Senin, 17 Maret 2014

PEMBELAJARAN PKN SD



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Karateristik PKn
Karakteristik dapat diartikan sebagai ciri-ciri atau tanda yang menunjukan suatu hal berbeda dengan lainya. PKn sebagai mata pelajaran yang sangat penting bagi siswa memiliki karakteristik yang cukup berbeda dengan cabang ilmu pendidikan lainnya. Karakteristik PKn ini dapat dilihat dari objek, lingkup materinya, strategi pembelajaran, sampai pada sasaran akhir dari pendidikan ini. Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Adapun karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah:
1.      PKn termasuk dalam proses ilmu sosial (IPS).
2.      PKn diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dari seluruh program sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
3.      PKn menanamkan banyak nilai, diantaranya nilai kesadaran, bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
4.      PKn memiliki ruang lingkup meliputi aspek Persatuan dan Kesatuan bangsa, Norma, hukum dan peraturan, Hak asasi manusia, Kebutuhan warga negara, Konstitusi Negara, Kekuasan dan Politik, Pancasila dan Globalisasi.
5.      PKn memiliki sasaran akhir atau tujuan untuk terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara.
6.      PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia.
7.      PKn mempunyai 3 pusat perhatian yaitu Civic Intellegence (kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional maupun sosial), Civic Responsibility (kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan Civic Participation (kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan).
8.      PKn lebih tepat menggunakan pendekatan belajar kontekstual (CTL) untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
9.      PKn mengenal suatu model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral (aspek afektif).
.
B.       Pengembangan Materi Pembelajaran PKn
1.      Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Sebagaimana lazimnya semua mata pelajaran, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran memiliki visi, misi, tujuan, dan struktur keilmuaan mata pelajaran. Visi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Misi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajiban dalam kehidupan bernegara, dilandasi oleh kesadaran politik, kesadaran hukum, dan kesadaran moral.
Sedangkan struktur keilmuan mata pelajaran mencakup dimensi pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan nilai (values). Sejalan dengan hal tersebut telah berkembang wacana tentang pendidikan kewarganegaraan paradigma baru (new civil education) yang menyatakan bahwa struktur keilmuan mata pealajaran Pendidikan Kewarganegaraan mencakup dimensi pengetahuan kewarganegaran (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak atau karater kewarganegaraan (civic dispositions).
Secara garis besar, dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) yang tercakup dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi politik, hukum, dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran merupakan bidang kajian antar disiplin. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraaan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Keterampilan kewarganegaran (civic skill) meliputi ketrampilan intelektual (intelektual skill) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skill) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keterampilan intelektual contohnya adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik seperti perlu atau tidaknya kampanye secara massal. Keterampilan berpartisipasi contohnya adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, seperti perlu atau tidaknya melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.
Watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition) merupakan dimensi yang paling subdstantif dan esensial dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dimensi watak atau karakter dipandang sebagai “muara” dari kedua dimensi lainnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan , karakteristik mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran ditandai dengan penekanan dimensi watak, karakter, sikap dan hal-hal lain yang bersifat afektif.
2.      Pendidikan Karakter
Simon Philip dalam Qomari Anwar (2010) menyebutkan bahwa karakter merupakan kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Memahami karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, karakteristik, atau sifat yang khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima lingkungan.
Winne dalam Qamarulhadi (1996) menyebutkan bahwa karakter menunjukkan tindakan atau tingkah laku seseorang. Karakter erat keitannya dengan personality, seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Menyikapi dari pengertian tersebut peran pendidikan sangat penting dalam membentuk karakter seseorang. Pendidikan sebagai proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Dalam proses pendidikan karakter, peserta didik harus mendapatkan sekurang-kurangnya mencakup tiga hal, yaitu: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis, (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
3.      Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pembentukan Karakter.
Seperti disebutkan di atas bahwa dimensi watak/karakter merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sehingga perlu mendapat penekanan yang lebih dibanding dimensi lainnya.
Paradigma pendidikan pada dewasa ini secara umum menekankan pada kompetensi (kemampuan) yang harus dimiliki oleh peserta didik pada suatu jenjang pendidikan, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan penghayatan nilai-nilai. Intelektualitas dianggap faktor utama yang akan membawa orang pada kesuksesan dalam kehidupan. Hal dibantah oleh Goleman dalam Turmudhi (2003) menyebutkan bahwa kepribadian/karakter yang jauh lebih besar peranannya dibanding kemampuan intelektual dalam mengantarkan kejayaan suatu bangsa .Goleman menunjukkan betapa banyak orang yang secara intelektual tergolong pintar , tetapi gagal dalam kehidupannya. Kemampuan intelektualnya tidak didukung dengan kepribadian atau karakter yang baik, mengakibatkan timbulnya orang pintar yang jahat. Kemampuan intelektualnya digunakan untuk membodohi orang lain, sehingga muncul sikap-sikap berbuat curang, menipu, berbohong, berkhianat, bertindak korup dan sebagainya. Tak bisa dipungkiri kondisi bangsa Indonesia yang dilanda krisis multi dimensional, antara lain bersumber dari orang yang memiliki kemampuan intelektual tinggi tetapi memiliki kepribadian yang baik, sehingga menghasilkan moralitas-spiritualitas bangsa yang rendah.
Pengasahan kemampuan manusiawi (human capability) dalam pendidikan perlu memprioritaskan pencerdasan spiritual sebagai yang utama, yang kedua pencerdasan emosionalitas, dan yang ketiga pencerdasan intelektual (Turmudhi: 2003). Sebagai wahana pembentukan karakter bangsa maka dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan perlu adanya perubahan paradigma. Orientasi kita yang lebih memprioritaskan ranah pengetahuan (kognitif), kita balik dengan lebih berorientasi pada ranah sikap (afektif) dan penerapan tingkah laku (psikomotor).
Proses pembentukan karakter bukan semudah membalik telapak tangan tetapi melalui proses yang meliputi pemberian informasi, penanaman kepribadian, dan pembiasaan (Munif Chatif:2008). Dalam kaitan ini pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan perlu menampilkan contoh-contoh kepribadian yang baik pada akhirnya peserta didik akan meniru, dan menjadi suatu keyakinan dalam pola hidup, kemudian menjadi suatu kebiasaan dalam sikap dan tingkah laku.
Berdasarkan konsep tersebut perlu adanya pola pikir baru yang diterapkan dalam pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan antara lain : misi pembentukan karakter peserta didik harus dijadikan dasar dan semangat dari setiap kebijakan, peraturan, program, maupun perillaku keseharian institusi sekolah, guru harus menjadi contoh teladan bagi pengembangan moralitas-spiritualitas di lingkungan sekolah, mata pelajaran harus didesain sedemikian rupa sehingga bermuatan pencerdasan spiritual, emosional, dan intelektual sekaligus, sekolah harus menjadi tempat pergaulan sosial yang nyata untuk membiasakan atau membudayakan nilai-nilai spiritual, emosional dan intelektual. Sikap dan perilaku serta hubungan antara guru, murid, dan karyawan mencerminkan spiritualitas-emosionalitas-intelektualitas semua sivitas akademika sekolah.
Pembentukan karakter dalam Pendidikan Kewarganegaraan bersumber pada lima pilar karakter luhur bangsa Indonesia yang mencakup unsur transendensi (Ketuhanan Yang Maha Esa), humanisasi (kemanusiaan yang adil dan beradab), kebinekaan (persatuan), demokratisasi (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan), keadilan (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
Selain mata pelajaran yang bentuk dan isinya secara sengaja mengusung pendidikan karakter, seperti pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, seluruh mata pelajaran diharapkan tidak hanya mengajarkan ilmu dan keterampilan, tetapi juga membina sikap dan perilaku siswa. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan pembentukann karakter siswa secara optimal, maka penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu di semua mata pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran yang juga terpadu. Semua guru mata pelajaran diberikan tugas tambahan untuk menganalisa semua aspek yang diajarkan dan dihubungkan dengan pendidikan karakter. Sebagai contoh, guru IPS mengajarkan tentang berbagai jenis budaya. Materi ini akan ditambah dengan bagaimana siswa menghargai budaya yang ada di Indonesia, bagaimana menjaga lingkungan sekitarnya. Demikian juga bagi semua guru mata pelajaran yang ada di sekolah.

C.      Tujuan Pembelajaran PKn
Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, maupun nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
1.      Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
2.      Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3.      Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4.      Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut:
1.      Secara umum. Tujuan PKn harus mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
2.      Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah:
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NRI 1945.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat

Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi:
1.      Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep, dan generalisasi teori
2.      Keterampilan intelektual:
3.      Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai;
4.      Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahui masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
5.      Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
6.      Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty (Numan Somantri, 1975:30) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan:
1.      Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi, dan pandangan hidup negara RI.
2.      Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
3.      Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas.
4.      Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.





















BAB IV
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Mata pelajaran Pkn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Maka dari itu, mata pelajaran Pkn ini mencakup materi tentang moral dan nilai khusunya pembelajaran di Sekolah Dasar yang menjadi pondasi dasar pembentukan karakter siswa.
Pembelajaran PKn SD akan berhasil jika dalam mempersiapkan, merencanakan dan dalam pelaksanaan pembelajarannya telah di susun dengan sebaik- baiknya. Sebagai calon guru SD kita hendaknya dapat mempersiapkan, merencanakan dan melaksanakannya dengan baik. penyajian materi pendidikan moral di sekolah yang diharapkan dapat membantu membentuk karakter anak, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks. Selain itu, pembelajarannya juga kurang mengaitkan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga siswa kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi. Pembelajaran yang dilakukan guru juga masih tampak kurang keterpaduan, baik dengan mata pelajaran lain maupun pemilihan model dan strategi pembelajarannya Bagi sebagian siswa, materi pelajaran PKn dirasakan sebagai beban yang hanya menambah bahan hafalan, tidak dihayati, dirasakan bahkan diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari. Ironisnya lagi, berdasarkan pengamatan penulis, pelajaran PKn yang tidak termasuk dalam mata pelajaran yang diujikan secara nasional terkadang ‘disepelekan’, dipandang sebagai pelajaran yang tidak terlalu penting oleh sebagian guru. 
B.       Saran
Agar pembentukkan karakter siswa SD berjalan sebagaimana mestinya, guru harus serius dalam membelajarkan materi yang terdapat pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.  Karena jika tidak diberikan Pendidikan Kewarganegaraan, anak tidak akan mempunyai karakter yang baik .


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar