata-kata yang menyimpang yang diucapkan lisan. Kedurhakaan lisan adalah mengucapkan perkataan yang diharamkan oleh Allah, yang menurut Imam al-Ghazali ada dua puluh ma cam, seperti, dusta, ghibah, adu domba, olok-olok, sumpah palsu, janji dusta, kata-kata batil, omong kosong, tuduhan terhadap wanita-wanita muslimah yang lalai, ratap tangis, kutukan, caci maki dan sebagainya.
c)         Dosa yang berupa kedurhakaan dan bid’ah
Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah dan bid’ah itu adalah kesesatan”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).
Barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam agama kami yang bukan termasuk darinya maka dia tertolak” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Bahkan pada hakikatnya  bid’ah itu merupakan salah satu jenis kedurhakaan, hanya saja dengan sifat yang lebih khusus. Pelakunya mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan bid’ah dan dia yakin bahwa dengan bid’ah ini menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah dari pada orang lain yang tidak melakukannya.
d)        Yang terbatas dan dosa yang tidak terbatas
Di antara ketaatan dan kebaikan, ada yang terbatas dan tidak berpengaruh kecuali  terhadapa dirinya sendiri, seperti shalat, puasa, haji, umrah, haji, dzikir, membaca al-Qur’an, shadaqah, berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, orang miskin dan ibnu sabil. Hal ini tidak berbeda dengan dosa dan keburukan, yang sebagian diantaranya ada yang hanya berpengaruh kepada pelakunya dan tidak menjalar kepada orang lain. Namun sebagian lain ada yang berpengaruh kepada orang lain, sedikit atau banyak
e)         Yang berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba
Cukup banyak contoh dosa, kedurhakaan dan pelanggaran terhadap hak-hak Allah, seperti meninggalkan sebagian perintah, mengerjakan sebagian yang dilarang, seperti minum khamar, mendengarkan hal-hal yang tidak pantas, menyiksa binatang, menyiksa diri sendiri, memboroskan harta dan sebagainya. Sedangkan dosa yang berkaitan dengan hak hamba, terutama hak material, maka taubat darinya, tetapi harus mengembalikan hak itu kepada pemiliknya atau meminta pembebasan darinya atau minta maaf dan memohon pembebasan dari pemenuhan hak karena Allah semata. Jika tidak hak itu sama dengan hutang yang harus dilunasinya, hingga kedua belah pihak harus membuat perhitungan tersendiri pada hari kiamat. Jika kebaikannya tidak mencukupi, maka keburukan-keburukan orang yang memiliki hak itu dialihkan kepadanya, sampai akhirnya hak itu terpenuhi.
f.     Contoh perilaku taubat
Diantara contoh dan tanda orang yang bertaubat adalah: Lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu disebabkan takut terjerumus lagi ke dalam dosa. Selain itu orang yang bertaubat akan lebih giat beramal karena merasa khawatir dosanya belum diampuni oleh Allah Swt.


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat diambil  kesimpulan. Tawakkal Adalah berserah diri kepada Allah dalam menghadapi suatu pekerjaan atau keadaan. Dalam penerapannya tawakal merupakan tumpuan terakhir dalam suatu usaha dan perjuangan, artinya berserah diri kepada Allah (tawakal) itu sesudah melakukan ikhtiar nyata semaksimal mungkin sesuai kemampuan.
Taubat adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa yang kemudian ia kembali kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran yang diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan menjauhi segala larangannya) dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar