BAB II
PEMBAHASAN
A. Karateristik PKn
Karakteristik dapat diartikan
sebagai ciri-ciri atau tanda yang menunjukan suatu hal berbeda dengan lainya.
PKn sebagai mata pelajaran yang sangat penting bagi siswa memiliki
karakteristik yang cukup berbeda dengan cabang ilmu pendidikan lainnya. Karakteristik
PKn ini dapat dilihat dari objek, lingkup materinya, strategi pembelajaran,
sampai pada sasaran akhir dari pendidikan ini. Pendidikan kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Adapun karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) adalah:
1.
PKn termasuk dalam proses ilmu sosial (IPS).
2.
PKn diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dari
seluruh program sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
3.
PKn menanamkan banyak nilai, diantaranya nilai
kesadaran, bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan
bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada
hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi,
dan nepotisme.
4.
PKn memiliki ruang lingkup meliputi aspek Persatuan
dan Kesatuan bangsa, Norma, hukum dan peraturan, Hak asasi manusia, Kebutuhan
warga negara, Konstitusi Negara, Kekuasan dan Politik, Pancasila dan
Globalisasi.
5.
PKn memiliki sasaran akhir atau tujuan untuk
terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak
bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara.
6.
PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program
pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan
demokrasi di Indonesia.
7.
PKn mempunyai 3 pusat perhatian yaitu Civic
Intellegence (kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi
spiritual, rasional, emosional maupun sosial), Civic Responsibility (kesadaran
akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan Civic
Participation (kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung
jawabnya, baik secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan).
8.
PKn lebih tepat menggunakan pendekatan belajar
kontekstual (CTL) untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan,
keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual Teaching and
Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
9.
PKn mengenal suatu model pembelajaran VCT (Value
Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik
belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral (aspek afektif).
.
B.
Pengembangan Materi Pembelajaran PKn
1. Karakteristik
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Sebagaimana
lazimnya semua mata pelajaran, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran
memiliki visi, misi, tujuan, dan struktur keilmuaan mata pelajaran. Visi mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran
yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character
building) dan pemberdayaan warga negara. Misi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan adalah membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara
yang sanggup melaksanakan hak dan kewajiban dalam kehidupan bernegara,
dilandasi oleh kesadaran politik, kesadaran hukum, dan kesadaran moral.
Sedangkan
struktur keilmuan mata pelajaran mencakup dimensi pengetahuan (knowledge),
ketrampilan (skill), dan nilai (values). Sejalan dengan hal tersebut telah
berkembang wacana tentang pendidikan kewarganegaraan paradigma baru (new civil
education) yang menyatakan bahwa struktur keilmuan mata pealajaran Pendidikan
Kewarganegaraan mencakup dimensi pengetahuan kewarganegaran (civic knowledge),
ketrampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak atau karater
kewarganegaraan (civic dispositions).
Secara garis
besar, dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) yang tercakup dalam
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi politik, hukum, dan moral.
Dengan demikian, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran merupakan bidang
kajian antar disiplin. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan
kewarganegaraaan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga
negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga
pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum
(rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta
nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Keterampilan
kewarganegaran (civic skill) meliputi ketrampilan intelektual (intelektual
skill) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skill) dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Keterampilan intelektual contohnya adalah keterampilan
dalam merespon berbagai persoalan politik seperti perlu atau tidaknya kampanye
secara massal. Keterampilan berpartisipasi contohnya adalah keterampilan
menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, seperti perlu atau tidaknya
melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.
Watak atau karakter
kewarganegaraan (civic disposition) merupakan dimensi yang paling subdstantif
dan esensial dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dimensi watak atau karakter
dipandang sebagai “muara” dari kedua dimensi lainnya. Dengan
memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
, karakteristik mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran ditandai dengan
penekanan dimensi watak, karakter, sikap dan hal-hal lain yang bersifat
afektif.
2. Pendidikan
Karakter
Simon Philip
dalam Qomari Anwar (2010) menyebutkan bahwa karakter merupakan kumpulan tata
nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan
perilaku yang ditampilkan. Memahami karakter sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri, karakteristik, atau sifat yang khas dari
seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima lingkungan.
Winne dalam Qamarulhadi (1996) menyebutkan bahwa karakter menunjukkan tindakan atau tingkah laku seseorang. Karakter erat keitannya dengan personality, seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Winne dalam Qamarulhadi (1996) menyebutkan bahwa karakter menunjukkan tindakan atau tingkah laku seseorang. Karakter erat keitannya dengan personality, seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Menyikapi
dari pengertian tersebut peran pendidikan sangat penting dalam membentuk
karakter seseorang. Pendidikan sebagai proses internalisasi budaya ke dalam
diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi
beradab. Pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih luas
lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan
sosialisasi). Dalam proses pendidikan karakter, peserta didik harus mendapatkan
sekurang-kurangnya mencakup tiga hal, yaitu: (1) afektif yang tercermin pada
kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta
kepribadian unggul, dan kompetensi estetis, (2) kognitif yang tercermin pada
kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) psikomotorik yang tercermin pada
kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi
kinestetis.
3. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana
Pembentukan Karakter.
Seperti
disebutkan di atas bahwa dimensi watak/karakter merupakan dimensi yang paling
substantif dan esensial dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
sehingga perlu mendapat penekanan yang lebih dibanding dimensi lainnya.
Paradigma
pendidikan pada dewasa ini secara umum menekankan pada kompetensi (kemampuan)
yang harus dimiliki oleh peserta didik pada suatu jenjang pendidikan, mencakup
pengetahuan, keterampilan, dan penghayatan nilai-nilai. Intelektualitas
dianggap faktor utama yang akan membawa orang pada kesuksesan dalam kehidupan.
Hal dibantah oleh Goleman dalam Turmudhi (2003) menyebutkan bahwa
kepribadian/karakter yang jauh lebih besar peranannya dibanding kemampuan
intelektual dalam mengantarkan kejayaan suatu bangsa .Goleman menunjukkan
betapa banyak orang yang secara intelektual tergolong pintar , tetapi gagal
dalam kehidupannya. Kemampuan intelektualnya tidak didukung dengan kepribadian
atau karakter yang baik, mengakibatkan timbulnya orang pintar yang jahat.
Kemampuan intelektualnya digunakan untuk membodohi orang lain, sehingga muncul
sikap-sikap berbuat curang, menipu, berbohong, berkhianat, bertindak korup dan
sebagainya. Tak bisa dipungkiri kondisi bangsa Indonesia yang dilanda krisis
multi dimensional, antara lain bersumber dari orang yang memiliki kemampuan
intelektual tinggi tetapi memiliki kepribadian yang baik, sehingga menghasilkan
moralitas-spiritualitas bangsa yang rendah.
Pengasahan
kemampuan manusiawi (human capability) dalam pendidikan perlu memprioritaskan
pencerdasan spiritual sebagai yang utama, yang kedua pencerdasan emosionalitas,
dan yang ketiga pencerdasan intelektual (Turmudhi: 2003). Sebagai wahana
pembentukan karakter bangsa maka dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
perlu adanya perubahan paradigma. Orientasi kita yang lebih memprioritaskan
ranah pengetahuan (kognitif), kita balik dengan lebih berorientasi pada ranah
sikap (afektif) dan penerapan tingkah laku (psikomotor).
Proses
pembentukan karakter bukan semudah membalik telapak tangan tetapi melalui
proses yang meliputi pemberian informasi, penanaman kepribadian, dan pembiasaan
(Munif Chatif:2008). Dalam kaitan ini pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
perlu menampilkan contoh-contoh kepribadian yang baik pada akhirnya peserta
didik akan meniru, dan menjadi suatu keyakinan dalam pola hidup, kemudian
menjadi suatu kebiasaan dalam sikap dan tingkah laku.
Berdasarkan
konsep tersebut perlu adanya pola pikir baru yang diterapkan dalam pembelajaran
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan antara lain : misi pembentukan karakter
peserta didik harus dijadikan dasar dan semangat dari setiap kebijakan,
peraturan, program, maupun perillaku keseharian institusi sekolah, guru harus
menjadi contoh teladan bagi pengembangan moralitas-spiritualitas di lingkungan
sekolah, mata pelajaran harus didesain sedemikian rupa sehingga bermuatan
pencerdasan spiritual, emosional, dan intelektual sekaligus, sekolah harus
menjadi tempat pergaulan sosial yang nyata untuk membiasakan atau membudayakan
nilai-nilai spiritual, emosional dan intelektual. Sikap dan perilaku serta
hubungan antara guru, murid, dan karyawan mencerminkan
spiritualitas-emosionalitas-intelektualitas semua sivitas akademika sekolah.
Pembentukan
karakter dalam Pendidikan Kewarganegaraan bersumber pada lima pilar karakter
luhur bangsa Indonesia yang mencakup unsur transendensi (Ketuhanan Yang Maha
Esa), humanisasi (kemanusiaan yang adil dan beradab), kebinekaan (persatuan),
demokratisasi (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan),
keadilan (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
Selain mata
pelajaran yang bentuk dan isinya secara sengaja mengusung pendidikan karakter,
seperti pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, seluruh mata pelajaran
diharapkan tidak hanya mengajarkan ilmu dan keterampilan, tetapi juga membina
sikap dan perilaku siswa. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan
kematangan moral dan pembentukann karakter siswa secara optimal, maka penyajian
materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu
di semua mata pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran
yang juga terpadu. Semua guru mata pelajaran diberikan tugas tambahan untuk
menganalisa semua aspek yang diajarkan dan dihubungkan dengan pendidikan
karakter. Sebagai contoh, guru IPS mengajarkan tentang berbagai jenis budaya.
Materi ini akan ditambah dengan bagaimana siswa menghargai budaya yang ada di
Indonesia, bagaimana menjaga lingkungan sekitarnya. Demikian juga bagi semua
guru mata pelajaran yang ada di sekolah.
C.
Tujuan Pembelajaran PKn
Menurut Branson (1999:7) tujuan
civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam
kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, maupun
nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk
memberikan kompetensi sebagai berikut:
1.
Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi
isu Kewarganegaraan.
2.
Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta
bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan
dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn yang dikemukakan oleh
Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut:
1.
Secara umum. Tujuan PKn harus mendukung keberhasilan
pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki
kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani,
kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.”
2.
Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang
diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang
memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang
terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang
adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga
perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah
mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial
seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Sapriya (2001), tujuan
pendidikan Kewarganegaraan adalah:
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NRI 1945.
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NRI 1945.
Secara umum, menurut Maftuh dan
Sapriya (2005:30) bahwa tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan
agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens),
yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik
intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan
tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak
hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler
(Somantri, 1975:30), yang meliputi:
1.
Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep,
dan generalisasi teori
2.
Keterampilan intelektual:
3.
Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan
yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan,
dan menilai;
4.
Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a)
keterampilan bertanya dan mengetahui masalah; (b) keterampilan merumuskan
hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan
mneganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f) keterampilan merumuskan
generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
5.
Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak
mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus
dapat dijabarkan.
6.
Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa
dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan
kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap
cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty (Numan
Somantri, 1975:30) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak
terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a)
konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c)
konstruksi tes beserta penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa
melalui PKn siswa diharapkan:
1.
Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma
Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi, dan pandangan hidup negara RI.
2.
Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku
dalam negara RI.
3.
Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat
dalam butir di atas.
4.
Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai
sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mata
pelajaran Pkn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas,
terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan
amanat Pancasila dan UUD 1945. Maka dari itu, mata pelajaran Pkn ini mencakup
materi tentang moral dan nilai khusunya pembelajaran di Sekolah Dasar yang
menjadi pondasi dasar pembentukan karakter siswa.
Pembelajaran
PKn SD akan berhasil jika dalam mempersiapkan, merencanakan dan dalam
pelaksanaan pembelajarannya telah di susun dengan sebaik- baiknya. Sebagai
calon guru SD kita hendaknya dapat mempersiapkan, merencanakan dan
melaksanakannya dengan baik. penyajian materi pendidikan moral di sekolah yang
diharapkan dapat membantu membentuk karakter anak, tampaknya lebih berorientasi
pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks. Selain
itu, pembelajarannya juga kurang mengaitkan isu-isu moral esensial yang sedang
terjadi dalam masyarakat, sehingga siswa kurang mampu memecahkan
masalah-masalah moral yang terjadi. Pembelajaran yang dilakukan guru juga masih
tampak kurang keterpaduan, baik dengan mata pelajaran lain maupun pemilihan
model dan strategi pembelajarannya Bagi sebagian siswa, materi pelajaran PKn dirasakan
sebagai beban yang hanya menambah bahan hafalan, tidak dihayati, dirasakan
bahkan diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari. Ironisnya lagi,
berdasarkan pengamatan penulis, pelajaran PKn yang tidak termasuk dalam mata
pelajaran yang diujikan secara nasional terkadang ‘disepelekan’, dipandang
sebagai pelajaran yang tidak terlalu penting oleh sebagian guru.
B.
Saran
Agar
pembentukkan karakter siswa SD berjalan sebagaimana mestinya, guru harus serius
dalam membelajarkan materi yang terdapat pada pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Karena jika tidak
diberikan Pendidikan Kewarganegaraan, anak tidak akan mempunyai karakter yang
baik .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar